Gig Economy Menjadi Tawaran Menarik Selama Pandemi

Gig Economy Menjadi Tawaran Menarik Selama Pandemi

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Gig Economy atau tren perusahaan lebih memilih untuk mempekerjakan pekerja lepas dan pekerja kontrak daripada pekerja penuh waktu, nampaknya efektif dalam menumbuhkan perekonomian selama pandemi Covid-19. Lapangan kerja pun terbuka dengan dukungan teknologi platform digital.

Center for Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics merilis studi yang dilakukan di Januari 2020 di DIY.

Dalam studi yang terus berlanjut selama masa pandemi ini disebutkan, gig economy yang didukung oleh teknologi Grab telah memberi dampak bagi ketahanan ekonomi DIY.

“Mitra yang disurvei menyatakan, bahwa Grab tidak hanya menawarkan peluang ekonomi yang lebih baik bagi pekerja informal, tetapi juga meningkatkan pertumbuhan bisnis kecil dan menciptakan lapangan pekerjaan di luar platform,” ungkap Riyadi Suparno, Direktur Eksekutif Tenggara Strategics dalam konferensi daring, Selasa (21/7/2020).

Menurut Riyadi, dalam survei yang dilakukannya, mitra merchant GrabFood dan agen GrabKios Yogyakarta mengalai peningkatan pendapatan hingga 35% menjadi Rp 51,7 juta per bulan. Sedangkan rata-rata pendapatan agen GrabKios meningkat menjadi Rp 9,6 juta per bulan sejak bergabung.

Sebanyak 32% mitra merchant GrabFood Yogyakarta juga mengaku tidak perlu penambahan modal untuk meningkatkan bisnisnya. Peningkatan penghasilan yang sangat signifikan pun dirasakan oleh mitra pengemudi GrabCar dan GrabBike, dengan peningkatan pendapatan hingga 70% menjadi Rp5,4 juta per bulan dan 142% menjadi Rp 4 juta per bulan setelah bergabung.

“Peningkatan ini membuat mitra bisa menabung yang membuka akses keuangan lainnya, seperti produk investasi dan pinjaman. Sejumlah 17% mitra pengemudi GrabBike dan 5% mitra pengemudi GrabCar di Yogyakarta baru membuka rekening tabungan pertama mereka ketika bergabung dengan Grab,” paparnya.

Selain itu, kesempatan pemasukan yang ditawarkan memungkinkan lebih banyak mitra untuk menabung secara rutin. Sekitar 79% mitra pengemudi GrabBike dan 67% mitra pengemudi GrabCar sekarang rutin menabung di bank dengan rata-rata tabungan masing-masing Rp450 ribu hingga Rp 1,4 juta.

Sebagai tambahan, 40% dari mitra pengemudi GrabBike dan 76% mitra pengemudi GrabCar mengatakan bahwa mereka dapat meminjam uang dengan lebih mudah. Sebab penyedia jasa keuangan lebih memercayai mereka.

“Hal ini memberi mereka kesempatan untuk mengajukan pinjaman agar dapat mengembangkan bisnisnya atau berinvestasi pada motor atau mobil baru,” tandasnya.

Riset tersebut menjelaskan, 8% mitra merchant GrabFood Yogyakarta terinspirasi untuk memulai bisnisnya karena adanya GrabFood dan 11% mitra merchant menggunakan GrabFood saat pertama kali memulai bisnisnya.

Seiring dengan tumbuhnya bisnis mitra merchant GrabFood dan agen GrabKios, mereka juga menyerap tenaga kerja dari komunitas mereka. Sekitar 44% mitra merchant GrabFood dan 8% Agen GrabKios di Yogyakarta sudah menambah pegawai baru sejak bergabung.

Melalui riset ini, seluruh elemen terkait bisa melihat kontribusi yang sudah dilakukan platform digital di sebuah daerah dalam mendukung perkembangan perekonomian masyarakat. Platform digital sangat membantu perekonomian di DIY dengan memberikan peningkatan kualitas hidup para mitranya.

Dari riset terbaru yang dilakukan, tercatat adanya peningkatan rata-rata kualitas hidup para mitra sebesar 17%, dibandingkan dengan sebelum mereka bergabung.  Para gig worker yang tergabung dalam mitra GrabFood ini juga mampu mempekerjakan hingga 3 karyawan baru setelah usaha mereka mulai berkembang.

“Pemerintah juga sudah melihat sistem digital yang dibawa Grab mampu menyiapkan para pekerja informal dan UMKM agar siap memasuki tatanan kehidupan baru pasca pandemi COVID-19,” ungkapnya.

Pengusaha muda asal DIY, Andromeda mengungkapkan, memulai bisnis penjualan es krim dari sebuah proyek semasa kuliah peternakan di UGM tahun 2008 silam. Karena melihat prospek usaha yang sangat menguntungkan, Andro terus melanjutkan bisnis yang akhirnya diberi nama Sweet Sundae. Dia mampu menjual es krim setelah lulus kuliah dan menjadi suplier banyak hotel dan katering di DIY.

“Bisnis ini sangat berkembang. Tapi saat pandemi Covid-19, langsung mandek karena semua bisnis yang saya suplai pun terkena dampak negatif. Usaha saya pun langsung saya ubah. Dari yang tadinya hanya melayani bisnis, sekarang langsung menjual kepada pelanggan dan semuanya 100% online,” paparnya.

Dia kemudian mendaftar ke SiBakul Jogja MarketHub milik pemerintah dan juga menjadi merchant GrabFood. Dalam kurun waktu satu bulan setelahnya, penjualan Sweet Sundae Ice Cream sudah kembali meningkat hingga 85%.

“Saya tetap bisa mempekerjakan 25 karyawan. Sangat bersyukur bagaimana teknologi tidak hanya membantu saya, tapi juga orang di sekitar,” imbuhnya.(yve)