Forum Alumni IMM Berkumpul, Tegas Nyatakan Korupsi Musuh Utama

Forum Alumni IMM Berkumpul, Tegas Nyatakan Korupsi Musuh Utama

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Korupsi yang merajalela di negeri ini tidak hanya memprihatinkan tetapi juga menyengsarakan. Forum Komunikasi Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Fokal IMM) DIY pun menyatakan secara tegas korupsi adalah musuh utama.

Ini terungkap saat mereka berkumpul pada acara Diskusi dan Syawalan 1442 H, Senin (7/6/2021) malam, di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI DIY. Acara bertema Merapatkan Shaf Meluruskan Kiblat untuk Pemberantasan Korupsi kali ini dihadiri langsung maupun secara daring sejumlah tokoh nasional.

Mereka adalah Busyro Muqaddas, Ismail Fahmi, Zainal Arifin Mochtar, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY Azman Latif maupun para  pegiat anti-korupsi.

Anggota DPD RI dari DIY M Afnan Hadikusumo mengatakan dirinya sangat memberikan dukungan acara tersebut. Forum Komunikasi Alumni IMM DIY punya tujuan dan misi pandangan yang sama berkaitan dengan persoalan bangsa dan bagaimana mengatasinya.

“Saya selaku anggota DPD RI sangat tertarik acara ini, sehingga kami dari DPD memberi fasilitasi. Kami berharap acara ini membuka cakrawala kita semua sekaligus memberi pencerahan bagaimana menyelesaikan persoalan di negara tercinta ini, bagaimana berbangsa dan bernegara dengan baik dan berintegritas,” kata Afnan, cucu pahlawanan nasional Ki Bagoes Hadikoesoemo ini.

Pada acara yang juga diikuti alumni IMM se-Indonesia kali ini, Azman Latif menegaskan korupsi adalah musuh utama. Maka, wawasan kebangsaan tidak akan lepas dari masalah korupsi. Para tokoh agama, penceramah, dosen dan tokoh masyarakat perlu sikap yang jelas terhadap korupsi, yaitu musuh masyarakat.

“Kalau tidak demikian maka korupsi akan semakin masif, terstruktur dan merajalela di depan kita. Acara semacam ini jadi wadah kita bersama masyarakat menjadikan korupsi musuh utama,” kata dia.

Sependapat, Ketua Fokal IMM DIY M Saleh Tjan menegaskan, upaya  melemahkan tugas fungsi dan peran KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai lembaga anti-rasuah dimulai  sejak  pembahasan Revisi UU KPK No 30 Tahun 2002 yang digodok dan disahkan oleh pemerintah dan DPR.

Menurut dia, Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan melalui Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Majelis Hukum dan HAM serta Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP), Busyro Muqaddas,  sudah melakukan kritik.

“Ini sebagai sikap dan cara pandang beliau yang mewakili kekhawatiran banyak masyarakat termasuk warga Muhammadiyah terhadap masa depan lembaga anti-rasuah,” kata Saleh.

Apa yang dikhawatirkan jauh hari dari Revisi UU tersebut secara perlahan mulai dirasakan masyarakat Indonesia terhadap keberadaan KPK. Misalnya saja, sebut dia, adanya pasal yang mengatur kebijakan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan ( SP3 ) yang selama ini tidak dikenal di dalam institusi KPK.

“Sehingga seorang koruptor kelas kakap, seperti Sjamsul Nursalim beserta istrinya yang sudah merampok uang negara (BLBI) sebesar 4.58 triliun bisa bebas kembali, setelah mendapat kebijakan baru, yaitu SP3,” kata dia.

Belum tuntas urusan Sjamsul Nursalim, lanjut Saleh, kini KPK dihadapkan dengan aturan baru dari Revisi UU KPK yang sudah disahkan sebelumnya, terkait perubahan atau alih status kepegawaian KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Untuk proses alih status ini, pegawai KPK diwajibkan mengikuti tes kebangsaan. Bagi yang lolos  bisa diproses sebagai ASN di lembaga KPK. Dari proses tes kebangsaan ini, ternyata hasilnya ada 75 pegawai KPK yang selama ini bekerja sangat baik, kredibel dan sangat berani, ternyata tidak lolos. Di antaranya Novel Baswedan.

Pertanyaan-pertanyaan Tes Wawasan Kebangsaan seperti pertanyaan “Apa yang anda pilih Pancasila atau Al Quran? Bila dijawab pilihannya adalah Al Quran maka yang bersangkutan diyatakan tidak Pancasilais.

Saleh menyatakan, pertanyaan tersebut adalah pengkhianatan terhadap perjuangan para ulama, Founding Father dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. “Pertanyaan tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan penanaman dan implementasi nilai-nilai pancasila dan nilai-nilai kebangsaan,” tandasnya.

Disampaikan, pada 5 Juni silam dalam acara dialog dengan Rektor UGM dan Pimpinan PTN/PTS seluruh DIY, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyampaikan para koruptor tengah bersatu untuk menghantam untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Masalah tersebut kemudian dibahas oleh narasumber Zainal Arifin Mochtar. Sedangkan Ismail Fahmi mengupas tentang  penguatan peran kelembagaan KPK. Hal ini dapat terwujud salah satunya apabila adanya gerakan bersama elemen masyarakat terutama organisasi masyarakat sipil dalam menyikapi upaya-upaya pelemahan kelembagaan KPK.

Saleh menambahkanm Forum Keluarga Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai wadah menghimpun para alumni IMM dan LHKP mempunyai tanggung jawab moral untuk ikut berperan  secara aktif untuk mendorong penguatan peran KPK. (*)