DP3 Sleman Ingin Kualitas Padi Petani Meningkat

Kualitas produksi padi menjadi acuan penentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) oleh Bulog.

DP3 Sleman Ingin Kualitas Padi Petani Meningkat
Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) DP3 Kabupaten Sleman melakukan pendampingan kepada petani. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman terus berupaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan budi daya padi kepada petani di wilayah Sleman agar kualitas dan kuantitas produksinya meningkat.

"Kualitas produksi padi menjadi acuan penentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) oleh Bulog, kualitas padi ini dilihat dari tingkat kadar air dan kadar hampa kemudian ditentukan HPP-nya," kata Suparmono, Pelaksana tugas (Plt) Kepala DP3 Sleman, Senin (27/1/2025).

Menurut dia, dari hasil uji kualitas padi yang diselenggarakan Perum Bulog Kanwil Yogyakarta di Sleman pada Jumat (24/1/2025) diperoleh data bahwa sampel 1 padi memiliki kadar air 16,5 persen, kadar hampa 12,23 persen dengan HPP Rp 6.075.

Sampel 2 kadar air 27,4 persen, kadar hampa 4,3 persen dengan HPP Rp 6.200 dan sampel 3 kadar air 31,2 persen, kadar hampa 7,9 persen dengan HPP Rp 6.200.

Hasil uji

"Dengan hasil uji tersebut diharapkan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) selain mengumpulkan data juga terus menerus mengupayakan peningkatan pengetahuan dan keterampilan budi daya padi para petani agar kuantitas dan kualitas produksinya lebih tinggi," kata Suparmono.

Dia mengatakan, saat musim hujan intensitas cahaya matahari lebih sedikit, sedangkan berdasarkan penelitian jumlah gabah isi juga ditentukan oleh teknik budi daya pada fase vegetatif dan kondisi cuaca.

"Terutama intensitas cahaya matahari 30 hingga 45 hari sebelum panen," katanya.

Suparmono menambahkan, untuk meningkatkan keuntungan dengan menurunkan tingkat kehilangan hasil sampai di bawah dua persen, petani dapat memanfaatkan alat mesin pertanian seperti power thresher atau combine harvester.

Butir hampa

"Jika gabah hasil panen dari sawah memiliki persentase butir hampa, kotoran dan butir rusak yang cukup besar, maka petani perlu melakukan proses pembersihan gabah sebelum jual ke Bulog atau sebelum proses penggilingan untuk meningkatkan mutu beras yang dihasilkan," jelas Suparmono.

Dia mengatakan, penerapan prinsip-prinsip Good Handling Practices (GHP) dapat menghasilkan mutu gabah yang tinggi melalui penerapan teknologi, sistem dan cara panen yang tepat, penggunaan mesin perontok, teknologi pengeringan (sinar matahari dan alat pengering).

"Kemudian, teknologi penyimpanan, yakni cara dan lama penyimpanan, dengan tujuan utama meningkatkan kualitas dan menekan susut hasil," katanya.

Manajer Pengadaan Perum Bulog Kanwil Yogyakarta, Fansuri Perbatasi, mengatakan Bulog terus melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan Dinas Pertanian, Petugas PPL, Gapoktan, Penggilingan, terkait HPP yang baru.

Ada pemahaman

"Ketentuan HPP baru ini berlaku mulai 15 Januari 2025. Melalui sosialisasi diharapkan ada pemahaman yang sama mengenai harga dan kualitas yang ditentukan," katanya.

Menurut Fansuri, harga pembelian Bulog kepada petani sesuai dengan keputusan Kepala Badan Pangan Nasional RI Nomor 2 Tahun 2025, yaitu Gabah Kering Panen (GKP) di petani sebesar Rp 6.500 per kilogram dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.

Gabah Kering Panen (GKP) di penggilingan sebesar Rp 6.700 per kilogram dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen, GKG di penggilingan sebesar Rp 8.000 per kilogram dengan kualitas kadar air maksimal 14 persen dan kadar hampa maksimal 3 persen.

"Gabah Kering Giling (GKG) di gudang Bulog sebesar Rp 8.200 per kilogram dengan kualitas kadar air maksimal 14 persen dan kadar hampa maksimal 3 persen serta beras di gudang Bulog sebesar Rp 12.000 per kilogram dengan kualitas derajat sosoh minimal 100 persen, kadar air maksimal 14 persen, butir patah maksimal 25 persen dan butir menir maksimal 2 persen," ungkapnya. (*)