Ditipu Hingga Ratusan Juta, Peserta Arisan Geruduk PN Bantul

Ditipu Hingga Ratusan Juta, Peserta Arisan Geruduk PN Bantul

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Belasan anggota arisan Hoki yang didominasi ibu-ibu meng-geruduk Kantor Pengadilan Negeri (PN) Bantul, Kamis (10/6/2021) siang. Didampingi kuasa hukum Marhendra Handoko SH mereka berencana menghadiri mediasi dengan pengelola arisan Hoki berinisial GP sebagai tergugat I dan suaminya anggota DPRD Bantul berinsial DWP sebagai tergugat II. Hingga tengah hari, ternyata dua orang tergugat tersebut tidak hadir, sehingga pihak PN Bantul memutuskan mediasi ditunda pekan depan.

Setelah mediasi gagal, belasan peserta arisan Hoki lantas melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor pengadilan. Mereka membentangkan poster yang berisi tuntutan agar uang arisan dibayarkan sesuai aturan. Jika ditotal dari seluruh peserta arisan Hoki yang jumlahnya lebih dari 60 orang, kerugian materiil yang diderita peserta mencapai Rp 1,01 miliar.

Para korban arisan tersebut bukan hanya dari DIY saja, namun juga dari Kebumen, Purbalingga, Cilacap, Jakarta bahkan luar Pulau Jawa. Hal ini karena dalam perekrutanya GP tidak hanya menawarkan kepada orang yang dikenalnya, namun juga melalui wahana media sosial (medsos).

Nilai kerugian yang dialami korban juga beragam. Mulai dari jutaan, puluhan juta hingga terbanyak Rp 400 juta per anggota. Kerugian terbesar berasal dari anggota arisan warga Kabupaten Cilacap. Berbagai upaya termasuk mendatangi pihak keluarga GP tidak membuahkan hasil, sehingga melalui kuasa hukumnya mereka menggugat lewat PN Bantul pada akhir Mei lalu.

"Kami masih buka pintu mediasi bagi dua tergugat. Namun jika saudara tidak mau mengindahkan tawaran kami ini, maka kami tegaskan, ibaratnya sampai langit runtuh kami akan tetap kejar keduanya. Dan kami sudah mengupayakan untuk melaporkan kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung agar perkara ini dipantau. Kenapa? Karena kami memiliki data jika Bapak DWP memiliki keluarga di Mahkamah Agung. Semua demi tegaknya keadilan, maka kami akan mengawal kasus ini," tegas Marhendra.

Dirinya juga berharap agar masyarakat hati-hati terhadap GP mengingat korbanya sudah banyak.

Sementara itu, juru bicara peserta arisan Maria Yosefa Ayu atau akrab disapa Mya mengatakan jika arisan ini dimulai April 2020. Teknis penawaran arisan dilakukan GP kepada peserta di mana awalnya antar peserta tidak saling mengenal.

Setelah itu GP membuat banyak room (grup) dengan nilai berbeda-beda, di mana dalam arisan Hoki dikenal dengan nama Get yakni uang yang harus diserahkan kepada peserta arisan oleh GP (putus arisan,red). Nilai Get bervariasi mulai Rp 1 juta hingga Rp 50 juta, maka tentu setoranya juga berbeda-beda,begitupun jangka waktu setoran ada yang per tiga hari,mingguan,.dua mingguan dan bulanan.

Saat masuk room, tiap peserta dikenakan biaya admin mulai Rp 400.000 hingga Rp 750.000 yang semua disetor ke rekening GP. Mya menuturkan, pembayaran Get lancar dari April hingga September 2020. Setelah itu tidak ada pembayaran lagi. Bahkan mulai Januari 2021 GP menghentikan arisan secara sepihak padahal uang member sudah banyak yang disetor.

"Kami hitung keuntungan yang diraup GP dari uang admin dan selisih setoran arisan Rp 602,8 juta. Sebab satu orang bisa ikut beberapa room," katanya.

Para anggota arisan sangat berharap uang mereka kembali karena banyak yang mengikuti arisan dengan semangat awal untuk menabung. Lumintu (45 tahun) warga Nitipuran misalnya, dia ikut room yang Rp 5 juta. Dirinya setor Rp 70.000 setiap tiga hari sekali. Selain itu, pedagang sayur ini juga ikut arisan hand phone yang juga digelar GP. Namun kenyataanya uang arisan tidak terbayar, hand phone pun juga tidak dapat genggamnya.

"Rencananya HP (hand phone) itu buat anak saya belajar. Saya ikut arisan idep-idep nabung dari menyisihkan keuntungan berjualan sayuran, tapi malah seperti ini. Saya sangat berharap uang saya kembali," tandasnya. (*)