Ditempa Perbedaan dan Toleransi, Yogyakarta Tempat Mendidik Anak-anak Bangsa

Ditempa Perbedaan dan Toleransi, Yogyakarta Tempat Mendidik Anak-anak Bangsa

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Yogyakarta bukan saja sebagai Indonesia Mini melainkan tempat mendidik anak-anak bangsa. Ditempa dengan perbedaan agama, suku, budaya, keberagaman maupun toleransi, banyak tokoh dan pemimpin bangsa muncul dari kota ini maupun kota-kota di sekitarya termasuk Surakarta.

“Yogyakarta untuk mendidik anak bangsa, karena dulu banyak tokoh ikut terlibat penyusunan UUD 1945 dan Pancasila,” ungkap M Afnan Hadikusumo, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, saat menjadi narasumber Dialog Kebangsaan Jogja Tenda Pendidikan Demokrasi dan Kebangsaan.

Dialog yang berlangsung di Kantor DPD RI DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Selasa (11/4/2023) sore, juga dihadiri Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan maupun  Mohammad Saleh Tjan selaku Ketua Korwil Forum Keluarga Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Fokal IMM) DIY. Tak ketinggalan hadir pula, Sunanto alias Cak Nanto dari Kornas Fokal IMM.

Lebih lanjut, Afnan yang juga cucu pahlawan nasional Ki Bagoes Hadikoesoema ini menyampaikan tentang kondisi Yogyakarta dari aspek pemerintahan. Meski tidak ada pemilihan gubernur namun demokrasi berjalan baik. Selain itu, keberadaan berbagai suku, agama dan budaya dari seluruh Indonesia merupakan bagian dari kekayaan masyarakat DIY.

“Kita sejak kecil ditempa dengan perbedaan suku dan bahasa, supaya bisa bersosialisasi, dengan keadaan ini masyarakat timbul toleransinya. Toleransi itu harus dua belah pihak dan saling menghormati,” jelasnya.

Afnan juga mencontohkan keberadaan nilai-nilai budaya dan sopan santun sudah sekian lama ditanamkan di Yogyakarta, yaitu menghormati orang lain serta terbiasa untuk ringan tangan membantu sesama.

Afnan lantas teringat saat tahun 1970-an pada sejumlah kampung banyak terdapat kendi air minum disediakan di depan rumah-rumah warga atau di tepi jalan, untuk siapa pun yang lewat apabila merasa kehausan.

“Kita dilatih untuk dermawan, ini sesuai dengan perintah Al Quran, berinfak dalam keadaan sempit maupun lapang. Orang-orang dulu sudah mempraktikkan. Itulah pelajaran bersikap toleransi antar-suku. Itulah Yogyakarta yang asli,” ucapnya.

Mengenai toleransi dan nilai-nilai Yogyakarta, Irjen Pol Suwondo Nainggolan sepakat untuk menjaga keberagaman Yogyakarta.

Bertugas di berbagai provinsi kecuali Bengkulu, menurut Suwondo Nainggolan, saat melihat keberagaman di Yogyakarta mau tak mau dia harus berpikir serta membayangkan dirinya menjadi pimpinan Polri namun bertindak seperti Kapolda.

Dia menegaskan, berbicara hukum maka tidak bisa lepas dari budaya hukum termasuk patuh hukum dan menghargai norma-norma yang hidup di masyarakat.  “Wajjb menghargai norma yang berlaku di masyarakat tanpa mengubah identitas diri kita,” ungkapnya.

Saat bertugas di tempat lain, Suwondo Nainggolan terbiasa keras namun begitu di Yogyakarta terdapat aspek yang berbeda.

Terdapat budaya besar yaitu budaya Jawa yang tetap memberikan kesempatan budaya lain untuk tumbuh dan berkembang. “Buat apa apa keras ketika dengan kelembutan juga bisa menyelesaikan masalah,” ujarnya.

Namun demikian, lanjut Kapolda, penegakan hukum tetap tegas. “Penegakan hukum ini karena perbuatannya, bukan karena suku bangsa. Yang kita tuntut adalah perbuatannya dan kita berhenti di nama,” tandasnya.

Dialog Kebangsaan Jogja Tenda Pendidikan Demokrasi dan Kebangsaan kali ini berlangsung dinamis. Banyaknya peserta yang datang membuat panitia menambah jumlah kursi.

Sunanto pun memberikan apresiasi atas gelaran acara yang bermanfaat untuk ruang diskusi kader-kader IMM agar menjadi kader yang beriman, unggul dan intelektual.

Cak Nanto menegaskan IMM harus mampu mengorbitkan tokoh. Tidak boleh ada lagi istilah menjadi kader yang membusuk di rumah sendiri, artinya tidak termanfaatkan. “Mari kita desain, tak perlu besar dulu,  di mana saja kader IMM harus mewarnai,” kata dia.

Sependapat, Saleh Tjan menyampaikan harapannya Yogyakarta lebih khusus lagi IMM harus mampu melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa. (*)