Diplomasi Sungai

Diplomasi Sungai

KECENDERUNGAN sungai sekarang sudah tercemar. Berwarna, kotor, keruh, bau dan menggenang akibat tersumbat onggokan sampah dan limbah lainnya. Sungai adalah sumber kehidupan. Karena, kepadanya banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik manusia, pertanian, peternakan, ekonomi juga wisata.

Sampai saat ini, persoalan klasik air yang kita hadapi, yaitu air yang terlalu banyak bisa berakibat banjir, terlampau sedikit berarti ada krisis air atau kekeringan dan air yang terlalu kotor atau tercemar yang berdampak pada kesehatan dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, perlu komitmen dan upaya bersama untuk mengembalikan fungsi sungai dan bahkan mengembangkannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sesungguhnya, kotor, mampat atau meluapnya sungai, bahkan rusaknya sungai lebih bergantung pada perilaku masyarakatnya sendiri. Sungai yang baik berbanding lurus dengan kelakuan warganya. Jika warganya bersikap peduli dan merawat sungainya dengan tindakan-tindakan kecil tapi besar dampaknya bagi anak-cucu kini dan kelak.

Semisal, tidak membuang sampah di sungai, tidak membuang zat antiseptik dan pembasmi bakteri ke sungai, tidak menggunakan bahan kimia saat mencari ikan di sungai dan menjaga tingkat kedalaman sungai. Hal ini mendorong masyarakat memiliki sungai yang bersih, sehat, tertata dan nampak indah. Di samping bakal memupus risiko bencana. Menenteramkan, manakala arus sungai menari mengalir di ruas pagi, sepanjang siang, sekujur malam bahkan di silouet subuh yang lembut tanpa diselinapi tumpukan sampah.

Menciptakan sungai yang sehat merupakan investasi masa depan. Barangkali sungai bisa saja menjadi salah satu indikator keberhasilan kinerja Pemda, jika sungainya kumuh maka dapat disimpulkan tatakelola pemerintahannya juga buruk dan sebaliknya. Penulis memimpikan sungai yang jernih, ikan-ikan bisa berenang lucu, sempadan sungai bertumbuh tetanaman yang menopang daya dukung dan daya tampung sungai dan anak-anak bisa berenang secara cuma-cuma di sungai yang menjadi surga bagi anak-anak bermain.

Jika kini beberapa sungai berkembang menjadi bagian aktivitas ekonomi, sehingga terbit seperti usaha kreatif susur sungai, arung jeram, karamba, pemancingan, dll tetap mesti konsisten untuk tidak merusak dan mencemari sungai. Sungai di Semarang konon bisa dilalui perahu-perahu atau kapal kecil untuk perniagaan kala itu, seperti jual beli garam dan atau mengangkut hasil bumi. Kini mungkin kita hanya bisa menziarahi romantisme itu lewat kisah orangtua dan atau buku-buku kuno yang masih sempat terdokumentasikan atau terselamatkan..

Itulah kemudian, sudah waktunya memberdayakan sumberdaya sungai ke depan sebagai salah satu destinasi wisata. Munculnya sekolah-sekolah sungai, seperti di Kali Woro, Prambanan Klaten, Kali Pepe Solo memberi bukti masyarakat yang punya rasa memiliki atas sungainya tinggi, menebarkan virus dan vaksin merawat dan peduli sungai.

Potensi sungai yang cukup prospektif diurus layaknya 2 sungai yang disebut terdahulu adalah Sungai Bengawaan Solo, Kali Elo, Kali Serayu, Kali Samin, Banjir Kanal Barat, dll. Kita bisa belajar banyak tentang pengembangan kawasan sungai di Klaten dan Solo. Di Jogyakarta kita bisa menimba ilmu dan nilai ekonomi pada kawasan sungai Winongo atau kali Code. Inilah bagian komodifikasi sungai dalam aras kekinian.

Upaya baik, tujuan bagus dalam perspektif sungai sebagai pusat atau sumber kehidupan ekonomi dan sosial budaya produktif, ternyata masih terdapat hambatan di lapangan, sebut saja kesadaran masyarakat dalam berperilaku sehat masih kurang dan infrastruktur yang kurang mendukung, seperti instalasi pengolahan limbah, mandi cuci kakus maupun tempat pembuangan sampah, dll juga  persoalan limbah rumah tangga dan limbah industri yang masih liar bebas menunggang sungai.

Hulu Hilir

Untuk meretas kendala di atas, mungkin program-program seperti, penataan kawasan sungai, pendidikan dan pelatihan lingkungan, pendampingan, penguatan ekonomi ramah lingkungan, penguatan kelembagaan dan jejaring sekaligus viralisasi media sosial sebagai terobosan bagi penyadaran dan keberpihakan masyarakat kepada sungai, yang pada gilirannya menggugah partisipasi masyarakat tentang mengurus sungai yang baik sekaligus merasa memiliki atas sungai.

Harapannya, terwujudnya tata lingkungan yang bersih, sehat, indah, tertib, aman dan nyaman sebagai wahana kegiatan produktif, menciptakan kondisi lingkungan pemukiman di lingkungan sungai yang sehat, membudayakan dan memberdayakan masyarakat untuk peduli terhadap sungai yang dilandasi oleh kesadaran dan tanggung jawab dalam upaya pemeliharaan. Di luar itu, meningkatkan tata kehidupan dan penghidupan masyarakat lingkungan sungai yang lebih kondusif dan produktif, serta lebih jauh mengembangkan zona–zona lingkungan sungai menjadi kawasan produktif sesuai karekteristik lingkungan.

Selanjutnya, intervensi yang tepat layak diketengahkan. Lewat model pembangunan 3M: rumah Mundur, Munggah dan Madhep sungai. Pembelian lahan permukiman sebagai ganti atau relokasi warga dan pembangunan IPAL juga penting dilakukan untuk pendayagunaan dan konservasi SDA.

Untuk akselerasi pemberdayaan sungai ini, berikut akan melempangkan jalan ke sana melalui penegakan batas sempadan (hulu-hilir), pengelolaan dan perlindungan mata air hulu hilir, pengelolaan hutan daerah hulu dan penghijauan sempadan dengan tanaman produktif. Hal ini harus didukung dengan akurasi data dan informasi ekologis, ekonomi, politik, sosial dan budaya masyarakat yang tinggal di sekitar sungai, serta tata ruang daerah aliran sungai. Upaya sahaja ini hanya bagian dari revolusi untuk menyelamatkan dan mengembalikan sungai pada fungsi semula. Ke-alamiah-an dan otentitas sungai pun sekarang bisa dijual.

Beginilah salah satu cara kita memaknai adaya hidup sungai. Bahkan seturut zaman, diplomasi lewat sungai pun bisa menghadirkan kerja sama tata kelolanya dan merawat lingkungan antarnegara yang pada gilirannya mampu mengangkat kesejahteraan rakyat seputar sungai, bahkan meluas bisa menaikkan pendapatan desa/daerah.

Bagaimana konsisten merawat bersihnya sungai, uniknya sungai dan gotong royong rakyatnya menjaga sungai dari perilaku kontraproduktif. Ngobrol di tepian atau di atas sungai sambil menikmati hasil bumi lokal sehingga membawa hidup lebih genial.  **

Marjono

Eksponen Pendamping Desa Miskin Indonesia dan Penulis Buku Desaholic.