Dinamika Kebijakan Hukum Keimigrasian pada Masa Pandemi

Dinamika Kebijakan Hukum Keimigrasian pada Masa Pandemi

SEJAK awal mewabahnya Novel Corona Virus Disease (Covid-19) di China pada November tahun 2019 yang memakan banyak korban jiwa, Covid-19 tersebut kemudian dengan cepat menyebar ke berbagai belahan negara di dunia. Pemerintah dari negara-negara tersebut kemudian mengambil langkah cepat dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Salah satunya adalah melakukan pembatasan Warga Negara Asing (WNA) untuk masuk ke wilayahnya, baik itu untuk kunjungan kenegaraan, bisnis, pendidikan, wisata, dan lainnya. Kebijakan keimigrasian terkait Covid-19 juga diberlakukan bagi warga negaranya yang pada saat yang sama masih berada di luar negeri kemudian hendak kembali ke negara asalnya akan diterapkan berbagai pemeriksaan dan protokol kesehatan secara ketat sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19.

Indonesia tampaknya agak lambat dalam mengambil kebijakan terkait keimigrasian sebagai upaya percepatan pencegahan penyebaran Covid-19. Gelombang masuk WNA yang masuk ke Indonesia dengan Program Bebas Visa Kunjungan (BVK) tetap berjalan normal. Seperti dilansir dari  https://tirto.id/ yang mengacu pada data Badan Pusat Statistik Nasional www.bps.go.id per Januari 2020 menyebut 796.934 wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia melalui 32 bandara internasional. Bandara Internasional Ngurah Rai di Denpasar menjadi pintu masuk tertinggi (526.823 orang), berikutnya Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang (173.453 orang), Bandara Internasional Juanda, Surabaya (17.047 orang), dan Bandara Internasional Kualanamu, Medan (19.327 orang).

Hal tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mengambil kebijakan terkait pembatasan masukanya WNA ke Indonesia tentunya akan langsung berdampak di berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam sektor perekonomiaan nasional, mengingat kehadiran WNA sebagai salah satu sumber penghasil devisa bagi negara.

 

Dinamika Kebijakan

Keimigrasian sebagai bagian dari urusan pemerintahan negara memiliki fungsi dalam memberikan fungsi pelayanan keimigrasian, fungsi penegakan hukum, keamanan negara dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian,  Berkaitan dengan pelaksaanan fungsi keimigrasian tersebut Kementerian Hukum dan Ham kemudian mengambil berbagai kebijakan sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 terutama kepada WNA baik yang sedang berada di dalam dan di luar wilayah Indonesia. Berbagai kebijakan keimigrasian terhadap WNA pada masa pandemic Covid-19 tersebut antara lain:

  1. Kebijakan Pemberian Visa dan Ijin Tinggal Terpaksa bagi WNA Negara Tiongkok  dalam Permenkumham No. 3 tahun 2020 (berlaku 04 februari-27 Februari 2020)

Kebijakan keimigrasian untuk memberikan Visa dan Izin Tinggal Terpaksa bagi WNA yang ada di wilayah Indonesia, selain sebagai sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 juga untuk memberikan kepastian hukum kepada WNA terdampak akibat adanya kebijakan lockdown. Pada tanggal 4 Februari 2020 Kementerian Hukum dan HAM secara resmi telah mengeluarkan kebijakan keimigrasian tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan, Visa, dan Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa Bagi Warga Negara Tiongkok dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 3 Tahun 2020, tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan, Visa, dan Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa Bagi Warga Negara Tiongkok” (Permenkumham No. 3 tahun 2020).

Kebijakan tersebut substansinya lebih menekankan pada WNA asal China, yang merupakan daerah asal Covid-19. Namun kebijakan tersebut diberikan dengan berbagai pengecualian, sehingga tidak serta merta langsung membendung WNA asal China untuk terus berdatangan ke Indonesia yang sebagian besar adalah pemegang Visa turis, di samping itu pada saat kebijakan tersebut dibelakukan, tidak disertai dengan pemberlakuan protokol kesehatan secara ketat di berbagai Bandara Internasional di Indonesia, untuk memastikan WNA ataupun WNI di luar negeri yang hendak kembali ke Indonesia sebagai orang yang terduga positif Covid-19.

  1. Pemberian Visa dan Izin Tinggal Dalam Upaya Pencegahan Masuknya Virus Corona melalui Permenkumham Nomor 7 Tahun 2020 (berlaku 28 Februari-18 Maret 2020)

Seiring adanya peningkatan jumlah kasus Covid-19 di tanah air, Permenkumham No. 3 tahun 2020 yang hanya menekankan kepada WNA asal China/Tiongkok dirasa tidak sesuai lagi, kemudian dicabut dan digantikan dengan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pemberian Visa Dan Izin Tinggal Dalam Upaya Pencegahan Masuknya Virus Corona. Permenkumham ini menekankan pada: 1) “WNA asal China/Tiongkok yang tinggal di China/Tiongkok yang hendak mengunjungi Indonesia; 2) WNA asal China/Tiongkok sedang berada di negara lain yang hendak mengunjungi Indonesia; 3). WNA negara lain yang pernah mengunjungi China/Tiongkok yang kemudian hendak memasuki wilayah Indonesia; Visa kunjungan dan Visa tinggal terbatas dapat diberikan dengan ketentuan

  1. Adanya surat keterangan sehat yang menyatakan bebas virus corona dari otoritas kesehatan negara China/Tiongkok atau negara setempat dalam bahasa Inggris;
  2. Telah berada 14 (empat belas) hari di wilayah negara Republik Rakyat Tiongkok atau negara lain yang bebas virus corona;
  3. pernyataan bersedia: 1. masuk karantina selama 14 (empat belas) hari yang dilaksanakan oleh pemerintah Republik Indonesia; atau 2. singgah/transit 14 (empat belas) hari di negara lain yang tidak terjangkit virus corona sebelum masuk wilayah Republik Indonesia.

Permenkumham tersebut masih membolehkan WNA untuk melakukan kunjungan ke wilayah Indonesia, dengan memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan. Namun kebijakan tersebut akhirnya mendapatkan banyak kritik dari berbagai pihak, dikarenakan pada saat yang bersamaan hampir semua negara terdampak Covid-19 telah mengambil kebijakan untuk melarang orang asing untuk memasuki wilayahnya, sedangkan Indonesia masih membuka pintu untuk masuknya WNA, dan tentunya juga membuka pintu bagi masuk bagi penyebaran Covid-19 di tanah air.

Pemerintah Indonesia akhirnya baru membuka mata, sejak terdekteksinya dua orang WNI yang dinyatakan positif Covid-19 oleh Kementerian Kesehatan dan diumumkan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada hari Senin tanggal 2 Maret 2020 yang lalu. Dua orang WNI tersebut sebelumnya memiliki riwayat berinteraksi langsung dengan warga negara Jepang yang juga pasien positif Covid-19. Tidak lama berselang, dalam waktu singkat Indonesia menjadi salah satu negara dengan dengan kasus positif Covid 19 terbanyak di dunia, seperti dikutip dari kompas.com pada akhir bulan Maret 2020 di Indonesia ada 1.528 kasus positif yang dikonfirmasi dan jumlah pasien meninggal karena corona dalam sebulan 136 kasus.

  1. Kebijakan Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan dan Visa Kunjungan Saat Kedatangan Serta Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa dalam Permenkuham No. 8 tahun 2020 (berlaku 19 Maret-30 Maret 2020)

Bagi orang asing yang karena terdampak kebijakan lockdown di suatu negara sehingga tidak dapat memenuhi prosedur keimigrasian, dapat diberikan Izin Tinggal Keadaan Terpaksa, Izin Tinggal Terbatas, Izin Tinggal Tetap, Izin Masuk Kembali dan Tanda Masuk. Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa, Izin Tinggal Terbatas, Izin Tinggal Tetap, Izin Masuk Kembali dan Tanda Masuk sebagaimana dimaksud diberlakukan secara mutatis mutandis terhadap Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Visa dan Izin Tinggal Dalam Upaya Pencegahan Masuknya Virus Corona.

Kebijakan Permenkumham No. 8 tahun 2020 tersebut masih memberiikan pengecualian terhadap WNA untuk masuk ke wilayah Indonesia yaitu: bagi orang-orang asing dapat diberikan visa kunjungan saat kedatangan dengan mengajukan permohonan melalui Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dengan memenuhi persyaratan:  a.  surat keterangan sehat dalam bahasa Inggris dari otoritas kesehatan di masing-masing negara; b. telah berada 14 (empat belas) hari di wilayah/negara yang bebas virus corona; c.  pernyataan bersedia masuk karantina selama 14 (empat belas) hari yang dilaksanakan oleh pemerintah Republik Indonesia.

Pengecualian-pengecualian kepada WNA sebagai dimaksud untuk tetap mengunjungi wilayah Indonesia, alhasil dalam waktu singkat, lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia pada akhir Maret 2020 grafiknya meningkat tajam di hampir sebagian wilayah Indonesia, dan Indonesia masuk dalam daftar negara dengan kasus positif Covid 19 terbanyak di dunia, seperti dikutip dari Kompas.com pada akhir bulan Maret 2020 di Indonesia ada 1.528 kasus positif yang dikonfirmasi dan jumlah pasien meninggal karena corona dalam sebulan 136 kasus.

  1. Kebijakan Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia dalam Permenkumham Nomor 11 Tahun 2020 (berlaku 31 maret-sekarang)

Sebelum terbitnya Permenkumham No. 11 tahun 2020 tentang Kebijakan Pelarangan orang asing, Menteri Luar Negeri Indonesia pada tanggal 17 Maret 2020 telah mengeluarkan Kebijakan Tambahan Tentang Perlintasan Orang Dari dan Ke Indonesia melaui Surat Edaran No. D/00663/03/2020/64, yang sebagian substansinya adalah  tentang WNA atau WNI yang dalam waktu 14 hari terakhir bekunjung ke negara seperti Iran, Italia, Vatikan, Spanyol, Perancis, Jerman, Swiss, dan Inggris, tidak boleh diizinkan masuk ke Wilayah Indonesia.  Mengacu pada surat edaran tersebut, kemudian terbitlah Permenkumham No. 11 tahun 2020 tentang Pelarangan Orang Asing Masuk ke Wilayah Indonesia

Kebijakan pelarangan tersebut atau transit bagi WNA sebagaimana dimaksud masih terdapat pengeculian atau masih dibolehkan bagi WNA yang memiliki ketentuan sebagai berikut :

  1. Orang Asing pemegang Izin Tinggal Terbatas dan Izin Tinggal Tetap;
  2. Orang Asing pemegang Visa Diplomatik dan Visa Dinas;
  3. Orang Asing pemegang Izin Tinggal Diplomatik dan Izin Tinggal Dinas;
  4. Tenaga bantuan dan dukungan medis, pangan dan alasan kemanusiaan;
  5. Awak alat angkut;
  6. Orang Asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional.

 WNA sebagaimana dimaksud dapat masuk Wilayah Indonesia setelah memenuhi persyaratan:

  1. surat keterangan sehat dalam bahasa inggris dari otoritas kesehatan di masing-masing negara;
  2. telah berada 14 (empat belas) hari di wilayah/negara yang bebas virus Covid-19;
  3. pernyataan bersedia masuk karantina selama 14 (empat belas) hari yang dilaksanakan oleh pemerintah Republik Indonesia.

Sementara bagi WNA pemegang Izin Tinggal Kunjungan pada saat Covid-19 yang telah berakhir dan/atau tidak dapat diperpanjang, diberikan Izin Tinggal Keadaan Terpaksa secara otomatis tanpa mengajukan permohonan ke kantor imigrasi. Pemberian izin tinggal keadaan terpaksa sebagaimana dimaksud tidak dipungut biaya apapun.  

Izin Tinggal Kunjungan merupakan izin yang diberikan kepada orang asing untuk tinggal dan berada di wilayah Indonesia untuk jangka waktu singkat dalam rangka kunjungan. Izin Tinggal dalam UU No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian juncto Permenkuham Nomor 21 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Permenkumham Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Prosedur Teknis Pemberian, Perpanjangan, Penolakan, Pembatalan Dan Berakhirnya Izin Tinggal Kunjungan, Izin Tinggal Terbatas, Dan Izin Tinggal Tetap Serta Pengecualian Dari Kewajiban Memiliki Izin Tinggal. Ijin tinggal kunjungan WNA tersebut diberikan kepada:

  1. Orang asing yang masuk wilayah Indonesia dengan visa kunjungan;
  2. Anak yang baru lahir di wilayah Indonesia dan pada saat lahir ayah dan/atau ibunya pemegang Izin Tinggal Kunjungan;
  3. Orang asing dari Negara yang dibebaskan dari kewajiban memiliki visa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
  4. Orang asing yang bertugas sebagai aak alat angkut yang sedang berlabuh atau berada di wilayah Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
  5. Orang asing yang masuk wilayah Indonesia dalam keadaan darurat, dan
  6. Orang asing yang masuk wilayah Indoensia dengan Visa Kunjungan Saat Kedatangan.

Sedangkan bagi WNA pemegang Izin Tinggal Terbatas atau Izin Tinggal Tetap pada masa Covid 19- yang telah berakhir dan/atau tidak dapat diperpanjang, dilakukan penangguhan dengan diberikan Izin Tinggal Keadaan Terpaksa secara otomatis tanpa mengajukan permohonan ke kantor imigrasi. Pemberian izin tinggal keadaan terpaksa sebagaimana dimaksud tidak dipungut biaya. Izin Tinggal terbatas diberikan kepada: 

  1. Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia dengan Visa tinggal terbatas;
  2. anak yang pada saat lahir di Wilayah Indonesia ayah dan/atau ibunya pemegang Izin Tinggal terbatas; 
  3. Orang Asing yang diberikan alih status dari Izin Tinggal kunjungan; 
  4. nakhoda, awak kapal, atau tenaga ahli  asing di atas kapal laut, alat apung, atau instalasi yang beroperasi di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi  Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
  5. Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia; atau
  6. anak dari Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia.

Tambahan pengecualian (www.imigrasi.go.id) Orang Asing pemegang Izin Tinggal Terbatas (KITAS)/Izin Tinggal Tetap (KITAP) yang KITAS/KITAP dan Izin Masuk Kembali sudah habis masa berlakunya dan masih berada di luar negeri;

  1. Bagi pemegang KITAS/KITAP tersebut hanya dapat masuk ke wilayah Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta; Bandara Internasional Ngurah Rai, Denpasar; Bandara Internasional Juanda, Surabaya; Bandara Internasional Kualanamu, Medan; Bandara Internasional Hang Nadim, Batam; Pelabuhan Internasional Batam Centre, Batam dan Pelabuhan Internasional Citra Tritunas, Batam
  2. Orang Asing yang mendapat pengecualian di atas harus melengkapi persyaratan: 1) Surat keterangan sehat dalam bahasa Inggris dari otoritas kesehatan di masing-masing negara (selengkapnya harap mengacu pada Protokol Kesehatan Masuk Wilayah Indonesia; 2) Pernyataan bersedia masuk karantina selama 14 (empat belas) hari yang dilaksanakan oleh Pemerintah Republik Indonesia atau melaksanakan karantina mandiri di bawah pengawasan otoritas kesehatan Indonesia;Telah berada selama minimal 14 (empat belas) hari di wilayah/negara yang bebas virus COVID-19 sebelum tiba di Indonesia, dibuktikan dengan tiket perjalanan dan boarding pass, atau dilakukan wawancara oleh petugas dengan menyertakan bukti-bukti penunjang lain. Apabila masih banyak negara yang belum bebas COVID-19, dapat menggunakan persyaratan dalam nomor 1 dan 2 di atas.

Ketentuan protokol kesehatan  di atas dilaksanakan dengan tetap mengacu pada Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor Hk.02.01/Menkes/313/2020 Tentang Protokol Kesehatan Masuknya WNI dan WNA Melalui Pintu Masuk Negara pada tanggal 7 Mei 2020.

Segala kebijakan keimigrasian terhadap WNA yang masa pandemic Covid-19 berupa pemberian Visa dan Ijin Tinggal terpaksa dan pengecualian-pengecualian lain sebagaimana tersebut di atas, tetap harus dilakukan pengawasan dan penegakan hukum secara ketat kepada WNA tersebut. Hal tersebut mengingat fokus pemeritah dalam menanggulangi pencegahan penyebaran Covid-19 di tanah air, jangan sampai dimanfaatkan oleh oknum WNA untuk melakukan kejahatan dan pelanggaran hukum.

Kejahatan-kejahatan yang perlu diwaspadai antara lain 1) Transnational Crimes. 2) Terorism.3) Trafficking in Person (Woman & Children).4) People Smuggling.5) Illegal Logging, fishing, mining dll 6) Pengedaran Narkoba. Sedangkan pelanggaran hukum yang kerap kali dilakukan oleh WNA antara lain:

    1. Pelanggaran. Keimigrasian (tinggal melebihi waktu yang diijinkan); dengan pemberlakuan aturan tresebut masa Covid-19 kadang dimanfaatkan oleh oknum WNA yang sebelumnya telah Overstay karena ijin tinggalnya telah berakhir guna menghindari pembayaran denda.
    2. pemalsuan dokumen keimigrasian, penyalahgunaan izin keimigrasian).
    3. Pelanggaran HAM;
    4. Pencurian data keimigrasian 4) Mengaku sebagai pencari  suaka, pengungsi, dll.

 

Oleh karenanya, selain peningkatan fungsi pelayanan, fungsi penegakan hukum dan keamanan negara juga perlu ditingkatkan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Dengan demikian jika ada kejahatan dan pelanggaran maka kepada WNA terduga pelaku kejahatan dan atau pelanggaran hukum tetap wajib dilakukan pendetensian di rumah detensi imigrasi, proses penyidikan dan bila perlu pendeportasiaan terhadap WNA yang bersangkutan. **

Asma Karim, SH.MH.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta