Cuti Nataru Dihapus, Sektor Wisata Terancam

Cuti Nataru Dihapus, Sektor Wisata Terancam

KORANBERNAS.ID, GUNUNGKIDUL – Libur panjang merupakan saat yang dinantikan oleh dunia pariwisata. Hanya saja, karena masih masa pandemi Covid-19, maka pemerintah memutuskan cuti bersama Natal dan tahun baru (Nataru) untuk tahun ini dihapus.

“Tentu saja dengan dihapusnya cuti bersama Nataru akan mengancam sektor wisata. Karena saat libur itu sebenarnya menjadi andalan untuk memasukkan pendapatan. Kalau libur panjang ditiadakan, maka otomatis akan berpengaruh pada jumlah kunjungan wisata,” kata Hary Sukmono, Sekretaris Dinas Pariwisata Gunungkidul, Rabu (17/11/2021).

Meski demikian pihaknya tetap optimis jumlah kunjungan wisata tetap akan meningkat. Bahkan dari segi pendapatan retribusi wisata kini sudah mencapai Rp 9,4 miliar, dengan jumlah pengunjungnya 1,3 juta orang lebih.

Meski tahun ini pihaknya ditarget memasukkan PAD Rp 12 miliar, namun karena masih punya waktu sekitar 1,5 bulan , maka pihaknya tetap berupaya menutup target tersebut. “Apalagi saat hari Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 jatuh saat akhir pekan, maka hal ini dipastikan akan berpengaruh pada peningkatan kunjungan wisata,” tambahnya.

Karena masih masa pandemi, maka diakui prokes tetap diterapkan ketat. "Sebab prokes ini tanggung jawab kita bersama, maka kami berharap wisatawan tetap mematuhi segala aturan prokes, hingga syarat perjalanan mengikuti instruksi pemerintah. Seperti sudah divaksin serta memastikan diri dalam kondisi sehat,” pintanya.

Skenario Dinkes

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul, Dewi Irawati, mengaku tetap waspada terhadap potensi lonjakan kasus Covid-19 pasca libur Nataru nanti. “Pada liburan di Desember 2021 dan Januari 2022 mendatang, maka proyeksi kenaikan kasus bisa terjadi di Februari hingga Maret tahun 2022,” katanya.

Untuk itulah pihaknya akan menerapkan skenario untuk menghadapi gelombang Covid-19. Beberapa skenario itu di antaranya menyiapkan kapasitas di rumah sakit beserta fasilitas pendukung, hingga kembali mengaktifkan shelter.

Terkait shelter, Dewi menyatakan tak ingin terburu-buru mengaktifkannya. Alasannya, dibutuhkan tenaga yang tak sedikit jika shelter langsung dibuka dan dioperasikan.

"Paling tidak kami perkirakan berapa kebutuhan bed perawatan di rumah sakit menghadapi potensi kenaikan kasus," jelasnya.

Pada sisi lain, pihaknya juga mengharapkan adanya dukungan kuat dari Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 di semua tingkatan. Terutama dalam mengedukasi masyarakat terkait kepatuhan protokol kesehatan.

Sebab, katanya, Dinkes tidak bisa melakukan penanganan sendirian. Itu sebabnya, ia menilai harus ada koordinasi dan dukungan dengan banyak pihak dalam menghadapi lonjakan kasus.

Sedang Bupati Gunungkidul, Sunaryanta, menilai potensi gelombang Covid-19 ini masih bersifat kemungkinan. Kendati demikian, ia mengaku tetap waspada mengingat kasus di sejumlah daerah lain kembali merangkak naik.

Adapun upaya yang dilakukan salah satunya mengejar target capaian vaksinasi hingga akhir tahun ini. Termasuk meminta warganya tidak mengabaikan prokes meski saat ini aktivitas mulai longgar. (*)