Corona Jadi Alasan PHK, SBSI Mengadu ke Dewan

Corona Jadi Alasan PHK, SBSI Mengadu ke Dewan

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Pandemi virus Corona atau Covid-19 yang hingga sekarang belum dinyatakan selesai membuat sebagian buruh dan pekerja di Provinsi DIY makin menjerit dan terimpit.

Sejumlah perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya dengan cara berlindung di balik alasan pandemi. Tidak sedikit pekerja dirumahkan tanpa status bahkan tidak disertai jaminan.

Supaya contoh kasus itu tidak dipraktikkan oleh perusahaan lain, perwakilan buruh tergabung dalam Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) DIY bersama Aliansi Buruh Jogja Bersatu (Burjo), Jumat (26/6/2020), mengadu ke DPRD DIY.

“Pandemi Corona berdampak sekali. Sebenarnya perusahaan melanggar undang-undang, meski buruh merasakan ketidakadilan tetapi tidak punya kekuatan. Kalaupun tetap bekerja gajinya dikurangi,” ungkap Dani Eko Wiyono, Ketua SBSI DIY.

Pada audiensi kali ini mereka diterima Wakil Ketua DPRD DIY Suharwanta didampingi anggota Komisi D  Sofyan Setyo Darmawan. Tampak hadir Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, Ariyanto Wibowo.

Ariyanto bahkan sempat terkejut tatkala mendengar masukan dari SBSI muncul semacam tren baru kontrak kerja hanya berlaku sebulan.

“Kontrak per bulan? Kita baru dengar. Itu namanya rembugan,  bukan kontrak kerja melibatkan kedua belah pihak. Kita akan klarifikasi. Jangan sampai dicontoh perusahaan di DIY hingga akhirnya jadi bom waktu,” ungkapnya.

Diakui, akibat pandemi Covid-19 semua berubah total. Disnakertrans DIY menerima banyak pengaduan kasus hubungan industrial, di antaranya bekerja empat bulan tidak menerima gaji.

Namun demikian pihaknya tidak bisa melakukan klarifikasi karena terganjal protokol kesehatan. “Pengawas datang ke perusahaan ditolak,” ujarnya.

Di provinsi ini tercatat total 4.239 perusahaan. Ironisnya, Disnakertrans DIY hanya memiliki 20 orang pengawas. Artinya satu orang pengawas bertanggung jawab terhadap 200-an perusahaan.

Setidaknya setiap hari sepuluh pengaduan masuk ke dinas itu. Dirasa tidak maksimal, Disnakertrans DIY menggunakan strategi pemetaan. Perusahaan yang bermasalah diberi tanda garis merah.

“Memang kami kekurangan SDM. Masukan dari serikat pekerja dan aliansi ini kami jadikan sebagai catatan dan warning bagi hubungan industrial,” ungkapnya.

Merespons hal itu, baik Suharwanta maupun Sofyan Sofyan Setyo Darmawan mendorong Pemda DIY lebih intens menangani nasib buruh dan pekerja yang terdampak pandemi. (sol)