Bukti Sejarah, Taktik Perang Ini Bikin Belanda Kalang Kabut

Bukti Sejarah, Taktik Perang Ini Bikin Belanda Kalang Kabut

KORANBERNAS.ID -- Perjuangan bersenjata mempertahankan kemerdekaan RI begitu panjang. Selama ini, perjuangan itu lebih dikenal salah satunya dari Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.

Ternyata, bukti-bukti mulai terungkap menandakan tidak kalah serunya perjuangan bersenjata para tentara di wilayah Bogem Prambanan.

Tidak sedikit pejuang kemerdekaan yang gugur, dalam upaya membendung serangan tentara Belanda ke Jogja di sekitar daerah Bogem Sleman.

Terlihat upaya sangat gigih dari tentara bersama rakyat dan juga seorang ahli bom waktu itu, kemudian dikenal dengan panggilan Herman Johannes.

“Peperangan di sekitar Bogem ini sangat seru. Adu taktik dan strategi perang dilakukan oleh tentara kita para Taruna Akmil, melawan tentara Belanda. Taktik yang paling membuat tentara Belanda kalang kabut dan akhirnya mundur adalah peledakan sejumlah jembatan utama penghubung Solo dan Jogja,” kata Indroyono Susilo, Penasehat Ikatan Keluarga Akmil Jogja, di sela-sela meresmikan sejumlah monumen perjuangan para Taruna Akademi Militer (Akmil) Jogja di era 1940-an, Sabtu (12/10/2019).

Monumen tersebut di antaranya Monumen Jembatan di Bendan (depan RM Sendang Ayu Kalasan) dan Monumen Jembatan Bogem yang menghubungkan jalan Jogja-Solo.

Indroyono menuturkan, berdasarkan sejarah, perang gerilya yang dilakukan untuk melawan Belanda memaksa para Taruna Akmil dibantu Herman Johannes dan warga, harus meledakkan kedua jembatan ini.

Jembatan Bendan runtuh. Sedangkan Jembatan Bogem, mengalami kerusakan parah. Tentara Belanda terpaksa memutar jauh melalui Salatiga dan Ambarawa kalau ingin ke Jogja.

Kepada media, Indro mengungkapkan, pembangunan sejumlah monumen di sekitar Bogem dan Kalasan, merupakan salah satu upaya untuk meneruskan sejarah perjuangan ini kepada generasi muda.

Bagi Ikatan Keluarga Alumni Akmil Jogja, penggal sejarah ini dirasa penting. Terutama sebagai bagian untuk mendorong semangat generasi muda dan para Taruna Akmil, demi mengetahui perjuangan gigih para senior mereka.

“Jembatan-jembatan ini berhasil diruntuhkan oleh para gerilyawan Taruna Akmil Sub-Wherkeise 104.WK III dibantu ahli demolisi Herman Johannes yang kemudian dikenal juga sebagai mantan Retor UGM. Itu bukan persoalan mudah, di tengah ancaman serius tentara Belanda dengan persenjataan modern,” kata Indro.

Dari bukti sejarah, Jembatan Bendan  diledakkan 24 April 1949, sehingga Belanda tidak bisa masuk Jogja. Peristiwa ini hanya berselang sekitar 4 bulan, dari upaya perusakan para Taruna Akmil dan Herman Johannes terhadap Jembatan Bogem pada 15 Januari 1949.

Upaya perusakan Jembatan Bogem di atas Kali Opak, dilakukan para Taruna Akmil Peleton H1 dan H2 yang tergabung dalam para gerilyawan Taruna Akmil Sub-Wherkeise 104.WK III.

“Jadi monumen-monumen ini akan menambah bukti betapa kemerdekaan yang kita nikmati sekarang ini, dibangun dengan titik air mata dan tetesan darah. Bukan gratis. Semangat inilah, yang kami semua ingin menularkannya ke generasi-generasi muda sekarang ini. Agar Bangsa Indonesia tetap memiliki semangat dan tekat untuk menjaga kemerdekaan, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Penguatan karakter ini menjadi hal yang sangat penting,” tandas Indro.

Wakil Ketua Ikatan Keluarga Akmil Jogja, Aminah,  menambahkan dua monumen ini merupakan bagian dari total 7 monumen yang dibangun. Monumen lainnya berlokasi di lima lokasi markas para gerilyawan Taruna Akmil.

Pembangunan sejumlah monumen ini disambut baik pihak Akmil Magelang. Kepala Ajudan Jenderal Akmil Magelang Letkol Caj llham menyebut, monumen ini diharapkan bisa meningkatkan moral dan karakter para Taruna Akmil.

Taruna-taruna muda ini harus memahami seniornya dulu berjuang dengan gagah berani. Selanjutnya, para Taruna Akmil akan melakukan napak tilas ke lokasi-lokasi monumen ini sebagai bagian dari kegiatan rutin.

“Dulu, meski masih menempuh pendidikan di Magelang, para taruna juga tetap terjun ke lapangan untuk ikut berperang melawan musuh. Bahkan, para senior mereka mampu menunjukkan taktik yang ampuh untuk melawan persenjataan modern dan canggih milik penjajah,” kata Ilham.

Berdasarkan keterangan Christine Johannes, putri pertama mendiang pahlawan nasional Herman Johannes, keterlibatan para Taruna Akmil dan ayahnya, konon tidak hanya di sekitar Bogem.

Masih banyak lagi jembatan-jembatan yang terpaksa dirusak dan diruntuhkan untuk melawan dan menghalau pasukan Belanda.

“Saya pernah diajak ayah untuk melihat-lihat jembatan yang pernah dibom saat itu. Ada juga di daerah Mlati,” katanya. (SM)