Bukan Ancaman Kosong, TBC Lebih Mematikan Dibanding Corona

Bukan Ancaman Kosong, TBC Lebih Mematikan Dibanding Corona

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Gegap gempita informasi seputar virus Corona membuat kalang kabut masyarakat dunia termasuk Indonesia. Sama-sama berbahaya dan mengancam keselamatan umat manusia, ternyata penyakit Tuberculosis (TBC) bukanlah ancaman kosong belaka hingga saat ini.

TBC bisa jadi lebih mematikan dibanding Corona. Di dunia tercatat 11 orang meninggal setiap jam karena TBC. Indonesia tercatat sebagai negara dengan penderita TBC terbanyak ketiga setelah India dan China. Mortalitas akibat TBC bahkan lebih tinggi dibanding angka kecelakaan lalu lintas di dunia, satu orang meninggal setiap satu jamnya.

Prihatin dengan masalah itu, SR TB HIV Care Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) DIY, lembaga yang bekerja dengan fokus utamanya penanggulangan TBC, Jumat (6/3/2020), menyampaikan aspirasi ke Fraksi PAN DPRD DIY. Mereka diterima Ketua Fraksi PAN DPRD DIY, Atmaji, didampingi anggotanya Ahmad Baihaqy Rais dan Hanum Salsabiela maupun tenaga ahli fraksi Imam Sujangi, Bayu dan Riskan.

Koordinator SR TB HIV Care Aisyiyah DIY, Rahmawati, memaparkan demikian seriusnya ancaman TBC sehingga pemerintah menerbitkan  Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, yang memandatkan tanggung jawab pengeliminasian penyakit ini bukan hanya dipikul pemerintah pusat namun juga Pemda.

Sebagai bentuk partisipasi mencapai target Indonesia bebas TBC pada 2050, lanjut dia, SR TB HIV berharap Fraksi PAN DPRD DIY dapat membantu mengeliminasi TBC, terutama menegaskan komitmen dan tanggung jawab Pemda dalam penanggulangan TBC.

Menanggapi itu, Ahmad Baihaqy Rais dan Hanum Salsabiela menyatakan Fraksi PAN DPRD DIY siap membantu menyusun regulasi yang menegaskan komitmen Pemda dalam upaya penanggulangan TBC. Mungkin bentuknya Perda Penanggulangan TBC.

Hanum prihatin dengan situasi yang harus dihadapi para pendamping pasien TBC supaya tidak terputus minum obat. Mereka mau tidak mau harus berdekatan dengan pasien dan penderita.

“Masalah ini harus ada perhatian khusus jangan sampai pendamping malah terkena. Karena TBC bisa menjangkiti begitu mudah. Jika pendamping terjangkit jadi permasalahan baru. Saya berharap jaga kondisi kesehatan,” pesan dia.

Tindakan preventif

Ahmad Baihaqy Rais menambahkan, perlu tindakan preventif mencegah TBC. Awareness publik terhadap bahaya TBC harus ditingkatkan melalui diseminasi informasi penanggulangan penyakit tersebut.

“Kenapa Corona sangat viral karena datangnya tahun 2020. TBC dulu pada era 1990-an juga menjadi kewaspadaan global,” ungkapnya.

Hanya bedanya, saat itu belum banyak media. Sosial media pun belum ada. Sebagai anggota Komisi D yang salah satunya membidangi kesehatan, dirinya sangat mendukung upaya-upaya Aisyiyah DIY melakukan kampanye pencegahan TBC. Penyakit ini ada kaitannya dengan kondisi rumah dan berhubungan erat dengan malnutrisi.

Sebagai gambaran, Pemda DIY sudah memiliki Perda No 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis. Perda itu mengatur problem sosial yang sifatnya mikro, tidak menular serta tidak mematikan.

Sebaliknya, TBC dekat dengan kematian, menakutkan semua orang serta menular. Sepertinya, konsens Dinas Kesehatan maupun legislatif se-DIY terhadap TBC masih rendah. Penderita TBC di provinsi ini jumlahnya tidak kurang 3.000 orang.

Dilihat dari bobot masalah, problem tenaga kerja maupun rumah tidak layak huni, dari semua variabel itu selayaknya DIY memiliki perda penanggulangan TBC, bahkan sifatnya penting dan mendesak.

Fraksi PAN DPRD DIY siap membantu SR TB  HIV Care Aisyiyah DIY.  Apabila tidak ada pintu masuk dari dinas terkait, bisa melalui pintu inisiatif DPRD DIY. Adapun targetnya, perda itu bisa dibahas pada 2021.

Dalam kesempatan itu, Rahma menyatakan terbatasnya stok masker di pasaran sehingga harganya melambung seperti emas. Para pendamping pasien TBC terkena dampaknya.

“Ketika ketakutan masyarakat tidak terkendali akibat virus Corona yang berbahaya, efeknya ke kami yang sehari-hari membutuhkan masker,” kata dia.

Sebelum ada Corona harga normal satu boks masker Rp pada kisaran terendah Rp 23 ribu. Saat ini tembus Rp 105 ribu.

Didampingi Ketua PWA DIY, Zulaikha, lebih jauh Rahma mengakui kebutuhan masker bagi pendamping pasien TBC maupun keluarga pasien sangat vital. (sol)