Belajar dari Subiyanto, Mantan Buruh Pabrik Hidupnya Mapan Jadi Petani Milenial
Di tengah kekhawatiran punahnya profesi petani, Subiyanto menjadi contoh sukses petani milenial Sleman.
KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Suparmono, meyakini pada masa yang akan datang dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan pangan, petani merupakan profesi yang menjanjikan kesejahteraan.
"Pemerintah Kabupaten Sleman berkomitmen menumbuhkan petani milenial yang memiliki kemampuan teknologi dan adaptif terhadap tantangan pertanian seperti dampak perubahan iklim, alih fungsi lahan, menurunnya produktivitas, sulitnya pemasaran, sedikitnya tenaga kerja, melalui berbagai fasilitasi program Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan," kata Suparmono, Minggu (20/10/2024), usai melakukan sambang petani milenial di wilayah Kapanewon Godean.
Menurut Suparmono, petani yang mau belajar dan menerapkan teknologi bisa mengefisienkan biaya serta meraih keuntungan usaha. Di tengah kekhawatiran banyak pihak akan punahnya profesi petani, Subiyanto (36) menjadi contoh sukses petani milenial Sleman serta mampu membuktikan bahwa profesi petani membawa keluarganya sejahtera.
Subiyanto berkisah, dirinya dulu hanya buruh pabrik bergaji rendah. Tetapi sejak memberanikan diri menjadi petani mulai tahun 2018 kehidupannya semakin mapan.
Lapangan pekerjaan
“Alhamdulillah, bisa mencukupi kebutuhan keluarga dan memberi lapangan pekerjaan bagi orang-orang di sekitar kami” ungkap Subiyanto dengan rendah hati.
Warga Dusun Tangkilan Sidoarum Godean ini menjelaskan awal mula menjadi petani dari mengolah sawah mertua seluas 600 m2. Usahanya terus berkembang dan kini Subiyanto bersama istrinya mengelola lahan garapan seluas 12.500 m2 yang ditanami cabai dan timun baby.
“Dulu sudah mencoba beberapa komoditas lain, tapi yang paling menguntungkan dan mudah pemasarannya itu ya cabai dan timun baby,” terangnya.
Subiyanto mengungkapkan rasa syukurnya dengan adanya pasar lelang cabai dan sayuran di Kabupaten Sleman. “Jaminan pasarnya ada, seberapapun hasil panennya bisa disetorkan ke pasar lelang. Jadi petani fokus memproduksi,” katanya.
Inisiasi dinas
Sebagaimana diketahui pasar lelang cabai dan sayuran dibentuk berdasarkan inisiasi Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman dan dikelola oleh Koperasi PPHPM (Perkumpulan Petani Hortikultura Puncak Merapi). Terdapat 14 titik kumpul lelang cabai dan sayuran se-Kabupaten Sleman yang berpusat di Purwobinangun Pakem.
“Meskipun jauh dari rumah, tapi saya tetap setor di pusat karena juga membutuhkan konsultasi teknologi budi daya pertanian,” kata petani yang pernah mendapatkan penghargaan sebagai Top 3 petani yang akumulasi setorannya paling tinggi di PPHPM.
Menurut Subiyanto, dengan tergabung dalam Koperasi PPHPM, selain memudahkan pemasaran hasil, dia juga belajar mengoptimalkan hasil dengan inovasi-inovasi teknologi pertanian yang semakin maju.
Misalnya saat mengeluhkan sulitnya pasokan air untuk budi daya timun, Subiyanto dibimbing dan difasilitasi menerapkan teknologi irigasi tetes untuk budi daya hortikultura.
Bantuan mulsa
“Kami mengikuti pelatihan, mendapat bantuan mulsa serta diberi instalasi irigasi tetes dari Dinas Pertanian Sleman melalui PPHPM,” jelas Subiyanto.
Dia merasakan betul manfaat menerapkan irigasi tetes di lahannya. Saat ini dia menanam timun baby dengan luas total 5.500 m2 dengan usia 10 hst. Karena keterbatasan alat, tanaman timun di lahan sawah yang menggunakan irigasi tetes baru 1.200 m2 saja.
“Daya hidupnya lebih tinggi, karena airnya cukup. Selain itu lebih hemat tenaga kerja karena pupuk sudah dilarutkan” jelas Subiyanto.
Tanaman timun di lahan konvensional (tanpa teknologi irigasi tetes) keadaannya memprihatinkan, banyak biji yang tidak tumbuh dan harus disulami.
Ribuan lubang
Padahal Subiyanto dan istri sudah melakukan pemeliharaan secara optimal dengan melakukan penyiraman secara manual setiap pagi dan sore hari pada ribuan lubang tanam timunnya.
Menanggapi hal tersebut Suparmono menjelaskan sistem irigasi tetes adalah salah satu sistem irigasi yang digunakan untuk menghemat air dan pupuk dengan membiarkan air menetes perlahan-lahan ke akar tanaman, baik melalui permukaan tanah atau langsung ke akar tanaman melalui jaringan katup, pipa dan emitter.
Menurut Suparmono, sistem irigasi ini cocok diterapkan untuk mengairi tanaman pada kondisi lahan kering berpasir atau pada kondisi air yang sangat terbatas dan komoditas yang diusahakan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
“Harga timun di tingkat konsumen saat ini cukup tinggi mencapai Rp. 7,000 per kilogram,” ungkap Suparmono.
Musim kemarau
Produksi timun tahun 2024, lanjut Suparmono, memang menurun dibandingkan 2023, salah satunya karena musim kemarau berkepanjangan. Berdasarkan data sipedas.pertanian.go.id produksi mentimun Kabupaten Sleman periode Januari sampai September tahun 2024 sebesar 3133,65 kuintal sedangkan tahun 2023 sebesar 6672,6 kuintal.
“Teknologi irigasi tetes ini bisa menjadi solusi kesulitan air untuk budi daya pertanian, dan akan terus dikembangkan,” kata Suparmono.
Kelebihan sistem irigasi tetes dibanding irigasi konvensional diantaranya yaitu efisiensi penggunaan air cukup tinggi karena evaporasi minimum karena tidak ada gerakan air di udara, tidak ada pembasahan daun, tidak ada limpasan (run off) serta pengairan dibatasi di sekitar tanaman pokok.
Penghematan air bisa mencapai 30-50 persen dan efisiensi irigasi dapat mendekati 100 persen serta respons tanaman terhadap sistem ini lebih baik dalam hal produksi, kualitas dan keseragaman produksi.
“Dengan penerapan irigasi tetes yang tepat, kita dapat menjaga ketersediaan air, mencegah pemborosan, meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan serta meningkatkan keuntungan usaha tani,” kata Suparmono. (*)