Yuri O Thamrin Mengingatkan Jangan Sampai Kejayaan Sawit Indonesia Tinggal Kenangan

Produk pertanian dan perkebunan andalan Indonesia itu harus dirawat supaya tidak bernasib seperti karet, teh maupun gula.

Yuri O Thamrin Mengingatkan Jangan Sampai Kejayaan Sawit Indonesia Tinggal Kenangan
Dewan Pengawas IPOSS, Dubes Yuri O Thamrin MA, saat berbicara di UGM, Kamis (26/9/2024). (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Dewan Pengawas IPOSS (Indonesia Palm Oil Strategic Studies), Dubes Yuri O Thamrin MA, mengingatkan kepada pemerintah serta masyarakat Indonesia untuk senantiasa menjaga keberlangsungan kelapa sawit dan ekosistemnya.

Produk pertanian dan perkebunan andalan Indonesia itu harus senantiasa dirawat supaya tidak bernasib seperti karet, teh maupun gula yang pernah mengalami masa kejayaan namun kini tinggal kenangan.

“Rawat sawit kita, jangan sampai tinggal kenangan,” pesan dia saat menjadi Keynote Speech Bedah Buku & Diskusi Kelapa Sawit dalam Pembangunan Berkelanjutan: Tinjauan Sains, Ekonomi, dan Lingkungan, Kamis (26/9/2024), di Auditorium Sukadji Ranuwihardjo Magister Manajemen UGM Yogyakarta.

Pada acara yang diselenggarakan oleh Penerbit Buku Kompas dan IPOSS itu, Yuri O Thamrin menjelaskan secara detail mengenai arti strategis sawit bagi Indonesia.

“Dulu, gula pernah berjaya sekarang tinggal kenangan dan Indonesia menjadi pengimpor terbesar di dunia. Teh dulu juga luar biasa, sekarang harganya cuma 2 Dolar AS per kilogram. Karet juga luar biasa,” kata dia.

Bedah Buku & Diskusi "Kelapa Sawit dalam Pembangunan Berkelanjutan: Tinjauan Sains, Ekonomi, dan Lingkungan" di UGM. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Yuri berkisah saat dirinya menjadi dubes Inggris, Indonesia mampu membeli wiswa besar dari hasil penjualan karet. “Sebelum muncul karet sintetis, komoditas karet harganya mahal sekali. Beruntung saat itu booming karet dan kita mampu membeli berbagai aset berharga di Inggris,” ujarnya.

Dia menambahkan, sawit juga merupakan anugerah yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. Dari sektor perkebunan kelapa sawit terdapat 18 juta pekerja terutama petani atau setara dua kali lipat jumlah penduduk Swiss yang hanya 8,2 juta orang.

Begitu strategisnya komoditas sawit, lanjut dia, jika harganya turun maka rupiah melemah. Dengan adanya produk biodiesel di mana Indonesia setiap hari mengimpor 1 juta barel minyak termasuk solar, keberadaan sawit sangat membantu. “Dengan mencampur solar dengan sawit kita bisa hemat tidak kurang 11 miliar Dolar AS. Itu besar sekali,” ungkapnya.

Sawit, kata dia, juga memberikan kontribusi besar mengurangi dampak perubahan iklim, mengurangi kemiskinan serta memperkuat ketahanan pangan dan energi Indonesia. “Setiap hektar kebun sawit ada 60-80 pohon, kita punya 16,4 juta hektar. Pohon-pohon itu menyerap karbon,” jelasnya.

Kampanye hitam

Mengingat strategisnya komoditas sawit, mantan diplomat itu mengakui hingga sekarang kampanye hitam terhadap sawit dan Indonesia belum berhenti. Upaya memojokkan citra sawit Indonesia dan menyebarkan informasi negatif tentang sawit sudah berlangsung sejak lama, sistematis dan masif.

“Kita diserang dari isu lingkungan hidup, isu kesehatan, human right atau buruh anak. Ada fenonema moving atau memindahkan tiang gawang. Jadi tidak mudah untuk menghandel kampanye hitam. Kenapa taktik ini digunakan, menurut pendapat saya dan pendapat banyak orang, sederhana saja karena persaingan dagang. Karena sawit jauh lebih unggul, efisien dan produktif. Satu hektar sawit menghasilkan 4 ton, sedangkan minyak nabati lainnya sekitar 900 kg,” terangnya.

Kelebihan lainnya dari minyak sawit, Yuri mencontohkan, bisa dipanaskan sampai 100 derajat sehingga bisa krispi. Es ksrim apabila dicampur sawit maka tidak gampang meleleh.

Kenapa sawit dimusuhi? Menurut dia, karena memang kompetitif. Ïtulah alasan utama kenapa ada kampanye hitam terhadap sawit Indonesia.

Tidak normal

“Itu taktik dagang. Ada lagi, kampanye hitam tidak hanya di luar negeri tapi juga di dalam negeri. Kalau Eropa memusuhi sawit itu normal. Tapi kalau warga negara kita memusuhi sawit itu tidak normal, karena sawit adalah komoditas kita,” ungkapnya.

Diskusi yang diikuti peserta dari berbagai kalangan termasuk para mahasiswa kali ini dihadiri narasumber Prof Budi Mulyanto (Kapusdi Sawit IPB),  Petrus Gunarso Ph D (Pakar Kehutanan dan Lingkungan) serta Akhmad Akbar Susamto Ph D (Kaprodi Magister Ekonomika Pembangunan UGM). Sedangkan moderator Siwi Istiana Dinarti M Sc selaku Kaprodi Agribisnis Instiper.

Wakil Dekan Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan AIK FEB UMY Diah Setyawati Dewanto SE MSc Ph D yang juga hadir pada acara itu sepakat Indonesia harus memaksimalkan kelapa sawit untuk perekonomian. “Melalui dialog yang jujur dan terbuka berdasarkan data ilmiah dan riset, semoga bisa menghasilkan diskusi yang menarik, menjadi langkah awal membangun persepektif yang lebih baik,” harapnya.

Terungkap dari diskusi kali ini, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional. Kelapa sawit menghasilkan devisa negara, menciptakan lapangan kerja dan mendorong pembangunan di daerah pedesaan.

Kemandirian pangan

Namun, industri kelapa sawit juga tidak luput dari berbagai kritik dan tantangan. Industri ini sering dikaitkan dengan isu-isu seperti deforestasi, perusakan lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Kelapa sawit mendukung kemandirian pangan dan energi, menjadi komoditas perkebunan dengan ekspor terbesar, menghasilkan devisa yang tinggi, serta berbagai sumbangsih lainnya yang merupakan anugerah Tuhan YME bagi Bangsa Indonesia.

Mereka sepakat Buku Sawit, Anugerah yang Perlu Diperjuangkan perlu disosialisasikan secara optimal agar informasi terbitnya buku dapat menjangkau publik secara luas serta membuka ruang diskusi publik. (*)