ASEAN Spice Menghubungkan Budaya Asia Tenggara Lewat Warisan Rempah

Lebih dari 120 jenis rempah tumbuh di Indonesia menyebar ke seluruh dunia.

ASEAN Spice Menghubungkan Budaya Asia Tenggara Lewat Warisan Rempah
ASEAN Spice: The Connecting Culture of Southeast Asians yang berlangsung Selasa di UGM. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia bekerja sama dengan Sekretariat ASEAN menyelenggarakan acara bertajuk ASEAN Spice: The Connecting Culture of Southeast Asians.

Kegiatan ini berlangsung di Yogyakarta dan Jawa Tengah, 26-31 Mei 2024 dan melibatkan akademisi serta praktisi di bidang rempah dari 11 negara ASEAN.

Acara tersebut tidak hanya menjadi ajang tukar pengetahuan tentang budaya rempah di masing-masing negara, tetapi juga sejalan dengan upaya Indonesia menominasikan Jalur Rempah sebagai Warisan Dunia.

Hilmar Farid selaku Direktur Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia menekankan rempah-rempah telah menjadi jembatan perdagangan antara Timur dan Barat selama lebih dari 2.000 tahun serta membawa nilai-nilai tradisi dan budaya yang kaya.

“Mendiskusikan budaya rempah dengan negara-negara anggota ASEAN adalah langkah utama dalam nominasi bersama Jalur Rempah sebagai Warisan Budaya Dunia,” ujar Hilmar Farid pada pembukaan acara, Selasa (28/5/2024).

Budaya rempah

Menurut dia, kegiatan ini penting untuk mempererat hubungan budaya antarnegara ASEAN melalui warisan budaya rempah. Selama satu minggu peserta mengunjungi berbagai lokasi seperti Rumah Rempah di Desa Karang Rejo Kawasan Borobudur dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Di UGM, mereka berdiskusi mengenai jalur rempah dan pengaruhnya terhadap peradaban Asia Tenggara serta merencanakan kolaborasi untuk menciptakan inovasi dan produk berbasis budaya rempah.

Program itu juga mendukung dua dokumen penting ASEAN: Deklarasi Siem Reap dan Narasi Identitas ASEAN, yang menekankan pentingnya komunitas kreatif dan adaptif di kawasan ini.

Sri Margana, Pakar Sejarah dari Fakultas Ilmu Budaya UGM, memperkenalkan istilah Kosmopolis Rempah dalam seminar yang diadakan Selasa (28/5/2024).

Menurutnya, kontribusi utama rempah-rempah Indonesia bukanlah dalam bentuk jalur perdagangan tetapi pada kreativitas dan pembentukan budaya. Lebih dari 120 jenis rempah tumbuh di Indonesia dan penggunaannya telah menyebar ke seluruh dunia.

Inovasi kuliner

"Kontribusi rempah Nusantara bagi dunia adalah dalam bentuk budaya rempah yang meliputi inovasi kuliner, kesehatan, kecantikan dan simbol ritual budaya," ujarnya.

Sri Margana menekankan pentingnya revitalisasi pembudidayaan rempah di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan inovasi dan industri hilir.

Dafri Agus Salim selaku Direktur Eksekutif Pusat Studi ASEAN UGM menambahkan bahwa rempah-rempah telah menjadi bagian integral dari fondasi sosial dan ekonomi di Asia Tenggara selama berabad-abad. "Budaya rempah-rempah adalah benang merah yang penting dalam upaya membangun identitas ASEAN," katanya.

Para ahli pasca-kolonialisme seperti Edward Said mengkritik narasi dominasi Barat dalam produksi pengetahuan. Mereka menekankan pentingnya mempromosikan budaya rempah daripada hanya jalur perdagangan.

Dengan fokus baru ini, ASEAN dapat membangun identitas yang kuat berdasarkan warisan budaya bersama dan menggali potensi penuh dari kekayaan tradisi rempah-rempah yang menghubungkan masyarakat di seluruh wilayah.

Warisan budaya

Acara ASEAN Spice menjadi langkah penting memperkuat narasi jalur rempah di komunitas ASEAN dan menghubungkan kembali warisan budaya bersama melalui inovasi dan kreativitas di bidang rempah-rempah.

Acara ini pula diikuti oleh delegasi-delegasi negara ASEAN antara lain Syahirah Shahlehi, Nurul Ain Shafiah Binti Haji Junaidi, Kimhoeun Cheng, Sopheak Prom, Muhammad Baiquni, Victor Sahat Siringoringo, Virakhan Xayxayna, Khantisouk Phengsouvanh, Elena Gregoria Chai Chin Fern dan Anne Marie Kaben.

Kemudian, Wah Wah Min, Chu Chue, Jose Antonio Miguel Reynes Melchor, Lloyd Codod Diawan, Devagi Sanmugam, Kathleen Michelle Burke, Niphatchanok Najpinij, Neerawan Tranurakkul, Pham Manh Cuong dan Tường Minh Ngọc. (*)