Artjog 2024 Berhasil Memikat Generasi Muda

Dulu, pameran seni dianggap membosankan oleh anak muda. Sekarang?

Artjog 2024 Berhasil Memikat Generasi Muda
Heri Pemad saat berbicara pada penutupan ARTJOG 2024 beberapa waktu lalu. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Di tengah hiruk pikuk agenda seni dan budaya di Yogyakarta, sebuah fenomena unik telah menggelitik perhatian publik. Bukan tentang andong yang berkeliaran di Malioboro atau gudeg yang menggiurkan, melainkan tentang ribuan anak muda yang berbondong-bondong mengunjungi sebuah pameran seni kontemporer.

Ya, ARTJOG 2024 telah berhasil memikat hati generasi muda, mulai dari bocah PAUD hingga mahasiswa S3. "Saya tidak pernah menyangka akan melihat anak TK berdiskusi serius tentang instalasi seni. Ini bukan hanya tentang melihat seni, tapi tentang bagaimana seni bisa menginspirasi dan memunculkan pemikiran kritis sejak dini," ujar Heri Pemad, CEO dan Founder ARTJOG, Minggu (1/9/2024).

Selama lebih dari dua bulan, Jogja National Museum telah disulap menjadi magnet yang menarik rata-rata 1.500 pengunjung setiap harinya.

Bayangkan saja, itu setara dengan 30 kelas sekolah yang datang setiap hari. Dan bukan hanya pelajar, ARTJOG 2024 juga menyedot perhatian selebritis, akademisi, hingga turis mancanegara yang penasaran dengan tema Motif: Ramalan yang diusung tahun ini.

Terkesima

Tisna Sanjaya, seniman kawakan yang mendapat kehormatan menutup acara, bahkan sempat terkesima melihat antusiasme ini. "Dulu, pameran seni dianggap membosankan oleh anak muda. Sekarang? Mereka justru yang paling semangat datang dan berdiskusi," kata dia.

Fenomena ini tentu bukan kebetulan. ARTJOG telah berhasil menciptakan formula magis yang menggabungkan seni kontemporer dengan unsur-unsur yang dekat dengan generasi muda. Mulai dari instalasi interaktif yang Instagram-able hingga pertunjukan musik dari Egha De Latoya dan grup jazz NonaRia yang menggetarkan jiwa muda.

"Ini bukan hanya tentang apresiasi seni, tapi juga tentang menumbuhkan ekosistem seni yang berkelanjutan. Ketika anak muda tertarik pada seni sejak dini, mereka akan membawa semangat itu hingga dewasa," tambah Heri Pemad.

Menariknya, fenomena ini juga berdampak pada ekonomi kreatif Yogyakarta. Kafe-kafe di sekitar museum mendadak ramai dengan diskusi seni dari pengunjung muda. Bahkan, beberapa seniman jalanan mulai mengadopsi gaya kontemporer dalam karyanya, terinspirasi dari apa yang mereka lihat di ARTJOG.

Jembatan dialog

"Kami ingin membuktikan bahwa seni bukan sesuatu yang eksklusif atau membosankan. Seni adalah jembatan dialog, dan anak muda adalah masa depan dialog itu sendiri," jelas Hendro Wiyanto, kurator tamu ARTJOG.

Tak hanya pameran, ARTJOG juga diisi workshop dan diskusi yang membuat pengunjung muda terlibat aktif. Bahkan, ada sesi di mana mahasiswa S2 dan S3 berdebat seru tentang makna sebuah karya seni dengan seniman pembuatnya. Sungguh pemandangan yang tak lazim namun menyegarkan di dunia seni Indonesia.

Namun, di balik kesuksesan ini, ARTJOG tidak berpuas diri. Mereka sudah menatap masa depan dengan tema Motif: Amalan untuk tahun 2025. "Kami ingin seni tidak hanya diapresiasi, tapi juga menjadi motor penggerak kebaikan bersama," ungkapnya.

ARTJOG telah membuka pintu baru bagi generasi muda untuk melihat, merasakan, dan hidup bersama seni. Dan siapa tahu, mungkin dari sini akan lahir Affandi atau Basuki Abdullah masa depan yang akan mengharumkan nama Indonesia di pentas seni dunia.

ARTJOG 2024 mungkin telah usai, tapi jejaknya akan terus hidup dalam imajinasi dan kreativitas generasi muda Indonesia. Dan itu, mungkin, adalah pencapaian terbesar dari sebuah festival seni. (*)