Angka Stunting Tertinggi di Daerah Lumbung Pangan, Terjadi Akibat Kelengahan Orang Tua

Jadi, stunting tidak identik atau sebangun dengan kemiskinan. Setiap orang berisiko ada keluarga stunting.

Angka Stunting Tertinggi di Daerah Lumbung Pangan, Terjadi Akibat Kelengahan Orang Tua
Anggota Komisi IX DPR RI Sukamto saat Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana, Senin (28/8/2023), di Kalurahan Kalitirto Berbah Sleman. (sholihul hadi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Di wilayah Kabupaten Sleman, angka stunting tertinggi justru berada pada daerah lumbung pangan yaitu di wilayah Kapanewon Minggir.

Patut diduga, tingginya angka stunting di daerah gudang padi itu terjadi akibat kelengahan orang tua yang kurang peduli terhadap asupan gizi anak-anak mereka.

Realita tersebut terungkap saat berlangsung Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana Bersama Mitra Kerja H Sukamto SH Anggota Komisi IX DPR RI, Senin (28/8/2023), di Gedung Serbaguna Kalurahan Kalitirto Kapanewon Berbah Sleman.

“Perlu upaya pencegahan untuk menghindari anak jangan sampai stunting. Stunting itu bukan penyakit, lain dengan idiot,” ungkap Sukamto.

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi DIY Andi Ritamariani memberikan penjelasan. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Stunting terjadi akibat kekurangan gizi pada balita yang berlangsung lama pada masa 1.000 hari pertama kehidupan sejak kehamilan hingga bayi berusia dua tahun sehingga menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.

Sukamto merasa prihatin hanya akibat kelengahan orang tua, anaknya menjadi stunting. Bisa jadi, orang tuanya saat menikah terlalu muda. Atau, dalam satu tahun memiliki dua anak.

Itu sebabnya anggota DPR RI dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (PKB) Daerah Pemilihan (Dapil) DIY itu menyarankan para orang tua senantiasa peduli terhadap kebutuhan gizi keluarganya, termasuk calon pengantin juga perlu persiapan yang matang dari aspek usia maupun kesehatan.

Apabila menikah tidak terlalu muda atau terlalu tua, maka anaknya kecil kemungkinan stunting. Begitu pula, ibu hamil serta ibu yang memiliki balita, perlu memperhatikan asupan gizi.

Anggota DPRD Sleman Rahayu Widi Nuryani menyampaikan sambutan. (sholihul hadi/koranbernas.id)

“Ibu hamil minimal satu hari mengkonsumsi satu telur, dua lebih baik. Balita dipacu dengan minimal satu butir telur sehari,” kata Sukamto seraya bersyukur Kapanewon Berbah berada pada urutan ketiga terendah angka stunting.

Sambil bercanda, Sukamto berpesan agar  anak-anak balita terus diperhatikan gizinya sehingga kelak menjadi anak cerdas dan mampu bersaing. “Sekarang punya anak harus pintar, dikursuskan komputer dan bahasa Inggris,” pintanya.

Sependapat, narasumber lainnya yaitu Andi Ritamariani selaku Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi DIY menjelaskan mengenai penyebab stunting, dampaknya serta bagaimana mencegahnya.

Mininal, kata dia, pasangan harus mengatur jarak kelahiran dua tahun supaya pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif terpenuhi. ASI memperkuat sistem kekebalan tubuh balita, membuat otak balita lebih cerdas dan berat badannya ideal.

Anggota Komisi IX DPR RI Sukamto bersama perangkat kalurahan dan tokoh masyarakat. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Yang terpenting, menurut dia, saat ibu hamil kebutuhan gizi harus terpenuhi untuk pertumbuhan janin di dalam rahim. Makanan bergizi tidak harus mahal. Apabila tidak mampu membeli harus ada sayur dan buah.

Selain protein dan karbohidrat, Ritamariani juga mengingatkan para ibu hamil supaya mengkonsumsi susu disertai makanan tambahan berupa biskuit khusus untuk ibu hamil yang bermanfaat bagi pertumbuhan janin.

Dia sepakat, stunting perlu dicegah sebab apabila pertumbuhan fisik dan kercerdasan balita terganggu maka sulit untuk jadi normal.

Pada forum yang sama, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB), Wildan Solichin, menyampaikan di Kabpaten Sleman 95 persen stunting berada pada keluarga yang tidak miskin.

ARTIKEL LAINNYA: Gardu Penting Dicanangkan, Aksi Nyata Kapanewon Berbah Menanggulangi Stunting

“Hanya lima persen yang berasal dari keluarga miskin. Jadi, stunting tidak identik atau sebangun dengan kemiskinan. Setiap orang berisiko ada keluarga stunting manakala ibu-ibu muda yang hamil tidak disertai persiapan gizi yang sehat,” kata Wildan.

Dia meminta stunting dipahami serius karena masih banyak orang tidak merasa stunting itu berbahaya padahal sangat berdampak pada anak. Mental, otak dan fisiknya tidak akan berkembang.

“Kami berharap semua punya pemahaman yang sama, jangan mengabaikan stunting. Mencegah jauh lebih penitng daripada menangani. Banyak kasus, penyelesaian stunting tidak bisa maksimal,” tandasnya.

Sepakat dengan Wildan, Panewu Berbah, Tri Akhmeriyadi, menyatakan stunting merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat.

Hadir pula pada sosialisasi yang juga dimeriahkan pembagian doorprize anggota DPRD Sleman dari Fraksi PKB Rahayu Widi Nuryani. Dia mengajak masyarakat untuk memperhatikan persoalan stunting. (*)