Anggota MPR Cholid Mahmud Beri Penjelasan Soal Kontroversi Penundaan Pemilu

Anggota MPR Cholid Mahmud Beri Penjelasan Soal Kontroversi Penundaan Pemilu

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Anggota MPR RI dari unsur DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI, Cholid Mahmud, memberikan penjelasan kepada publik sehubungan adanya kontroversi terkait isu penundaaan Pemilu 2024.

Penjelasan itu dia sampaikan melalui kegiatan Sosialisasi Pancasila, UUD Negara RI 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI, Minggu (2/4/2023) sore, di Kantor DPD RI DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta.

Melalui kegiatan dengan topik Keputusan Penundaan Pemilu oleh Pengadilan Negeri Jakarta dalam Timbangan Ketatanegaraan RI itu juga diundang pakar bidang hukum tata negara, Dr Iwan Satriawan yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

“Topik tersebut menarik dan penting untuk didiskusikan karena terkait dengan penyelenggaraan pemilu yang telah fix dijadwalkan bahwa akan dilangsungkan tanggal 14 Februari 2024,” ujar Cholid Mahmud.

Kemudian, lanjut dia, pemilu menjadi isu hangat dan kontroversial karena adanya keputusan sebuah pengadilan negeri yang memerintahkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) mengulang kembali proses pemilu dari awal.

“Konsekuensi dari keputusan ini jika dilaksanakan adalah terjadinya penundaan pelaksaan pemilu dari jadwal yang sudah dibuat,” kata Cholid.

Pasca-keluarnya keputusan tersebut terjadilah konteroversi di tengah publik. Selain itu, juga muncul saling silang pendapat di antara sejumlah pakar.

Sebelumnya, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera,  mengatakan putusan itu tidak bisa menghalangi KPU melaksanakan tugasnya dan melanjutkan tahapan Pemilu hingga ditunaikan pada 14 Februari 2024.

Mardani menyebutkan surat keputusan yang dikeluarkan KPU mestinya diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara.

Ketua Fraksi Partai Nasdem MPR RI, Taufik Basari, juga menilai salah satu putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dalam gugatan perdata Partai Prima, yaitu menghentikan proses tahapan pemilu dan memulai sejak awal selama 2 tahun 4 bulan 7 hari. Dia menilai hal itu tidak masuk akal.

Penilaian serupa disampaikan Pakar Hukum Tata Negara. Refly Harun. Menuru dia, petitum kelima sudah di luar kewenangan PN Jakpus. “Saya mengatakan terus terang saja ini keputusan gila, terutama amar kelima yang memerintahkan diulang dari awal selama 2 tahun 4 bulan 7 hari,” kata dia.

Cholid Mahmud menambahkan, di tengah kontroversi seperti itu, inilah merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan penjelasan kepada publik tentang kedudukan masalah ini ditimbang dari sudut pandang ketatanegaraan.

“Untuk tujuan tersebut maka sosialisasi MPR ini dilaksanakan dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten,” kata dia. (*)