Anak Muda Bergerak untuk Hijrah Iklim, Dorong Pemimpin Pro Lingkungan 2024

Anak Muda Bergerak untuk Hijrah Iklim, Dorong Pemimpin Pro Lingkungan 2024
Media briefing Hijrah Iklim yang dipelopori Muslim for Shared Action for Climate Impact (Mosaic) di Yats Coloni Yogyakarta. (muhammad zukhronnee ms/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Krisis iklim adalah salah satu isu global yang mengancam kehidupan manusia dan bumi. Menurut data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia mengalami peningkatan suhu rata-rata sebesar 0,3°C per dekade sejak tahun 1981.

Akibatnya, Indonesia menghadapi berbagai dampak negatif, seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, kenaikan permukaan air laut, dan kerusakan ekosistem.

Namun, di tengah krisis iklim ini, ada sekelompok anak muda yang tidak tinggal diam. Salah satunya adalah anak muda yang peduli dengan isu lingkungan dan bergerak untuk melakukan hijrah iklim.

Hijrah iklim adalah sebuah konsep yang mengajak masyarakat untuk berubah ke arah yang lebih baik dalam hal sikap, perilaku, dan gaya hidup yang ramah lingkungan.

Salah satu wadah yang menggandeng anak muda Islam untuk berpartisipasi dalam gerakan hijrah iklim adalah Bengkel Hijrah Iklim (BHI). BHI adalah sebuah proyek yang berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas anak muda dalam membahas isu lingkungan, khususnya perubahan iklim, adaptasi mitigasi, dan transisi berkelanjutan.

Project Leader Bengkel Hijrah Iklim (BHI), Aldi Permana mengungkapkan, program itu dipelopori Muslim for Shared Action for Climate Impact (Mosaic) menggandeng anak muda guna ikut terlibat dalam isu perubahan iklim, adaptasi mitigasi, dan juga transisi berkelanjutan. BHI menurutnya, berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas anak muda dalam membahas isu lingkungan.

“Tahapan BHI pertama pelatihan yang pada Oktober 2022 diikuti 20 anak muda Islam dari berbagai daerah di Indonesia. Lalu lima orang alumni kita beri kesempatan untuk mendaftarkan proyek atau ide mereka dalam bentuk proposal yang diberikan funding kepada mereka ini,” katanya dalam Media Briefing yang digelar Selasa (21/11/2023).

BHI telah melaksanakan berbagai kegiatan, seperti pelatihan, mentoring, dan pendanaan untuk anak muda yang memiliki ide atau proyek terkait lingkungan. Beberapa contoh proyek yang dilakukan oleh alumni BHI adalah My Green Leaders dan Salawaku Movement.

My Green Leaders adalah sebuah proyek yang digagas oleh Kholida Annisa, seorang aktivis lingkungan yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Lingkungan Hidup PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) periode 2021-2023.

Kholida menuturkan pihaknya mendorong adanya pemimpin pro iklim pada 2024. Dalam pelaksanaan proyeknya, Kholida menggandeng anak muda yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).

“Bulan Juni 2022 kami mengadakan Future Green Leaders Camp untuk mendorong kaum muda untuk mempunyai perspektif lingkungan, sehingga pemimpin ini tidak terpusat di saya tetapi memastikan kepada semua peserta,” ujar wanita yang pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Lingkungan Hidup PP IPM periode 2021-2023.

Proyek ini bertujuan untuk mendorong adanya pemimpin pro iklim pada 2024 dengan mengajak anak muda yang tergabung dalam IPM untuk mempunyai perspektif lingkungan.

“Kami ini bukan hanya obyek suara di pemilu tetapi subyek suara dan mendorong hal itu. Kami bayangkan kami jadi kekuatan besar mendorong pemimpin pro iklim dan massif melakukan pelatihan Future Green Leaders dan menyiapkan anak muda jadi Green Leaders sesuai yang kami geluti ke depannya,” katanya.

Sementara Salawaku Movement sebuah proyek yang digarap oleh Aniati Tokomadoran, seorang aktivis perempuan yang juga pernah menjadi peserta Program Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) tahun 2021.

“Selama riset ternyata teman-teman pesantren belum paham dengan diksi perubahan iklim, mereka melihat itu sebagai hal yang normal dan bukan masalah besar. Dari situ kita sadar bahwa ada perbedaan pengetahuan dengan pesantren,” katanya di kesempatan yang sama.

Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan di pondok pesantren dengan mengembangkan modul bertajuk Climate Boarding School.

Kedua proyek ini menunjukkan bahwa anak muda Islam memiliki potensi dan kreativitas untuk mengembangkan solusi-solusi inovatif dan berkelanjutan dalam menghadapi krisis iklim.

Mereka juga menunjukkan bahwa anak muda tidak hanya peduli dengan agama, tetapi juga dengan isu-isu sosial dan global yang berkaitan dengan kesejahteraan umat manusia dan bumi.

Menurut peneliti Pusat Studi Kepemudaan dan Departemen Sosiologi UGM, Ragil Wibawanto, gerakan lingkungan yang dilakukan oleh anak muda Islam ini merupakan wujud aksi berkelanjutan dan praktek baik dari kepedulian terhadap krisis iklim.

Ia juga mengatakan bahwa generasi Z, yang merupakan generasi anak muda saat ini, memiliki jumlah yang banyak dan akan menjadi pemimpin baru yang menjadi potensi sebagai penerus Indonesia.

Dengan demikian, gerakan hijrah iklim yang dilakukan oleh anak muda Islam ini patut diapresiasi dan didukung oleh semua pihak. Gerakan ini juga dapat menginspirasi anak muda lainnya, baik dari kalangan Islam maupun non-Islam, untuk berpartisipasi dalam gerakan lingkungan dan berkontribusi dalam menciptakan masa depan yang lebih baik.

“Ada pula peluang untuk memanfaatkan pendidikan non formal seperti yang dilakukan Kholida dan Aniati ini. Karena ketika masuk ke pendidikan formal kadang ada batas-batas yang tidak bisa dilewati,” tandasnya. (*)