Alarm Berbunyi, Risiko Kehilangan Generasi Unggul Lebih Mengancam dari Covid-19
KORANBERNAS.ID, JAKARTA–Kekhawatiran terhadap kehilangan pembelajaran hingga generation loss mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyalakan alarm mengajak seluruh pemangku kepentingan pendidikan, utamanya kepala daerah, segera melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas.
Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, menegaskan risiko kehilangan generasi unggul jauh lebih mengancam daripada risiko terpapar Covid-19, tentu telah dimitigasi dengan sangat matang.
“Jadi kita tarik ke depan, kita akan hidup dengan virus ini. Sekarang pertanyaannya adalah sektor yang akan dikorbankan paling besar dari semua sektor ini. Anak kita sekarang adalah sektor yang paling dikorbankan oleh pendidikan saat ini, dan dampaknya itu permanen. Untuk itu saya memohon kepada kepala daerah mendorong pembukaan PTM terbatas, karena sekolahnya sudah mau buka, dan orang tua juga sudah ingin sekolah dibuka,” ujarnya, Kamis (4/11/2021), di Jakarta.
Berbicara pada acara bincang bersama Najelaa Shihab, Pendidik dan Pendiri Sekolah Murid Merdeka serta Ratna Megawangi, Ketua Bidang I OASE sekaligus Pakar Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, lebih jauh Nadiem menyampaikan ada korelasi yang sangat besar antara kualitas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan hasil pembelajaran peserta didik.
“Peserta didik yang mendapatkan pendidikan di usia dini, dapat mengakselerasi perkembangan pengetahuan dengan lebih cepat. Tes paling gampang dan sederhana, tanya saja anak-anaknya mau tidak pergi ke PAUD?. Kalau dia semangat, berarti PAUD itu bagus. Karena yang paling penting di PAUD itu adalah menyenangkan,” ujarnya pada acara yang berlangsung online itu.
Mendikbudristek mengatakan, inti dari kurikulum PAUD adalah bermain. Semua kegiatan, disusun dalam simulasi permainan, karena menurut dia, evolusi manusia dalam belajar adalah dengan bermain.
Sedangkan Najelaa Shihab mengatakan, pada masa pandemi kehilangan pembelajaran bagi anak-anak usia dini dampaknya sangat besar. Anak-anak kehilangan kesempatan interaksi dan bersosialisasi. Karena belajar jarak jauh di rumah masing-masing, umumnya hanya melibatkan anak dan ibu.
“Tidak ada guru yang membagi perhatian kepada beberapa anak sekaligus, tidak ada kesempatan untuk berbagi mainan, tidak ada kesempatan untuk melatih negosiasi atau mengatasi konflik. Kalaupun ada saudara, itu konflik yang sudah biasa dialami sehari-hari, berbeda dengan kalau misalnya dalam seting berbeda,” kata Elaa.
Dia optimistis PTM Terbatas bisa tetap mencapai kualitas yang baik selama proses pembelajaran jarak jauh juga dikelola dengan baik. Kombinasi tersebut, bisa jadi solusi untuk banyak orang tua terutama terkait keraguan bagaimana nanti jika anak-anak kembali ke sekolah durasi dan frekuensinya sama seperti semula atau tidak.
Ratna Megawangi khawatir terkait fakta bahwa baru 40 persen PAUD melakukan PTM Terbatas. Usia emas seorang anak adalah masa yang paling baik untuk menanamkan kebiasaan positif yang berhubungan dengan karakter, menanamkan kebiasaan yang baik, dan mengajarkan mereka untuk mengontrol emosi. Ratna sangat setuju PAUD segera dibuka di seluruh wilayah Indonesia.
“Memang banyak sekali kendala ketika belajar di rumah disebabkan tidak ada struktur yang jelas, tidak sistematis. Kalau di PAUD, apalagi PAUD berkualitas itu sudah jelas bahwa ada kurikulumnya terstruktur, jadi pembiasaan-pembiasaan berbuat baik, juga kebersihan, bagaimana mencuci tangan, bagaimana membersihkan mainan secara bersama, tanggung jawab, bagaimana berkata santun kepada teman, bagaimana saling memaafkan. Itu semua hanya bisa didapatkan mungkin di sekolah,” jelas Ratna.
Ratna juga mengkhawatirkan generation loss, apabila kebiasaan baik tersebut tidak tertanam dengan baik secara struktur dan sistematis. Belajar di sekolah biasanya sudah tersedia buku-buku cerita yang bisa memberi inspirasi, membuat imajinasi anak berkembang.
“Di sekolah ada permainan-permainan dan interaksi dengan teman yang sangat penting untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas yang mungkin sulit didapatkan di rumah,” jelasnya. (*)