Aisyiyah Ajak Umat Kian Toleran
KORANBERNAS.ID -- Saat ini semakin marak kecenderungan beragama yang keras, ekstrem, merendahkan martabat manusia termasuk terhadap perempuan, tidak toleran, dan praktik-praktik kegamanaan lainnya yang tidak mencerminkan Islam sebagai agama untuk membangun peradaban mulia.
Kondisi tersebut menjadi keprihatinan bagi Aisyiyah sebagai organisasi perempuan yang telah hadir jauh sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Aisyiyah mempunyai gerakan perempuan muslim yang berkemajuan dengan pandangan Islam yang berkemajuan.
“Setiap kekerasan yang merugikan orang lain, juga merugikan masyarakat, tentu bukan dari ajaran agama yang kita yakini. Maka itu merupakan sesuatu yang harus dikutuk, tetapi itu saja tidak cukup mewakili," kata Siti Noordjannah Djohantini, Pimpinan Pusat Aisyiyah, saat pra acara Tanwir II Aisyiyah di Kantor Pimpinan Pusat Aisyiyah, Yogyakarta, Jumat (15/11/2019).
Menurutnya, pemerintah juga harus bertanggung jawab bagaimana menyelesaikan persoalan-persoalan ini dengan pendekatan dan membuka ruang seluas-luasnya bagaimana persoalan-persoalan kekerasan ini. "Kita perlu dialog, dan jangan dijadikan persoalan-persoalan ini berturut-turut dilakukan tanpa mengikutkan masyarakat, agar tercipta solusi bagaimana masyarakat juga ikut menyelesaikan," ujarnya.
“Islam adalah agama yang Rahmatan Lil Alamin atau menjadi rahmat bagi semesta. Oleh karena itu setiap penganutnya haruslah mewujudkan hal tersebut menjadi rahmat bagi semesta dan mencintai semua,” lanjutnya.
Menurut Noordjannah, ikhtiar bagaimana damai bersama ini juga dilakukan di sekolah-sekolah Aisyah. Di beberapa tempat mereka juga telah melakukan pertemuan-pertemuan dengan kelompok-kelompok yang beda agama.
"Kemudian di beberapa tempat kita, sekolah-sekolah ini juga campur agama, misalnya di NTT, kemudian di Denpasar Bali dan sekitarnya, kemudian juga di Papua," lanjutnya.
Meskipun Aisyiyah secara khusus tidak memiliki program-program deradikalisasi, kata Noordjannah, tetapi Aisyiyah terus memperjuangkan bagaimana kekerasan-kekerasan itu harus dieliminasi dan harus di menjadi perhatian bersama.
"Kami ikut memberikan solusi terhadap program-program yang ada di masyarakat. Jangan-jangan masalah yang bertumpuk dan menjadi pemicu dari persoalan-persoalan hingga membuat mereka berbuat ekstrem," ujarnya.
Karena radikal atau ekstrem, lanjut Noordjannah, bukan hanya atas nama agama saja. Apalagi kadang-kadang kemudian digiring menjadi atas nama agama tertentu, dalam hal ini Islam.
"Karena ekstremitas itu ada dimana-mana, bisa terjadi faktor penyebabnya bukan problem tunggal, tapi ada banyak faktor dan itulah yang harus menjadi perhatian bersama," ujarnya.
Pada usianya di abad kedua ini Aisyiyah dituntut untuk semakin mampu meneguhkan dan menyebarluaskan dakwah pencerahan dengan paham Islam berkemajuan yang menumbuhkan sikap wasathiyah (Islam tengahan). Hal ini sesuai dengan ideologi Muhammadiyah.
"Dakwah pencerahan dengan paham Islam berkemajuan perlu dikembangkan acara terus menerus oleh Aisyiyah untuk mengatasi paham keagamaan yang cenderung konservatif," tandasnya. (eru)