100 Pertunjukan Selama Tiga Hari

100 Pertunjukan Selama Tiga Hari

KORANBERNAS.ID--Pembukaan Festival Payung Indonesia 2019, Jumat (6/9/2019) petang, resmi dibuka. Arak-arakan atau kirab paying nusantara, mengawali acara pembukaan. Disusul kemudian dengan pertunjukan tari-tarian payung, art fesyen Sepayung Daun, Belantara Budaya Jakarta, Tari Payung Clumpring, serta iringan music Dol dari Bengkulu.

Masing-masing penampil, terlihat unggul dengan ciri khas. Sehingga penonton seperti tidak hanya melihat sajian aneka paying tradisional, tapi juga padu padannya dengan koreografi dan corak kedaerahan.

Membuka kegiatan festival, usai menyaksikan berbagai pertunjukan, Staf Ahli Kemenpar Bidang Kebudayaan, Taufik Razen, menyebut acara ini sangat keren. Bukan sekadar menghibur, pertunjukan ini juga sarat dengan muatan budaya.

“Baru 6 tahun berjalan, tapi bagi saya festival ini seperti membangunkan kembali tradisi atau budaya yang telah berusia ratusan bahkan ribuan dan ratusan ribu tahun lalu. Bukti-bukti mengenai tradisi payung bisa dilihat dari berbagai prasasti yang ada di Indonesia,” kata Taufik.

Kegiatan ini, juga menjadi perwujudan dari keberagaman di Indonesia. Merupakan contoh dari semangat dan nilai-nilai dari Pancasila, yakni kegotongroyongan. Terbukti, festival ini mendakat dukungan penuh dari berbagai komunitas di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bahkan, festival juga menjadi jembatan bersahabatan dan jembatan budaya antar negara.

Heru Prasetya selaku penyelenggara, menyebut, ada semangat besar dari banyak komunitas, untuk menjadikan kegiatan ini sebagai bagian dari upaya membangkitkan kembali kekayaan tradisi bangsa berupa paying tradisional.

Sebagaimana diketahui, perajin-perajin payung tradisional, belakangan sempat menghadapi ancaman serius dari perkembangan zaman dan bertumbuhnya payung-payung pabrikan.

Padahal, payung tradisional, bukanlah semata alat untuk berteduh dari hujan dan panas. Lebih dari itu, payung tradisional merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari tradisi masyarakat di berbagai lapisan.

Selama tiga hari kegiatan hingga Minggu (8/9/2019), ada ratusan pertunjukan akan tampil di panggung utama. Sedangkan di pinggiran Lapangan Garuda Mandala tempat dihelatnya festival, berderet stand-stand yang akan memeriahkan acara dengan berbagai atraksi dan workshop.

“Festival digagas oleh komunitas. Dibangun dari sikap mandiri dan dukungan relawan. Ada sekitar 306 relawan atau voluntir yang kami libatkan dari ribuan yang mendaftar. Kami juga kedatangan sejawat dari Jepang, India, Thailand, Hongaria, dan sejumlah negara lain yang juga memiliki tradisi terkait payung,” katanya.

Penghargaan

Event yang sudah tercatat di Calendar of Event Kemenpar RI ini, juga meraih penghargaan dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (LEPRID).

Pendiri sekaligus Direktur LEPRID, Paulus Pangka, ikut hadir di Candi Prambanan, untuk memberikan penghargaan dan menyaksikan jalannya festival.

Paulus mengatakan, festival kali ini berbeda dengan kegiatan serupa sebelumnya. Pihak Mataya mengemas kegiatan ini dengan tema “Umbrella Sister Festival” yaitu festival payung antara Indonesia dengan Bo Sang Umbrella Festival Thailand.

“Ini sejauh pengamatan kami, adalah yang pertama kalinya dilakukan di dunia. Ini yang kami hargai,” katanya.

LEPRID, kata Paulus, sebelumnya juga telah memberikan penghargaan kepada Mataya Art & Heritage Solo atas prestasinya menyelenggarakan Festival Payung Indonesia sejak 2014. (*/SM)