TNI dan Polri Bisa Ambil Alih Negara Jika Semua Pihak Tak Mau Mengendalikan Diri

TNI dan Polri Bisa Ambil Alih Negara Jika Semua Pihak Tak Mau Mengendalikan Diri

KORANBERNAS.ID, BANTUL – Anggota MPR RI Drs HM Gandung Pardiman MM meminta semua pihak bersedia mengendalikan diri sehubungan munculnya polemik Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

“Semua pihak harus menahan diri. Yang namanya Pancasila itu kemampuan mengendalikan diri. Siapa pun yang tidak mampu mengendalikan diri jangan bicara masalah Pancasilais. Waspadai musang berbulu domba. Ini yang berbahaya,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (28/6/2020), di Graha GPC Imogiri Bantul.

Di sela-sela acara Sosialisasi 4 Pilar MPR RI oleh Drs HM Gandung Pardiman MM bekerja sama dengan Gerakan Pasukan Anti Komunis (Gepako), dia tidak ingin terjadi kekacauan hanya gara-gara HIP.

“Kalau terjadi apa-apa kami mendorong TNI dan Polri untuk mengambil alih negara demi keamanan Pancasila. Tidak perlu ragu-ragu. Apabila sudah terjadi benturan-benturan dan terjadi situasi yang gawat maka saatnya TNI menyelamatkan bangsa, negara dan Pancasila,” tandasnya.

Dirinya bersyukur pimpinan DPR RI sudah sepakat menghentikan pembahasan RUU tersebut. “Alhamdullilah kemarin pimpinan DPR RI sepakat menghentikan pembahasan. Alhamdulillah. Ini jangan sampai terjadi guncangan yang terus berkelanjutan. Sangat berbahaya,” kata Gandung.

Sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar, Gandung mengatakan pihaknya mengagendakan awal Juli 2020 mengundang Dewan Pakar DPP Partai Golkar untuk memberikan gemblengan di DIY. Tujuannya supaya Golkar menjadi yang terdepan menjaga Pancasila.

Menjawab pertanyaan apakah ada kemungkinan menggandeng partai lain, Gandung menyatakan itu tergantung masing-masing. “Kami tidak akan mencampuri sikap partai masing-masing. Jadi kalau kita sepakat Pancasila adalah dasar negara dan organisasi maka harus kita junjung tinggi,” kata dia.

Sebenarnya Gandung sudah merasakan batinnya bergejolak sejak beberapa bulan silam. Itu sebabnya setiap mengadakan pertemuan dia selalu meminta warga menghafalkan teks Pancasila. Sebagai bentuk apresiasi, mereka yang hafal Pancasila secara benar diberikan hadiah kontan Rp 100 ribu sampai Rp 1,2 juta per orang. “Hari ini mudah-mudahan kita semakin bersemangat mempertahankan Pancasila dari rongrongan internal maupun dari luar,” kata dia.

Sikap NU dan Muhammadiyah

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, Azwan Latif, menambahkan sikap Muhammadiyah sudah sangat jelas yaitu menolak dan mengubur dalam-dalam RUU HIP. Pemerintah dan DPR RI tidak boleh menunda pembahasan RUU tersebut tetapi harus menghentikan.

“Jangan sampai muncul lagi mimpi atau keinginan nguthik-uthik Pancasila. Seperti disampaikan Pak Gandung, Pancasila itu perjanjian agung, Darul Ahdi Wa Syahadah,” paparnya.

Menurut dia, sangat berbahaya apabila Pancasila ditafsirkan macam-macam apalagi di dalam RUU HIP dijelaskan bisa menjadi Trisila dan Ekasila. “Padahal kita tahu betul pada 1 Juni Bung Karno berpidato tentang Pancasila, kalau lima kebanyakan boleh Trisila kalau terlalu kebanyakan boleh Ekasila. Itu opsi. Jangan diperas. Itu sangat salah dan betul-betul menyalahi sejarah,” ungkapnya.

Sependapat, Koordinator Humas Asosisasi Dosen NU Jateng-DIY, Halili SPd MA, menyatakan sikap resmi PBNU sudah sangat jelas. RUU HIP yang sekarang beredar dan menjadi gonjang ganjing publik itu tidak ada urgensinya. “Bukan momentum kita untuk membicarakan lagi HIP karena Pancasila itu final,” ujarnya.

Menurut dia, terdapat tiga persoalan kunci yang penting untuk dicermati terkait RUU tersebut. Pertama, tidak mungkin Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dinormakan menjadi undang-undang.

“Penormaan itu menjadi masalah serius. Bukan hanya persoalan ideologi yang terjadi di balik RUU HIP tetapi ada yang lebih dari itu yaitu kacaunya ketatanegaraan kita kalau sumber dari segala sumber hukum dinormakan menjadi undang-undang. Pancasila berada di atas undang-undang dasar,” kata Halili.

Kedua, Ekasila dan Trisila merupakan bagian dari sejarah yang akhirnya dipilih Pancasila dan final. “Menormakan sejarah jelas akan memantik konflik, fragmentasi dan perpecahan. Itu serius sekali,” tambahnya.

Ketiga, di saat pandemi Covid-19 yang tidak saja menghancurkan kesehatan tetapi juga mengancam ekonomi global, saat ini Indonesia sedang gencar-gencarnya ingin lebih maju.

“Maka sangat tidak produktif kalau kita kemudian terpecah belah hanya karena satu RUU yang dipaksakan. Sudah tepat PBNU untuk meminta RUU HIP ditarik dari prolegnas,” tandasnya. (sol)