Tidak Lagi Masuk Kategori Tenaga Medis, 3.000 Apoteker di DIY Protes

Tidak Lagi Masuk Kategori Tenaga Medis, 3.000 Apoteker di DIY Protes

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 03 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit telah disahkan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, 14 Januari silam. Ada perubahan penting terkait pelayanan kefarmasian  yang dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian di mana apoteker tidak masuk menjadi tenaga medis maupun tenaga kefarmasian.

Perubahan status itu dinilai menginferiorkan dan menggerus peran apoteker di rumah sakit yang dikategorikan tenaga nonmedis, sehingga setara laundry ataupun layanan penunjang lainnya. Bukan lagi tenaga khusus yakni tenaga kefarmasian seperti yang ada dalam regulasi sebelumnya.

“Jadi kami hanya dianggap penunjang nonmedis. Ini jelas mengecekawan kami,” kata Ramadhan Bayumurti S.Far, apoteker sekaligus inisiator Forum Komunikasi Seminar Apoteker (FKSA) DIY, kepada wartawan di apoteknya di wilayah Imogiri, Selasa (8/7/2020).

Perubahan status apoteker itu juga sudah dibahas oleh FKSA yang terdiri tenaga apoteker di rumah sakit, apoteker di apotek, industri, distributor ataupun tenaga pendidik, pada Senin (6/7/2020) malam di sebuah rumah makan di kota Yogyakarta.

“Kami sampai pada kesepakatan bahwa PMK itu harus di judicial review di MK.  Disahkannya PMK adalah bentuk kegagalan PP IAI dalam melindungi sejawat apoteker. Pengerdilan apoteker juga terkait dengan ketidakjelasan PP IAI dalam visi mereka membangun apoteker," katanya.

Maka FKSA menyerukan adanya reformasi di tubuh Pengurus Pusat (PP) Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Yang terjadi saat ini, lanjut Bayu, justru dari pengurus IAI banyak sekali memberikan beban kepada anggotanya terkait iuran yang dinilai memberatkan. Namun mereka tidak peduli ketika tiba-tiba muncul PMK yang ternyata merugikan sejawat dan tidak ada aspirasi yang diperjuangkan.

“Kami  juga melihat PP IAI tidak mampu mengawal UU Kefarmasian untuk tetap masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional, red)  tahun ini dan harus terdepak. Padahal UU ini sangat urgen sebagai pedoman praktik sejawat apoteker di seluruh Indonesia karena aturan-aturan kefarmasian yang ada sekarang tumpang tindih. Adanya hal seperti ini maka kami meminta jajaran pengurus IAI periode 2018-2022 harus mengundurkan diri dan segera menggelar Konferensi Luar Biasa (KLB),” katanya.

Aspirasi ini didukung oleh 3.000 apoteker se DIY dan telah dikomunikasikan juga dengan FKSA di Jateng dan Jatim. Semua sepakat dan satu suara untuk memperjuangkan nasib apoteker dan PMK harus dicabut. (eru)