Yula Setyowidi, Mencari Ketuhanan dan Berdamai dengan Warna yang Tidak Disukai

Yula Setyowidi, Mencari Ketuhanan dan Berdamai dengan Warna yang Tidak Disukai
Yula Setyowidi menjelaskan makna-makna karyanya kepada Nenni Bunga Savitri usai membuka pameran tunggalnya di LAV Gallery, Minggiran. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Yula Setyowidi, seniman asal pesisir timur pulau Jawa menggelar pameran tunggal di LAV Gallery, Minggiran Yogyakarta.

Ada 33 karya Yula yang terdiri dari 22 karya lukis, 10 karya sketsa, dan 1 reka karya yang bisa dinikmati pengunjung galeri. Pada pameran ini, Yula ingin mencari nilai ketuhanan yang diekspresikannya ke bentangan kanvas beraneka ukuran.

Pemilihan warna yang sebenarnya bukan yang dia sukai merupakan hasil pergulatan dalam diri bahwa manusia tidak bisa hanya melakukan apa yang menjadi kegemarannya.

Meski demikian, warna-warna menyala flourescent yang didominasi hijau neon, merah muda dan kuning bisa dia komposisikan menjadi indah.

"Saya tidak menganut isme atau style tertentu, jadi saya menggabungkan realis dan abstrak. Karena secara pengamatan saya jiwaku butuh abstrak untuk berekspresi," kata Yula Setyowidi saat ditemui dalam pameran tunggalnya, Sabtu (8/7/2023).

Secara logika, lanjut Yula, secara material dirinya memiliki kepuasan secara teknis pada realis. Di situ dia menemukan titik dari kedua potongan itu bisa bergabung bahwa abstrak adalah potongan dari realis dan realis adalah susunan dari abstrak.

Yula merupakan salah seorang seniman tipikal series, jika melihat seluruh karya yang dibuatnya dalam batas rentang waktu tertentu. Ditemukan garis-subyek yang dibagi-bagi dalam durasi tertentu.

Ide seri dalam trajektori pengkaryaan, diakuinya, sebagai “pemuas nafsu”, karena dalam posisi tersebut alam pikirnya selalu terseret ke arah sudut pandang, misalnya ide visual tertentu dengan ketuhanan-sosial-cinta.

Di satu karya berjudul HOPE, Yula ingin bercerita tentang harapan yang ia simbolkan sekuntum bunga matahari. Dalam harapan itu ada kesetiaan yang harusnya benar-benar dijaga untuk seseorang yang tepat.

"Semua orang punya harapan itu, ketulusannya, kesetiaannya, kesuciannya itu selayaknya disimpan agar tidak jatuh ke orang yang tidak tepat," tambahnya.

Sebagai seniman yang lahir dekat dengan laut, menghadirkan citraan ikan bukanlah sesuatu yang sulit dipahami, karena hal tersebut cukup terang tanpa tedheng aling-aling.

Kehadiran ikan dalam komposisi artistik yang ditawarkan Yula bukan kali pertama, melainkan kekerapannya atas visual ikan sudah hadir sejak 2011.

Dalam rentang tersebut hampir seluruh karyanya dikerjakan dengan teknik fotografis, dengan proporsi yang terukur, kontur gelap-terang warna yang terkoreksi, juga sapuan kuas yang sangat halus dan telaten.

Rentang ini juga ditandainya dengan mengkomposisikan obyek, teknik fotografis tidak seutuhnya dihadirkan menduplikasi foto yang ditemuinya. Akan tetapi ada upaya membuat puzzle di atas kanvas yang dikerjakannya.

Dalam pameran bertajuk In A Search for Divine Love ini, Yula mencitrakan mata sebagai obyek vokal, mata yang dikembangkan dari seri ikan dan dikomposisi dalam kehadirannya bersama dengan figur-figur deformatif (seri identity).

Kunjungan pameran In A Search for Divine Love dapat dilakukan hingga 6 Agustus 2023 dengan HTM (Harga Tiket Masuk) Rp 10 ribu. (*)