Yogyakarta dan NTB Berbagi Ilmu Merawat Artefak

Ketika anak masuk sekolah atau orang tuanya sakit artefak itu menjadi cair.

Yogyakarta dan NTB Berbagi Ilmu Merawat Artefak
Anak-anak TK diajak berkunjung ke Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, Senin (3/6/2024), sekaligus belajar. (sholihul hadi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, MATARAM – Artefak atau benda-benda bersejarah peninggalan budaya leluhur memang sangat mahal nilai maupun harganya. Tidak salah apabila keberadaan artefak hingga sekarang menarik minat para kolektor untuk terus melakukan perburuan. Bukan saja terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), hal serupa ternyata dialami Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Berkaca dari realita tersebut, dua provinsi yang memiliki keterikatan sejarah, pariwisata maupun budaya itu berbagi ilmu mengenai upaya menjaga serta merawat artefak supaya tidak beralih kepemilikan di luar negeri, salah satunya melalui museum.

“Seperti Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat punya berbagai artefak namun masih banyak masyarakat belum bersedia artefak miliknya dihibahkan untuk dirawat dan dipajang di museum,” ungkap Aidy Furqan, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB, Senin (3/6/2024) di Kota Mataram, tatkala menerima kunjungan Pers Tour Wartawan Unit DPRD DIY bersama Komisi A dan Sekretariat DPRD DIY.

Kunjungan dalam rangka Program Penyelenggaraan Hubungan Masyarakat bertema Pengembangan Museum untuk Mendukung Pendidikan Pancasila kali ini dipimpin Sekretaris Komisi A DPRD DIY, Rany Widayati didampingi anggotanya antara lain Yuni Satia Rahayu, Retno Sudiyanti, Siti Nurjannah, Christina Ari Retnaningsih, Erlia Risti, Hifni Muhammad Nasikh maupun Sekretaris DPRD DIY Imam Pratanadi serta Kepala Bagian Humas, Marlina Handayani.

Penerimaan kunjungan Pers Tour Wartawan Unit DPRD DIY bersama Komisi A dan Sekretariat DPRD DIY di Kantor Dikbud NTB. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Bicara soal museum, lanjut Aidy Furqan didampingi Sekretaris Dikbud NTB Jaka Wahyana, Kepala Balai Teknologi Informasi dan Data Pendidikan Agus Siswoaji Utomo, Kepala Museum Negeri Nusa Tenggara Barat Ahmad Nuralam serta Kepala Seksi Pengkajian dan Perawatan Koleksi Museum Aulia Rahman mengakui Yogyakarta ibaratnya tidak ada lawannya.

Berbeda dengan Yogyakarta yang memiliki lebih dari 30 museum, Provinsi NTB hanya memiliki empat salah satunya yang tersohor adalah Museum Negeri Nusa Tenggara Barat. Museum di Jalan Panji Tilar Negara, Taman Sari Kecamatan Ampenan itu sejarahnya panjang. Menempati areal seluas 8.613 meter persegi, museum ini dirintis sejak 1976 dan diresmikan 23 Januari 1982 oleh Mendikbud RI, Daoed Joesoef.

Ahmad Nuralam menambahkan, secara kuantitas museum di NTB sangat jauh tertinggal dengan DIY. Toh begitu, pihaknya bersemangat untuk menambah jumlahnya dengan cara mendorong desa-desa agar memiliki museum melalui program Kotaku Museumku Kampungku Museumku.

Salah satu tujuannya agar masyarakat terdorong semangatnya menyelamatkan artefak-artefak. Faktanya, NTB adalah tempat persilangan budaya yang sangat kaya. Ini tidak lepas dari keberadaan Pulau Lombok yang terpengaruh oleh tradisi Majapahit maupun Pulau Sumbawa yang disebut sebagai persemakmuran Kerajaan Gowa, kerajaan besar di Sulawesi. Di NTB pula ditemukan artefak berasal dari dua peradaban, termasuk penemuan Negarakertagama yang kemudian menjadi basik nasional mengenai ketatanegaraan.

Anggota Komisi A DPRD DIY, Siti Nurjannah dan Retno Sudiyanti di Museum Negeri Nusa Tenggara Barat. (sholihul hadi/koranbernas.id)

“Kami agak miris. Kondisi di masyarakat kenapa sekarang benda-benda artefak itu lebih banyak diburu oleh kolektor,” kata Nuralam. Awalnya masyarakat selaku pemilik artefak sangat kukuh mempertahankannya, entah itu berupa keris atau pusaka, manuskrip atau kain.

Tetapi, lanjut dia, saat butuh biaya misalnya ketika anaknya masuk sekolah atau orang tuanya sakit, tiba-tiba saja benda-benda itu menjadi cair, dalam tanda kutip.

Pihaknya sedang berpikir bagaimana keberadaan artefak dan museum bisa mendorong pengembangan pariwisata berbasis budaya. “Wisata berbasis kebudayaan tidak memerlukan infrastruktur yang luar biasa. Kami di NTB sudah memiliki,” ucapnya.

Agus Siswoaji Utomo menambahkan, museum di NTB juga menjadi tempat belajar sekaligus menginspirasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau P5 sebagai bagian dari proses pembelajaran berbasis Kurikulum Merdeka Belajar.

Anggota Komisi A DPRD DIY, Erlia Risti, mengamati koleksi Museum Negeri Nusa Tenggara Barat. (sholihul hadi/koranbernas.id)

“Dengan berkunjung ke museum anak-anak bisa melihat peradaban. Ternyata bisa, anak belajar matematika dengan melihat rumah adat,” jelasnya seraya menyatakan inilah tantangan bagi Dikbud NTB untuk mengenalkan pelajar dengan museum.

Disebutkan, tiga suku besar yang mendiami NTB yaitu Sasak, Sumbawa dan Mbojo banyak mewariskan rumah-rumah adat. Artinya, cukup dengan berkunjung ke museum diharapkan para pelajar sudah bisa melihat semuanya dan belajar dari artefak yang ada.

Saat forum dialog dan tanya jawab, Yuni Satia Rahayu tertarik dengan gagasan Pemprov NTB mendirikan museum di masing-masing desa mengingat biayanya mahal. Artinya, bukan sekadar mengumpulkan koleksi tetapi juga memerlukan perawatan.

Yang pasti, dari kunjungan kali ini, Rany Widayati berharap pimpinan dan anggota Komisi A DPRD DIY bersama awak media bisa memiliki cara pandang yang sama guna mendorong minat pelajar dan anak-anak muda tertarik berkunjung sekaligus belajar ke museum. (*)