Wayang Setanan, Mitologi Jawa dalam Pameran Jayengtilam

Wayang Setanan, Mitologi Jawa dalam Pameran Jayengtilam

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Museum Sonobudoyo kembali menggelar temporer Annual Museum Exhibition (AMEX) bertajuk Jayengtilam, Sastra Lisan dan Pembentukan Identitas Lokal. Penyelenggaraan pameran ini menjadi momentum peringatan HUT Museum Sonobudoyo ke-85.

Ide dasar dari penyelenggaraan pameran ini adalah kedekatan emosional masyarakat Jawa dan Yogyakarta terhadap tradisi lisan. Bahkan sampai saat ini tradisi lisan terus diproduksi sebagai produk kebudayaan di tengah berkembangnya tradisi tulis.

Istilah Jayengtilam sendiri merupakan terminologi dari bahasa Jawa yang terdiri dari 3 kata, jaya ing tilam, atau berjaya di peraduan. Hal ini merepresentasi banyaknya kebudayaan lisan yang berkembang di tempat tidur, seperti halnya dongeng sebelum tidur.

Menurut Setyawan Sahli, Kepala Museum Sonobudoyo, pemilihan judul tersebut terinspirasi dari aktivitas tutur yang dilakukan orang tua kepada anaknya sesaat sebelum tidur.

"Yang tentu bertujuan sebagai upaya penanaman nilai moral maupun norma-norma, kadang kala juga menceritakan tentang leluhur," lanjutnya.

Sementara Fajar Wijanarko, sebagai salah satu kurator pameran, menambahkan tajuk Jayengtilam juga merupakan nama dari tokoh Panji, yaitu Panji Jayengtilam. Nama Jayengtilam kemudian diadopsi sebagai bagian dari tajuk pameran, sebab berkaitan dengan kesejarahan cerita Panji.

"Pada mulanya cerita Panji sebagai maha-karya sastra dari nusantara terlebih dahulu disebarkan melalui tradisi lisan. Barulah setelah bertransformasi sebagai identitas lokal Daha dan Jenggala, cerita Panji kemudian dipahatkan pada relief-relief candi," paparnya saat pembukaan pameran, Kamis (10/12/2020).

"Dari sisi inilah kolaborasi ide, sejarah, dan kekayaan nusantara diboyong dalam pameran,” imbuhnya.

Di samping itu, lanjut Fajar, kehidupan tradisi lisan di masyarakat masih terus berkembang hingga saat ini. Bahkan pewarisan budaya lisan sebagai identitas lokal masih terus dilakukan. Mitos, gugon tuhon, legenda urban, atau sekedar cerita-cerita setempat menjadi potret nyata dari kelestarian tradisi lisan.

"Fenomena inilah yang dijadikan pendorong ide kreatif museum untuk menggelar pameran di akhir tahun," ujarnya.

Pameran digelar di Gedung Pameran Temporer Museum Sonobudoyo di Jl. Trikora/Pangurakan No. 4 Yogyakarta, atau sisi selatan Titik Nol Km.

Jayengtilam menghadirkan 7 ruang utama dengan berbagai koleksi dan penceritaan serta satu ruang interaksi yang akan memanjakan pengunjung mendengarkan tradisi tutur. Setiap ruang akan berdiri sebagai penceritaan yang mandiri. Pengunjung tentu akan dimanjakan dengan narasi yang dibangun dalam pameran ini.

"Cerita tentang Wayang Beber Panji, Wayang Setanan, Astabrata, Kanjeng Ratu Kidul, hingga topeng dan pasren mewarnai setiap sudut ruang pamer," katanya.

Pameran temporer digelar sejak tanggal 6 November hingga akhir tahun 2020. Masyarakat yang akan menyaksikan tidak dipungut biaya apa pun. Jika akan berkunjung ke pameran ini, apabila membawa kendaraan pribadi dapat diparkir di halaman Museum Sonobudoyo yang letaknya depan Alun-alun Utara.

Selanjutnya pengunjung dapat berjalan kaki untuk menuju Gedung Pameran Temporer melalui pedestrian Jalan Trikora. Tidak perlu khawatir, sebab dalam penyelenggaraan pameran ini Museum Sonobudoyo sudah menerapkan protokol kesehatan.

Tempat cuci tangan, pemeriksaan suhu, hingga penerapan jaga jarak selama berkunjung ke pameran ditetapkan untuk menjaga kesehatan. Bagi masyarakat luas, pameran ini dapat menjadi alternatif kunjungan wisata akhir tahun 2020. (*)