Waspadai Glaukoma Sebelum Dunia Gelap Gulita
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – “Alhamdulillah, saya nggak kena glaukoma. Lega rasanya," kata seorang wanita sambil mengempaskan tubuhnya di deretan kursi ruang tunggu pasien Rumah Sakit Mata Dr Yap Yogyakarta, suatu siang beberapa waktu lalu.
Wanita itu memang patut bersyukur karena dia punya riwayat diabetes. Gula darahnya pernah nencapai 462. Tiba-tiba dia merasakan pandangan matanya kabur dan makin hari makin kabur.
Apalagi mengingat pimpinan di tempat kerjanya dulu juga terkena glaukoma sehingga kehilangan penglihatan total sampai akhir hayatnya.
Dia merasa sangat lega, diagnosa dr Nunuk (dokter mata umum) dan dr Yanti ( dokter mata ahli retina) sama. Ada katarak tipis yang mengganggu pandangan, tetapi belum perlu diambil. Sementara cukup dengan pengobatan serta memakai kacamata meski hasilnya menurut keduanya tidak maksimal. Tetapi tidak atau belum perlu tindakan operasi.
Berdasarkan lefleat yang diterbitkan RS Dr Yap, kebutaan karena glaukoma memang tidak bisa disembuhkan tetapi bisa dicegah. Caranya dengan mengurangi tekanan intra okular dan menjaga kesehatan saraf mata.
Glaukoma bisa menyerang siapa saja, di semua umur, baik satu atau kedua mata. Beberapa faktor risiko di antaranya usia di atas 40 tahun, memiliki riwayat keluarga penderita glaukoma, tekanan bola mata tinggi, penderita myopia (kacamata minus tinggi) dan hippernetropia (kacamata plus) tinggi.
Risiko lainnya adalah memiliki riwayat penyakit diabetes, hipertensi, migrain dan jantung. Penyakit ini juga rentan bagi pemakai obat steroid dalam jangka panjang serta pernah mengalami trauma mata.
Tanpa gejala
Glaukoma disebut pencuri penglihatan karena datang diam-diam tanpa ada gejala nyata. Penderita seringkali tidak menyadari dan baru merasakan ketika sudah terjadi kerusakan mata dalam taraf lanjut.
Karenanya deteksi, diagnosa dan penanganan oleh dokter mata sejak dini sangat dianjurkan. Bila orang sudah terkena glaukoma, dia dianjurkan kontrol secara teratur sepanjang hidupnya pada dokter mata.
Di antaranya untuk mengontrol tekanan saraf mata pada taraf aman. Selain itu tindakan bisa dilakukan dengan pemberian tetes mata, laser, operasi atau tindakan kombinasi.
Glaukoma merupakan penyakit kelompok saraf mata kronis dan progresif serta disebabkan peningkatan tekanan bola mata sebagai salah satu faktor risiko utamanya.
Di Indonesia penyakit ini merupakan penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak. Tekanan bola mata yang meninggi paling sering disebabkan hambatan pengeluaran cairan bola mata (humor aqueos).
Dalam leaflet itu juga disebutkan, ada beberapa jenis glaukoma. Yakni glaukoma primer sudut terbuka dan tertutup. Jenis ini paling banyak dijumpai di kalangan usia lanjut.
Glaukoma ini akan merusak fungsi penglihatan secara perlahan dan tanpa rasa sakit sehingga penderita tidak menyadari keadaan matanya dan akhirnya terjadi kebutaan. Perawatan seumur hidup biasanya diperlukan untuk menurunkan tekanan bola mata dan menjaga kerusakan lebih lanjut.
Ada juga glaukoma primer sudut tertutup akut. Ini terjadi akibat tekanan bola mata mendadak tinggi sehingga menyebabkan tajam penglihatan menurun. Tampak pelangi melihat cahaya. Mata merah, sakit kepala, mual sampai muntah. Apabila terjadi seperti ini bersegeralah periksa ke dokter mata.
Selain itu ada pula glaukoma sekunder yang terjadi akibat komplikasi atau efek samping dari kecelakaan atau trauma mata. Atau diabetes yang tidak terkontrol, pemakaian obat yang mengandung steroid dalam jangka lama serta reaksi peradangan mata.
Dikenali juga ada glaukoma kongenital terjadi akibat sudut bilik mata depan berbentuk tidak sempurna sejak lahir. Gejala yang sering dijumpai, bola mata lebih besar dari normal, kornea mata terlihat tidak jernih. Takut sinar dan mata berair.
Selama ini kita menikmati gemerlapnya dunia karena karunia Allah SWT, sepasang mata yang sehat. Dengan mengenali glaukoma, semoga kita terhindar dari dunia yang gelap gulita karena kita tak lagi bisa melihat apa-apa. (sol)