Warga Menuntut Tanah Istimewa Kembali ke Ahli Waris, Pernah Dipakai Jepang untuk Latihan Perang

Warga Menuntut Tanah Istimewa Kembali ke Ahli Waris, Pernah Dipakai Jepang untuk Latihan Perang

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Puluhan warga Gadingharjo Sanden Bantul dipimpin Budi Wibowo mendatangi Kantor kalurahan setempat, Selasa (22/3/2022). Mereka membawa spanduk merah berisi tiga tuntutan.

Pertama, kembalikan tanah orang tua kami. Kedua, jangan jadikan tanah kami untuk bumi perkemahan dan ketiga, berikan surat resmi atas tanah kami. Kedatangan warga diterima Lurah Gadingharjo, Darsono.

Budi Wibowo mengatakan warga datang untuk menyampaikan aspirasi dan menuntut agar tanah istimewa milik nenek moyang mereka dikembalikan kepada  ahli waris.

Adapun luas lahan 5 hektar yang  dulunya dimiliki 18 orang dan ada bukti  letter C di desa. "Kami berharap ini bisa dikembalikan menjadi hak ahli waris," katanya.

Winardi, cucu  dari  almarhum Mbah Ranu Diwiryo mengatakan kakeknya dulu memiliki tanah 200 ru ( satu ru setara 14 meter). Selama ini tanah dimanfaatkan untuk bercocok tanam. "Kami sebelum memanfaatkan mengecek letter C dan ternyata memang tanah milik mbah kami.  Sekarang yang kami inginkan, tanah tersebut bisa disertifikat dan menjadi hak ahli waris," katanya.

Dengan adanya kepastian  maka secara hukum akan lebih kuat kedudukannya. "Lebih tenang dan ayem kalau sudah ada sertifikatnya," katanya.

Lurah Darsono menegaskan, prinsipnya Pemerintah Kalurahan Gilangharjo tidak ada niat menguasai atau merampas tanah milik rakyat. "Secara pribadi pun saya berharap nanti tanah ini kembali kepada ahli waris. Akan ada tahapan yang dilalui," katanya.

Di antaranya  harus melakukan izin kepada Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) Bantul. Ketika sudah  disetujui maka dilanjutkan  pengukuran olah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bantul.

"Tetapi pesan saya jangan sampai ini nanti mengatasi masalah, muncul masalah baru. Saat pemindahan ke ahli waris, harus dilakukan hati-hati. Sebab pemilik tanah 18 orang tersebut sudah meninggal dunia semua," katanya.

Tanah Istimewa yang berlokasi di Dusun Karanganyar, lanjut Lurah Darsono, pada zaman penjajahan Jepang tahun 1944 pernah dipakai untuk latihan perang. Pada masa kemerdekaan tanah diminta untuk diurus oleh pemiliknya.

Karena tidak ada biaya, tanah itu belum diurus. Akhirnya pemerintah kala itu  mencoret merah dalam arti menjadi tanah istimewa yakni tanah yang diketahui pemiliknya.

Sebelumnya, tanah di wilayah itu nilai jualnya tidak tinggi, karena berupa hutan. Sekarang nilai jualnya tinggi. Tanah digunakan untuk bumi perkemahan Dewaruci pabrik petroganik dan pertanian. "Sekarang dikelola waris, ditanami," katanya. (*)