Wabup Pastikan Perda KTR Hanya Mengatur Tempat Khusus Bagi Orang yang Ingin Merokok

Wabup Pastikan Perda KTR Hanya Mengatur Tempat Khusus Bagi Orang yang Ingin Merokok
Diskusi terkait Perda KTR Kabupaten Sleman. (warjono/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN--Wakil Bupati Kabupaten Sleman Danang Maharsa memastikan, bahwa Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Sleman, nantinya hanya akan fokus mengatur tempat bagi perokok yang ingin merokok. Raperda tersebut, tidak akan masuk ke hal-hal di luar penyediaan tempat khusus untuk orang yang ingin merokok.

Berbicara dalam diskusi “Menyoal Konsumsi Rokok di Ruang Publik Kabupaten Sleman, Sabtu (23/3/2024), Danang mengungkapkan, pembahasan tentang Perda KTR di Sleman saat ini memang tertunda.

Pembahasan belum berlanjut, lantaran DPRD meminta agar eksekutif terlebih dulu memberikan alokasi dana yang akan digunakan untuk menyiapkan tempat-tempat khusus untuk merokok. 

Kami ingin, ketika Perda KTR ini nanti diketok, langsung bisa diimplementasikan. Harapannya, saat anggaran perubahan nanti, kita sudah bisa mengalokasikan dana guna menyiapkan tempat khusus untuk merokok, di kantor-kantor lingkup Pemkab Sleman, kata Danang.

Penyiapan tempat khusus untuk merokok ini menjadi penting, agar Perda KTR yang nantinya diberlakukan, dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Bagi perokok, mereka tetap bisa merokok dengan catatan di tempat yang khusus disiapkan untuk merokok. Sebaliknya, bagi bukan perokok juga akan merasa nyaman, tidak terganggu perokok atau terpapar asap rokok.

Nah menyiapkan tempat khusus untuk merokok ini, memang perlu dana tidak kecil. Perkiraan mencapai Rp 40 juta per titik. Bisa dibayangkan untuk lingkup perkantoran di Pemkab Sleman butuh berapa titik. Belum di lokasi di luar Pemkab Sleman. Jadi perda ini nanti prinsipnya bukan melarang orang merokok lho ya. Hanya mengatur dimana orang bisa merokok. Jadi perokok maupun non perokok sama-sama mendapatkan haknya, lanjutnya.

Wakil Ketua BAPEMPERDA DPRD Kabupaten Sleman, Budi Sanyata mengatakan sebagai sebuah peraturan, perda ini memang harus dibangun dengan prinsip keadilan dan keseimbangan. Prinsip ini amat penting, agar perda ini nanti implementatif.

Orang kesehatan bilang merokok itu mengganggu kesehatan. Tapi  perokok yakin, kalaupun mereka sakit, paling hanya sakit paru paru. Yang tidak merokok, sakitnya bisa rupa-rupa. Alias macam-macam, kata Budi tertawa.

Pengamat kebijakan publik Dwijo Suyono menambahkan, sebagai produk kebijakan publik, maka Perda KTR nanti harus punya kapasitas dan kapabilitas. Jangan sampai perda dimaksud nantinya tidak berdampak atau berpengaruh di lapangan karena tidak memenuhi dua hal ini, sehingga tidak membawa arti apapun.

Agar implementatif dan berarti, maka pemerintah harus mengkomunikasikan  Perda KTR ini dengan baik ke masyarakat dan pemangku kepentingan.

Perlu diingat, bahasan tentang Perda KTR ini menyangkut nasib puluhan juga orang. Baik buruh pabrik, pekerja, petani, pabrikan dan masyarakat. Setiap 4 penduduk Indonesia, 1 di antaranya adalah perokok. Jadi peraturan ini menyangkut begitu banyak orang. Ini baru rokok pabrikan. Belum bicara rokok elektrik, ataupun perokok tingwe atau linting dewe. Mereka juga harus mendapat ruang untuk bicara, sehingga memiliki rasa keadilan untuk semua pihak, kata Dwijo.

Dwijo juga mengkritisi maksud dibalik pembahasan dan nantinya kelahiran Perda KTR. Namanya sebuah peraturan, maka Perda KTR harus membawa kehidupan lebih baik bagi masyarakat. Target dari aturan ini harus jelas dan bisa direalisasikan. 

Kalau tidak implementatif dan tidak memenuhi rasa keadilan, Dwijo justru berpandangan bahwa perda ini lebih baik tidak dibuat. 

Pemerintah, juga harus terus menerus melakukan analisis secara berkala terhadap permasalahan yang muncul dari perda. Dengan demikian, kredibilitas pemerintah tidak dipertaruhkan.

Kita harus jujur mengakui, ada lho daerah lain hang sudah menerapkan perda seperti ini dan tidak ngefek di lapangan. Jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sama, tandasnya. (*)