Transparansi harus Menang Melawan Resesi

Transparansi harus Menang Melawan Resesi

PANDEMI Covid-19 yang sudah sekian lama meresahkan masyarakat tak juga sirna dalam waktu yang telah diprediksi. Saat ini masyarakat kian tak acuh dengan himbauan dalam menaati protokol kesehatan. Masih banyak warga masyarakat yang tidak menggunakan masker dan mengadakan berbagai acara hajatan yang mengundang banyak orang berdatangan. Hal itu tentu berimbas langsung dengan melonjaknya angka pasien positif Covid-19 yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Memasuki triwulan III, perekonomian Indonesia sudah dalam keadaan yang harus menjadi perhatian khusus, karena dikhawatirkan akan memasuki zona resesi. Meskipun, dalam ranking global Indonesia masih jauh di atas negara-negara lain. Resesi ini dapat menimbulkan deflasi harga pasar atau jika terjadi secara berkelanjutan maka dapat menimbulkan hIperinflasi atau kenaikan harga yang sangat tinggi.

“Meskipun begitu, dibandingkan negara lain yang kontraksinya sangat dalam, kita sebetulnya dalam posisi yang relatif lebih baik karena kita di 5,3 persen itu dibandingkan dengan negara yang kontraksinya mencapai negatif 20 persen, itu sangat dalam,” tutur Menteri Sri Mulyani. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik dibanding negara-negara lainnya yang sudah lebih dulu mengalami zona resesi. Artinya, resesi ekonomi tidak hanya terjadi di Indonesia saja melainkan tingkat dunia. Seperti yang dikutip dari kompas.com, negara Asia yang sudah mengalami resesi yaitu Jepang, Singapura, Filipina dan Korea Selatan. Bank dunia menyebut resesi ekonomi selama pandemi Covid-19 ini merupakan resesi terburuk sejak Perang Dunia II.

Dalam kondisi seperti ini, ekonomi Indonesia diprediksi akan bergantung pada sektor domestik atau PDB. Direktur Institute for Develompent of Economics and Finance (INDEF) menyampaikan, Indonesia dapat terjadi resesi ekonomi jika produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih mengalami angka negatif pada triwulan III. Meski berpotensi resesi, setidaknya Indonesia tidak cepat mengalami resesi seperti negara-negara lain.

Persoalan yang harus dihadapi adalah kenaikan angka pada wabah Covid-19 yang justru semakin melambung naik, tidak melandai seperti yang digadang beberapa waktu lalu dalam upaya pencegahan Covid-19. Hal ini tentu saja menjawab pertanyaan dari kita semua bahwa sebetulnya wabah Covid-19 inilah yang seharusnya segera diredakan dengan berbagai langkah dan upaya serta bersinergi untuk saling bekerja sama antara masyarakat dan pemerintah untuk memberantas penularan Covid-19 melalui budaya penerapan protokol kesehatan yang sudah dikampanyekan baik di kota maupun desa, bahkan hingga pelosok daerah. Tentu saja, ini tergantung pada masyarakatnya yang mau mengindahkan atau justru mengabaikan, yang mengakibatkan ancaman resesi berkepanjangan.

Kondisi tersebut akan memberi dampak pada pendapatan perkapita masyarakat, hingga munculnya angka pengangguran yang melonjak. Resesi juga berdampak keras pada perusahaan yang berimbas pada pendapatan pekerja sektor formal akan menurun hingga ancaman di-PHK karena perusahaan berusaha keras mengurangi insentif untuk menjaga stabilitas keuangan. Sementara sektor non formal terancam gulung tikar dan bangkrut secara bertahap.

Pemerintah mengupayakan berbagai cara untuk memulihkan ekonomi, di antaranya mengoptimalkan mesin pertumbuhan ekonomi seperti konsumsi, investasi, dan ekspor yang terus didorong salah satunya dengan program UMKM. Nantinya, diharapkan sekor UMKM inilah yang dapat menjadi penopang dari hilangnya pemasukan akibat terdampak Covid-19. Mengutip dari harian kompas.com, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pemngembangan usaha mikro, kecil, dan menengah sebagai motor ekonomi rakyat yang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Bagi usaha mikro, pemerintah antara lain memberikan hibah bagi usaha pemula; menambah dana LPDB (Lembaga Pengelola Dana Bergulir); subsidi bunga dan mempermudah pendanaan pinjaman UMKM; memfasilitasi tambahan anggaran.

Dalam penyaluran dana bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak pandemi Covid-19, terkadang masih saja adanya korupsi dan tak jarang menguntungkan pihak-pihak tertentu yang turut serta dalam penyaluran dana maupun pejabat yang berkewenangan dalam hal tertentu. Ini tentu menjadi tantangan bersama dalam mewujudkan ketahanan nasional dan mengupayakan solusi tepat untuk hal ini, salah satunya yaitu mendukung kerja KPK dan lembaga pengawas lainnya dengan bersiaga dan selalu jujur dalam setiap situasi. Dalam hal ini setiap peranan oknum juga dituntut untuk amanah karena korupsi di masa pandemi ini tentu akan lebih berat hukumannya.

Oleh karena itu, dalam pelaksanaan program pemerintahan yang akan dan tengah dicanangkan, kita sebagai warga negara harus ikut memegang andil tanggung jawab dalam melakukan pelibatan aktif maupun pasif dengan media komunikasi yang transparan. Artinya, dalam mewujudkan kestabilan ekonomi pada era pandemi Covid-19 ini, warga masyarakat Indonesia harus sadar akan pentingnya persatuan dan memegang teguh prinsip keadilan sebaagai wujud bela negara dengan mematuhi dan saling mengingatkan, merangkul dan merespon dana yang diberikan oleh pemerintah dapat sampai ke tangan rakyat dengan transparan dan akuntabel. Selain itu, dalam penyelenggaraan melawan Covid-19, mematuhi protokol kesehatan harus diberdayakan melalui satgas Covid-19 dan saling berkerja sama dengan tim medis serta pihak-pihak terkait, hingga edukasi pada masyarakat dalam setiap situasi untuk terus bersinergi memberdayakan diri pada masa pandemi. *

Kholidah Wulandari

Mahasiswi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.