Terima Curhatan Warga Penolak AW, Pimpinan Dewan Segera Cek Perizinan
KORANBERNAS.ID, SLEMAN—DPRD Kabupaten Sleman segera akan melakukan pengecekan terhadap perizinan tempat hiburan malam Angel’s Wing (AW), yang berlokasi di Dusun Karangmloko, Kelurahan Sariharjo, Kapanewon Ngaglik Sleman. Pengecekan akan dilakukan dengan berkoordinasi bersama instansi terkait yang membidangi.
Pimpinan DPRD Sementara Kabupaten Sleman Gustan Ganda menegaskan, komplain dan keluhan warga di sekitar beroperasinya AW, menunjukkan ada hal yang salah dengan pendirian tempat hiburan malam dimaksud.
Sehingga sudah menjadi kewajiban dari DPRD Sleman sebagai representasi rakyat, untuk melakukan pengecekan terkait hal itu. Bahkan, kalau memang perlu mereka bisa saja meminta pihak eksekutif melakukan koreksi terhadap langkah yang mereka lakukan hingga AW beroperasi dan menimbulkan persoalan di lapangan.
“Pemerintah daerah harus bisa menjamin hak semua warga terpenuhi. Yang ingin membuka usaha dapat hak untuk dilayani dalam membuka usahanya. Tapi warga juga punya hak untuk tidak terganggu dengan usaha yang dibuka. Warga punya hak untuk hidup tenteram dan nyaman. Kalau ada warga yang merasa tidak nyaman, itu artinya pemerintah telah gagal menjalankan fungsinya memenuhi hak rakyat,” kata Gustan, saat menerima audiensi puluhan warga Karangmloko, yang merasa keberatan dengan beroperasinya AW di tengah perkampungan mereka.
Saat menerima curhatan warga, Gustan Ganda didampingi sejumlah sejawatnya. Di antaranya Ketua Fraksi PPP Untung Basuki Rahmat, Ketua Fraksi Golkar Banudoyo dan Surana dari NasDem.
Terkait dengan persoalan peredaran miras di Sleman belakangan, Gustan menyayangkan sikap dari eksekutif. Ia mengatakan, gejolak warga terhadap peredaran miras seharusnya tidak terjadi, apabila pemerintah menjalankan tugasnya dengan baik dan mengacu kepada peraturan yang ada.
“Jangan seperti sekarang, setelah warga protes dan viral, Pol PP lalu bergerak. Itu akan mengganggu iklim usaha. Artinya tidak ada jaminan kepastian hukum. Akan muncul pertanyaan, ini sebenarnya ada apa?,” lanjut Gustan.
Sebelumnya, warga yang mengaku senang bisa diterima oleh para wakil rakyat, bergantian mengeluarkan uneg-uneg. Secara bergantian, pada intinya warga merasa terganggu keamanan dan kenyamanannya, sejak AW beroperasi 10 Juli 2024 silam.
Irfan Erlangga, yang rumah keluarganya berlokasi berseberangan jalan dengan AW, mengaku sangat terganggu dengan kehadiran AW. Tempat hiburan malam yang mulai beroperasi pukul 22.00 WIB dan baru tutup menjelang Subuh ini, sangat terganggu dengan suara berisik dari live music yang berlangsung saban malam di AW. Saat live music berlangsung, kaca jenderal rumahnya akan bergetar menimbulkan suara berisik.
Kondisi yang sama, katanya, juga dirasakan warga yang rumahnya paling berdekatan dengan AW. Selain suara berisik, gangguan ketenteraman juga muncul dari perilaku tamu AW yang seringkali keluar atau hendak pulang dalam kondisi mabuk pengaruh minuman beralkohol.
“Pernah ada warga yang akan berangkat sholat Subuh nyaris tertabrak tamu AW. Mereka berkilah sudah sosialisasi dan meminta izin ke warga. Tapi saya dan banyak lagi warga lainnya, tidak pernah diajak berembug. Terus terang kami sudah melakukan berbagai upaya, mulai persuasif hingga menyatakan penolakan melalui banner. Tapi sejauh ini belum ada hasil. Kami bingung harus kemana mengadu, karena seakan-akan pemngurus RT, RW, Kadus hingga kelurahan menutup mata,” katanya.
Warga lainnya, Tomo mengungkapkan, tanah dimana sekarang AW beroperasi dulunya adalah milik keluarganya. Tanah ini dibeli oleh seseorang yang kemudian dibangun dan dipakai untuk usaha rumah makan atau restoran. Tapi dirinya tidak tahu, ketika kemudian tempat usaha ini berubah menjadi tempat hiburan malam AW, yang bukan saja menggelar live music, tapi juga menjual minuman beralkohol dan buka dari malam hingga dini hari.
“Saya tahunya mau dilanjutkan usaha resto, bukan tempat hiburan malam. Kalau memang untuk resto, kami tidak masalah. Tapi kalau ternhyata untuk berjualan miras, saya jelas keberatan,” ungkapnya.
Warga lainnya, Anang yang menjadi pengurus salah satu masjid di dekat lokasi mengaku prihatin dengan kondisi kampungnya saat ini. Akibat kedatangan AW, satu warga dengan lainnya menjadi kurang harmonis menjurus ke saling membenci.
“Jadi mohon kiranya bisa ditinjau lagi. Kalau perlu dicabut dan ditutup, supaya warga kondusif dan terlindungi, harmonis seperti dulu,” pintanya.
Jadi Catatan
Gustan menegaskan, problem yang dialami warga Karangmloko khususnya dan masyarakat Sleman secara umum, akan menjadi catatan serius bagi Pemkab Sleman. Ia menegaskan, akan segera memanggil dinas-dinas terkait guna meminta penjelasan terkait problem ini.
DPRD Sleman akan meminta penjelasan Dinas Perizinan dan Dinas Dispertaru untuk melihat lebih jauh persoalan ini, Karena menurut Gustan ada hal yang aneh ketika pengusaha yang membuka usaha mengatakan sudah mengantongi izin, tapi ternyata di lapangan ada hal yang terlewati dan menimbulkan persoalan terhadap warga.
“Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah harus hadir guna memastikan semua warga merasa nyaman dan terlindungi. Bukan hanya warga Karangmloko, kita semua tahu, belum lama ini juga ada wilayah kami yang viral karena akan dibangun tempat hiburan malam. Di atas tanah kas desa lagi. Untung warga bereaksi, kalau warga diam saja tidak berani bersuara dan kemudian viral, mungkin tempat hiburan malam itu sudah terbangun,” tandasnya.
Maraknya tempat berjualan miras dan hiburan malam yang meresahkan warga, dibenarkan oleh Sugiman, warga Kelurahan Saliharjo yang berbatasan dengan Karangmloko. Ia mengaku resah dengan keberadaan ESKALA (ESKALA Eatery Bar & Coffee yang berlokasi persis di pinggir Jalan Tentara Pelajar berseberangan dengan Kantor Kelurahan Sariharjo.
Sugiman mengaku, sama halnya dengan AW, operasional ESKALA juga menimbulkan problem berupa suara berisik dan menimbulkan keresahan karena kerap tamu yang datang dalam kondisi mabuk pengaruh minuman beralkohol.
“Dampaknya, pernah terjadi keributan dan perkelahian. Belum lagi tamu-tamu perempuan yang biasanya datang menjelang tengah malam dan baru pulang menjelang dini hari. Sudah bertahun-tahun saya menahan diri. Sudah setahun ini anak dan cucu saya mengungsi ke kampung. Tidak kuat setiap malam terganggu istirahatnya,” ungkapnya. (*)