Teknologi Nuklir, Solusi Energi Aman yang Belum Diterima Masyarakat
KORANBERNAS ID, YOGYAKARTA -- Kemajuan teknologi reaktor nuklir dapat menjadi salah satu opsi dalam menghadapi tantangan perubahan iklim sekaligus mengatasi kebutuhan energi, dengan tetap mengoptimalkan aspek keamanan dan keselamatan. Hal ini disampaikan Djarot Sulistio Wisnubroto, Ketua Konferensi Internasional High Temperature Reactor Technology 2021 yang diselenggarakan secara virtual, 2-5 Juni 2021.
"PLTN menjadi salah satu solusi energi, karena teknologi nuklir memberikan kelebihan daripada sumber energi lain, misal batubara ataupun gas. Bahkan dibanding beberapa sumber energi lain ini, Nuklir merupakan salah satu solusi bagi Indonesia," terangnya saat konferensi pers, Sabtu (5/6/2021).
"Tetapi memang ada tantangan dari segi keamanan. Jika berkaca kepada kejadian di Fukushima [yang] sebenarnya pemerintahan Jepang sudah sangat bagus dan menemukan cara dalam melindungi masyarakatnya sehingga tidak ada korban," lanjutnya.
Maka lanjut Djarot, Ada Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam membangun PLTN di Indonesia. Pertama, untuk pembangunan PLTN pun akan dipilih tempat yang aman, yaitu tidak ada tsunami ataupun gempa. Kedua, kita memilih teknologi nuklir yang lebih aman yaitu generasi keempat ini. Ketiga adalah transparansi kepada masyarakat, yaitu dengan memberikan sosialisasi tentang teknologi nuklir.
Geni Rina Sunaryo, Peneliti Senior Badan Tenaga Nuklir Nasional - Pusat Teknologi Keselamatan Reaktor Nuklir menambahkan, yang kini dikembangkan di PLTN ini masuk ke generasi keempat, artinya ini adalah PLTN yang paling aman dibandingkan generasi sebelumnya. Di Fukushima itu adalah generasi kedua yang masih menggunakan pendingin air tetapi generasi keempat yang sedang ditekuni BATAN adalah berpendingin gas.
"Kejadian di Fukushima itu sebenarnya terjadi pelelehan bahan bakar tetapi di generasi ke-4 ini bisa kita jamin hal tersebut hampir bisa dipastikan tidak terjadi pelelehan bahan bakar. Maka bisa dibilang paling aman sehingga kejadian di Fukushima hampir nyaris bisa dipastikan tidak akan terjadi bila kita membangun PLTN dengan type High Temperatur Gas Reactor (HTGR)," paparnya.
Rina melanjutkan, Saat ini pihaknya sedang mengembangkan PLTN eksperimental di bawah kontrol Badan Tenaga Nuklir. Ini disebut eksperimental karena secara regulasi BATAN boleh mengelola dan mengoperasikan sendiri PLTN nonkomersial, maka disebut eksperimental.
PLTN eksperimental ini bertujuan antara lain untuk mendemonstrasikan PLTN kecil yang beroperasi secara aman dan terselenggaranya program penelitian dan pengembangan terpadu energi baru dan terbarukan (EBT). Selain itu guna meningkatkan penguasaan teknologi PLTN di bidang desain, konstruksi, operasi dan perawatan serta menguasai manajemen proyek pembangunan PLTN.
"Meskipun ini kita beli dari luar negeri tetapi kita ingin membangun capacity building yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia. Karena kita mampu melakukan desain sendiri dengan tujuan desain kita bisa terlisensi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten)," lanjutnya.
Untuk membangun PLTN di Indonesia tidak mudah, regulasinya ada 5 step. Harus ada izin tapak, kemudian ada izin lisensi desain, ada juga izin commissioning artinya kita mencoba mengoperasikan secara dini yang terakhir adalah izin operasi.
"Sebenarnya kalau kita sudah melewati 5 step ini bisa dipastikan PLTN ini aman karena sudah mengantongi izin Bapeten," tandasnya.
Konferensi ini merupakan kesempatan bagi para pakar dan ilmuwan lintas negara untuk saling berinteraksi dalam mengembangkan teknologi reaktor sekaligus memecahkan tantangan yang dihadapi. Dalam menghadapi situasi pandemi global tahun ini Indonesia mendapat kehormatan untuk menyelenggarakan konferensi ini secara inovatif menggunakan fasilitas virtual.
Dukungan terhadap kemajuan teknologi reaktor turut diberikan oleh Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Sebelumnya Nadiem menyampaikan bahwa BATAN telah bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi dan engineering companies dalam mendesain Reaktor Daya Eksperimental (RDE) yang dapat mengaplikasikan teknologi High Temperature Reactor Generasi ke-4.
"Walaupun menghadapi beragam tantangan, namun kemajuan yang dicapai RDE telah membuktikan bahwa Indonesia memiliki kemampuan dan kesempatan dalam membangun reaktor nuklir," tegasnya.
“The biggest challenge in nuclear energy utilization is public acceptance, in particular related on safety and security. But I am sure that research nuclear energy will find a solution on that challenge.” Ungkap Nadiem,
Nadiem menambahkan bahwa kerja sama dibawah Badan Tenaga Atom Internasional dan kerja sama bilateral lainnya akan meningkatkan kehandalan aspek keamanan dan keselamatan nuklir. Konferensi tahun ini berhasil melibatkan peran serta dari 18 negara, dengan 13 negara sebagai pembicara, 83 judul penelitian yang 26 di antaranya berasal dari Indonesia.
Beragam topik yang dibahas antara lain, Program Riset Nasional dan Industri, Aplikasi Industri dan Pasarnya, Bahan Bakar dan Limbah, Material, Komponen dan Manufaktur, Analisis Fisika Reaktor, Coding dan Analisis Komputer, Pengembangan, Desain dan Keteknikan, serta Keselamatan dan Perizinan.(*)