Tatanan Baru Dikhawatirkan Munculkan Gelombang Kedua COVID-19

Tatanan Baru Dikhawatirkan Munculkan Gelombang Kedua COVID-19

KORANBERNAS.ID, JOGJA -- Kebijakan New Normal atau tatanan baru yang salah satunya melonggarkan kebijakan, termasuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dikhawatirkan justru akan memunculkan gelombang kedua penularan COVID-19 di Indonesia. Padahal hingga saat ini gelombang pertama penularan COVID-19 belum juga selesai.

Indonesia harus bisa belajar dari sejumlah negara yang mengalami gelombang kedua penularan COVID-19. Diantaranya Amerika Serikat (AS), Iran, Arab Saudi dan Brazil.

Negara-negara tersebut melakukan pelonggaran kebijakan saat kasus penularan COVID-19 menurun. Namun akibatnya gelombang kedua justru terjadi. Dari 10 juta kasus positif COVID-19 di dunia, AS menyumbang sekitar 40 ribu kasus setiap harinya.

"Kasus di negara-negara itu harus jadi pelajaran karena pelonggaran dengan cara apapun bisa memunculkan second wave (gelombang kedua-red). Indonesia first wave saja belum selesai maka bahaya bisa second wave bila ada pelonggaran," ujar ahli epidemiologi dari Universitas Alma Ata Yogyakarta, Hamam Hadi di Kampus Alma Ata, Selasa (30/6/2020).

Contoh lain, lanjut rektor Universitas Alma Ata tersebut, saat ini kasus positif COVID-19 di Arab Saudi mencapai 186 ribu. Gelombang kedua ini terjadi karena negara tersebut melakukan pelonggaran kebijakan pada awal Juni 2020 lalu.

Begitu pula dengan Iran yang muncul kasus positif COVID-19 baru sekitar 2.500 per harinya. Negara tersebut juga melakukan pelonggaran kebijakan pada awal Juni 2020 lalu.

"Di Iran, masyarakat sudah bosah dengan pembatasan kebijakan akhirnya mereka susah dikendalikan. Akhirnya muncul kasus-kasus baru," ungkapnya.

Karenanya Hamam berharap pemerintah, baik di pusat maupun daerah dapat tegas memberlakukan aturan. Tidak hanya terkait protokol kesehatan dalam menghadapi pandemi namun juga dalam menegakkan kebijakan.

"Pemerintah harus tegas saat terjadi kasus-kasus baru yang cukup signifikan maka pelonggaran kebijakan harus dihentikan dan kembali diperketat," imbuhnya.(yve)