Tangis Pecah, Pengunjung Sidang Terharu Saat Terdakwa Bacakan Doa di Hadapan Hakim

Tangis Pecah, Pengunjung Sidang Terharu Saat Terdakwa Bacakan Doa di Hadapan Hakim

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Para pengunjung sidang menangis saat mendengar terdakwa FAS memanjatkan doa di hadapan majelis hakim, Selasa (1/11/2022). Doa ini dipanjatkan sebelum terdakwa membacakan pembelaannya guna menjawab replik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam doanya FAS mohon kepada Tuhan untuk ditunjukkan kebenaran dan mendapatkan keadilan, bahwa dirinya bukanlah pelaku pengeroyokan yang menyebabkan tewasnya Daffa Adzin Albasith di Gedongkuning Yogyakarta, Minggu (3/4/2022) silam.

Yaa Rabb bungkamlah kezaliman ini. Sudahi kekejian mereka. Hentikan perbuatan aniaya yang mereka lakukan. Yaa Rabb, cukup sudah mereka merusak masa depan dan kehidupanku. Cukup sudah mereka menganiaya jiwa dan batin kedua orang tuaku. Cukup sudah mereka menzalimi saudaraku dengan kekejian mereka,” ucap FAS dalam doanya dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta.

Terdakwa mengungkapkan, dirinya menjadi korban salah tangkap dan dipaksa mengaku sebagai pelaku pengeroyokan. Ia sama sekali tak mengetahui kasus ini, apalagi melakukan tindakan keji yang menewaskan korban.

FAS, merupakan salah seorang terdakwa kasus klitih Gedongkuning yang dalam dakwaan JPU berperan sebagai joki kendaraan. Empat terdakwa lain yang juga duduk di meja hijau dalam perkara ini yakni HAA, AMH, RNS dan MMA.

Dalam pembelaannya, FAS menegaskan dirinya bukanlah orang yang mengendarai sepeda motor dalam rekaman CCTV. Selain itu, sepeda motor miliknya sangat berbeda dengan kendaraan yang terekam dalam CCTV.

Ia mengatakan, sepeda motor dalam CCTV berwarna biru sedangkan kendaraan miliknya berwarna hitam. Selain itu rem dan piringan cakram motor yang tampak dalam CCTV terletak di sebelah kiri, sementara rem dan piringan cakram motor FAS terletak di sebelah kanan.

“Membuktikan secara nyata, bahwa baik keterangan teman-teman korban maupun pernyataan Jaksa Penuntut Umum bertentangan dengan fakta hukum sepeda motor berbonceng tiga yang ada pada gambar yang tampak pada rekaman CCTV,” jelasnya.

Fakta lain, FAS mengungkapkan di hadapan majelis hakim yang dipimpin Suparman SH, bahwa saat kejadian dirinya tak berada di Gedongkuning. Melainkan di sebuah kafe kawasan Panembahan Yogyakarta. Di sana ia berkumpul bersama teman-temannya untuk membahas rencana aksi sosial pada bulan Ramadan.

Ini dibuktikan dengan lini masa ponsel miliknya yang merekam catatan perjalanan tracking GPS sejak tanggal 1 April hingga 5 April. Saat itu ponsel selalu berada di tangannya, sehingga catatan pergerakan dirinnya selalu terpantau dalam GPS.

Kuasa hukum FAS, Taufiqurrahman SH, menyatakan benar apa yang disampaikan terdakwa. Kepada majelis hakim, Taufiqurrahman mengatakan, berdasarkan bantahan JPU yang termuat dalam repliknya menyatakan bahwa penentuan seseorang sebagai tersangka tidak hanya didasarkan pada rekaman CCTV saja, namun harus didukung oleh minimal dua alat bukti lainnya.

“Jaksa Penuntut Umum membantah bahwa penetapan para terdakwa sebagai tersangka pada tingkat penyidikan yang lalu berdasarkan adanya bukti rekaman CCTV. Akan tetapi, ditetapkannya para terdakwa pada tingkat penyidikan yang lalu sebagai tersangka didasarkan adanya dua alat bukti lainnya,” tegasnya.

Ia menambahkan, ditetapkannya terdakwa sebagai tersangka pada tingkat penyidikan berdasarkan rekaman CCTV dari enam lokasi. Keenam CCTV tersebut terpasang di Jogkem Gedongkuning, Sop Merah 1 Tungkak, Sop Merah 2 Tungkak, Masjid Warungboto, Masjid Ummi Sallamah 1 dan Masjid Ummi Sallamah 2. “Kenyataannya, gambar video rekaman CCTV tidak menggambarkan siapa dan bagaimana ciri-ciri pelaku,” ungkapnya.

Pengambilan rekaman CCTV yang dilakukan penyidik, menurut penasihat hukum, dilakukan secara tidak patut, dengan mengabaikan kaidah-kaidah yang ditentukan Undang-undang tentang tata cara pengambilan barang bukti elektronik.

“Bahkan barang bukti elektronik yang sangat penting ini telah dirusak dengan menurunkan kualitas extencions atau format dari rekaman CCTV barang bukti elektronik tersebut menjadi 3GP dan berakibat rendahnya kualitas gambar video rekaman CCTV tersebut. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh ahli digital forensik Dr Yudi Prayudi M Kom,” terangnya. (*)