Tak Ada Air, Cukup Bayar Tenaga Saja

Tak Ada Air, Cukup Bayar Tenaga Saja

KORANBERNAS.ID--Keberadaan tenaga penggali sumur panthek (sumur bor) di musim kemarau sangat dibutuhkan. Terlebih bagi kawasan sentra pertanian di Kabupaten Klaten. Pasalnya, pada musim kemarau seperti sekarang ini banyak petani yang kebingungan mencari air untuk mengaliri lahan pertanian miliknya.

Namun upaya untuk mendapatkan air dengan cara mengebor lahan pertanian tidak selamanya mulus. Sebab tidak jarang lokasi yang di bor justru tidak mengeluarkan air. Jika kondisi seperti ini terjadi maka tenaga penggali sumur panthek hanya menerima bayaran sedikit.

“Di sini sumur panthek rata-rata kedalaman lima belas meter sudah ada air. Tapi kadang-kadang tidak ada air karena tergantung lokasi juga. Biaya menggali satu sumur pakthek hingga keluar air Rp 2 juta. Tetapi kalau sudah digali ternyata airnya tidak ada maka yang dibayar tenaganya saja,” kata Jhony,

Saat ditemui di Desa Builurejo Juwiring, Kamis (24/10) pagi, Jhony yang mengaku tinggal di Dukuh Karangpandan Desa Knaiban Juwiring itu menambahkan dalam melaksanakan pekerjaan penggalian, dirinya tidak seorang diri. Ada sejumlah rekannya ntuk menggali sumur kedalaman 15 meter bisa dilakukan satu hingga dua hari.

Seperti halnya tenaga penggali sumur bor pada umumnya, peralatan yang dibutuhkan Jhony dan kedua rekannya, Tri dan Eko yakni satu unit mesin pompa air berikut bahan bakar, pipa besi secukupnya, selang dan lain sebagainya.

Menurut mereka, musim kemarau yang telah berlangsung lebih dari tujuh bulan mengakibatkan 90 persen saluran irigasi di Juwiring tidak berfungsi karena tidak ada air.

Sungai yang selama ini menjadi tumpuan untuk irigasi ternyata kering semua. Harapan satu-satunya kini pada sumur panthek. Lantas muncul pertanyaan bagaimana nasib petani yang tidak memiliki sumur panthek di laham pertanian miliknya? Agar tetap bisa menanam padi terpaksa menyewa sumur panthek tetangga.

Selain kekeringan, masalah yang dihadapi petani di hampir semua wilayah di Kabupaten Klaten adalah hama tikus. Dan berbagai upaya telah dilakukan petani dan petugas terkait untuk mengatasi hama tikus seperti aksi gropyokan namun tetap saja belum efektif karena populasi dan perkembangbiakan tikus yang cukup pesat.

“Di sini selain kekeringan juga serangan hama tikus. Banyak petani yang sampai gagal panen karena tanaman padi miliknya rusak dimakan tikus,” ujar Jhony dan kedua rekannya. (SM)