Produk Lokal DIY Kalah Bersaing di Daerah Sendiri

Produk Lokal DIY Kalah Bersaing di Daerah Sendiri

KORANBERNAS.ID --  Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri  Yudiana, mengakui rata-rata produk lokal DIY mampu menembus pasar luar daerah bahkan luar negeri. Namun demikian di daerah sendiri produk itu justru kalah bersaing.

"Seperti batik. Industri batik lokal mengalami kesulitan bersaing di pasaran karena harganya lebih mahal. Begitu pula produk-produk lokal lainnya termasuk pelaku start up," katanya, Kamis (24/10/2019), di DPRD DIY.

Inilah pentingnya Pemda DIY agar fokus pada pengembangan dan perlindungan produk-produk lokal.

Apalagi Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata maupun Kota Pendidikan berimbas positif terhadap perputaran uang yang mampu menggerakkan roda peekonomian.

Hanya saja potensi tersebut selama ini belum secara maksimal dimanfaatkan untuk mendongkrak produk-produk lokal.

Sebagai gambaran, kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara meningkat setiap tahunnya. Hal yang sama terjadi di sektor pendidikan ditandai masuknya ratusan ribu mahasiswa dari berbagai daerah  di Indonesia.

"Wisatawan, pelajar dan mahasiswa datang ke Jogja memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal. Putaran uang di sini juga masif,” ujarnya.

Apabila setiap wisatawan rata-rata melakukan transaksi di atas Rp 2 juta dengan okupansi rata-rata dua hari, sudah tergambar betapa besarnya potensi tersebut.

Persoalannya, kata dia, selama ini kekuatan ekonomi masih didominasi pihak-pihak tertentu yang notabenenya berasal dari luar DIY bahkan luar negeri.

Replikasi

Itu sebabnya politisi PKS ini memunculkan gagasan baru mereplikasi konsep transaksi digital di DIY.

Misalnya, masuk obyek wisata, hotel hingga berbelanja produk lokal bisa menggunakan financial technology (fintech) buatan lokal.

Ide tersebut cocok diaplikasikan di wilayah DIY mengingat secara infrastruktur maupun sumber daya manusia (SDM), DIY siap mengaplikasikan fintech asli buatan lokal termasuk keberadaan merchant perbankan di lokasi wisata.

"Karena itu produk yang ditawarkan harus sudah tersertfikasi serta kualitasnya jelas," tambahnya.

Lagi-lagi, menurut Huda, pola pembayaran yang didukung fintech rupanya masih dikendalikan pihak asing.

"Nah, berapa banyak putaran uang yang ada di situ, namun apakah itu berimbas siginifikan terhadap produk-produk lokal maupun UMKM," ucap dia.

Dia sepakat, start up atau UMKM di bidang ekonomi digital perlu memperoleh perhatian khusus dari Pemda DIY.

“Saat ini ribuan bahkan puluhan ribu anak-anak muda kita bergerak di ekonomi digital. Mereka berbisnis online dengan berbagai bentuknya,” ungkapnya.

Di antara pelaku ekonomi kreatif di DIY ternyata banyak yang mraih sukses bahkan menjadi pengusaha besar dan tinggal di provinsi ini.

Ribuan lagi sedang berkembang dan sangat potensial ditingkatkan. Selebihnya sedang memulai dan memerlukan pembinaan serta fasilitasi. (sol)