Sultan HB X Ingin Ada Solusi Pasti Pemudik dari Jakarta
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Untuk mengatasi pandemi virus corona atau Covid-19 di Indonesia, Presiden Joko Widodo resmi menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat. Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden (Keppres) terkait status kedaruratan kesehatan masyarakat.
Dengan terbitnya PP dan Keppres, Jokowi meminta semua pimpinan daerah mengikuti pemerintah pusat. "Para pimpinan daerah saya minta tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri. semua kebijakan di daerah harus sesuai peraturan, berada dalam koridor undang-undang, PP, serta Keppres tersebut," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Selasa (31/3/2020).
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, meminta pemerintah pusat segera memberi kepastian perihal pemudik yang akan meninggalkan Daerah Khusus Ibukota (DKI) menuju daerah-daerah khususnya pulau Jawa.
"Kalau Jakarta dan sekitarnya itu dinyatakan sebagai wilayah yang kemungkinan nanti ditutup, ya kami berharap pemerintah pusat menentukan wilayah mana saja yang harus ditutup," papar Sultan Selasa (31/3/2020) petang di Kompleks Kepatihan Yogyakarta.
Bagaimana pun harus ada keputusan dalam mengendalikan transportasi umum maupun mobil pribadi.
“(Karena) biar pun ditutup jika mereka mencuri-curi dengan mobilnya sendiri kan tetap bisa. Tetapi kalau pengertian memang tidak sepenuhnya ditutup, bagi mereka yang tetap mau tinggal di Jakarta tapi tidak punya penghasilan atau dijamin (kebutuhan hidupnya) berarti tetap akan ada yang keluar (dari Jakarta)," kata Sultan.
Menurut dia, karena Jakarta merupakan daerah merah, maka perlu diatur agar jalur pemudik ke timur baik ke Jogja, Jawa Tengah maupun ke Jawa Timur harus ditentukan rutenya.
"Kalau dari Bekasi misalnya, ya udah lewat tol aja terus ke Brebes, nggak boleh dia nanti masuk ke Bandung terus lewat Cilacap. Karena kalau ini merupakan wilayah hijau dan yang datang ini merah maka saat dia berhenti di warung makan atau nginep ya bukan memutus rantai virus namanya. Yang ijo pun malah bisa menjadi merah, jadi ini bukan merupakan penyelesaian," terang Sultan.
Soalnya, lanjut Ngarsa Dalem, kalau tanpa kepastian pemudik itu boleh atau tidak kita tidak akan pernah selesai. Karena jangka waktu pemudik untuk lebaran itu masih jauh jadi Pemprov DIY ingin pemudik yang datang ke Jogja itu kapan naik atau malah turun.
"Ini kan pemudik semuanya naik. Ini berhenti sekarang, besok atau lusa kita nggak tau, kalau kita antar-provinsi nggak selesai negosiasi kita nggak bisa prediksi. Maka kita ingin menyelesaikan itu," lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama, Sultan juga mempertanyakan solusi pemudik tidak diizinkan meninggalkan DKI.
"Kalau DKI di-close orang di luar juga tidak boleh masuk di DKI dan sekitarnya, berarti akan ada warga masyarakat yang mungkin korban PHK atau mungkin perlu dibantu biaya hidupnya, maka DKI harus menanggung beban 3,7 juta orang tersebut," lanjut Sultan.
Harus ada kepastian untuk tidak kembali ke daerah mereka diberi bantuan. “Seberapa besar nilai bantuannya, kalau kecil lebih baik dia pulang. Mungkin seperti itu, jadi harus menarik untuk biaya hidup. Terserah pemerintah pusat itu merupakan beban DKI atau beban pemerintah bagaimana memberi jaminan hidup 3,7 juta orang tersebut," tandas Sultan.
Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji mengungkapkan Pemda DIY menunggu keputusan pemerintah pusat terkait PSBB. Sebab jumlah pemudik ke DIY semakin hari semakin besar.
"Kita tunggu keputusan (PSBB) seperti apa karena daerah tidak bisa menolak orang datang. Tapi mohon ada protokol yang baik saat ada orang datang," kata dia. (sol)