Suara Kecil di Panggung Besar Linimasa#7, Anak-anak Berbicara Hilangnya Ruang Bermain
Di balik gedung-gedung tinggi dan jalan-jalan lebar, ada mimpi anak-anak merindukan taman bermain.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Di tengah hiruk pikuk pembangunan Kota Yogyakarta yang semakin pesat, sekelompok anak-anak berusaha mengangkat suara mereka -- bukan melalui protes atau petisi melainkan melalui seni teater. Inilah salah satu highlight yang akan disajikan dalam Parade Teater Yogyakarta Linimasa#7, sebuah festival teater yang digelar 16-18 Oktober 2024.
Manik-manik Mimpi, begitulah judul pertunjukan yang akan dibawakan oleh Teater Sanggar Anak Alam. Kelompok teater ini melibatkan anak-anak berusia 4 hingga 12 tahun untuk berbicara tentang kota mereka.
"Kami ingin menampilkan suara dari anak-anak yang menunjukkan bahwa kota kesayangan mereka ini, dalam beberapa hal, telah mengesampingkan keinginan mereka akan ruang bermain," ujar Khasanah Rahmawati, sutradara pertunjukan, Selasa (15/10/2024).
Pertunjukan ini lahir dari sebuah proses unik. Sebelum memutuskan konsep, tim kreatif meminta anak-anak menuliskan keinginan dan harapan mereka terhadap ruang bermain di Yogyakarta. Hasilnya? Sebuah potret kota dari sudut pandang yang jarang kita lihat - mata polos anak-anak.
Perubahan kota
Bukan hanya suara anak-anak, Linimasa#7 juga akan menampilkan berbagai perspektif tentang dinamika Kota Yogyakarta. Enam kelompok teater terpilih dari total 26 proposal akan membawakan pertunjukan yang mengangkat isu-isu seperti sampah, perubahan sosial-ekonomi, politik lokal hingga berkurangnya ruang publik.
“Kami berharap teater bisa menjadi bahasa lain untuk menangkap fenomena pembangunan Jogja yang terjadi dengan percepatan luar biasa," jelas Elyandra Widharta, kurator Linimasa.
"Linimasa diharapkan menjadi pertemuan antara penampil dari segala segmen usia. Bukan hanya dari komunitas teater kampus atau teater kampung, tapi juga mereka yang biasa berproses di kelompok-kelompok teater lainnya," tambahnya.
Kepala Taman Budaya Yogyakarta, Purwiati, menekankan pentingnya festival ini di tengah perubahan cepat yang dialami kota. "Yogyakarta telah menjadi bagian dari jaringan pariwisata global. Namun, di tengah kemajuan ini, kita tidak boleh melupakan identitas lokal dan nilai-nilai kehidupan kita," ujarnya.
"Sebagian ruang-ruang romantisme dalam gang-gang kampung mulai terpinggirkan. Sebagian tinggal menjadi arsip yang hidup. Melalui Linimasa#7, kita mengajak seniman untuk menjelajahi arsip dan teks yang terpinggirkan ini," tambahnya.
Lintas generasi
Festival yang didukung oleh Dana Keistimewaan dan Taman Budaya Yogyakarta ini akan menampilkan pertunjukan dari berbagai kelompok lintas generasi. Selain Teater Sanggar Anak Alam, akan ada pula pertunjukan dari Studi Seni Ngathabagama, Teater Mlati, Kinemime Nusantara, Young Artisy From Yogyakarta dan Komunitas Manah Ati.
Parade Teater Yogyakarta Linimasa#7 digelar tiga hari mulai pukul 19:00 setiap malamnya. Yang menarik, acara ini terbuka untuk umum dan gratis.
"Kami mengundang seluruh masyarakat Yogyakarta untuk hadir dan menyaksikan bagaimana seni teater merespon dinamika kota kita. Mari kita jelajahi kota, arsip, dan teks yang terpinggirkan bersama-sama melalui pertunjukan-pertunjukan ini," ajaknya.
Dalam era di mana suara-suara kecil sering tenggelam di tengah deru pembangunan, Linimasa#7 menjadi pengingat. Di balik gedung-gedung tinggi dan jalan-jalan lebar, ada mimpi anak-anak yang merindukan taman bermain. Ada kerinduan akan gang-gang sempit yang penuh cerita.
Dan yang terpenting, ada harapan bahwa seni, dalam hal ini teater, bisa menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan Kota Yogyakarta. (*)