Setelah Perda Ini Direvisi, Tak Pakai Masker Terjerat Sanksi
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – DPRD DIY merekomendasikan protokol pencegahan penularan virus Corona atau Covid-19 dimasukkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat.
Saat ini dewan mempersiapkan revisi perda tersebut. Ini dimaksudkan supaya warga yang melanggar protokol kesehatan antara lain tidak pakai masker di tempat-tempat umum, tidak jaga jarak dan tidak cuci tangan, bisa terjerat sanksi.
“Protokol kesehatan jika tidak menjadi komponen perda maka kita tidak bisa menegakkan aturan secara lebih kuat. Pemda tidak bisa memberikan sanksi bagi warga yang melanggar, karena regulasinya tidak kuat,” ungkap Huda Tri Yudiana, Wakil Ketua DPRD DIY.
Kepada wartawan di sela-sela kegiatan Sambung Rasa Pimpinan DPRD DIY dengan para guru, Rabu (10/6/2020), di SDIT Salman Al Farisi 2 Wedomartani Ngemplak Sleman, dia menjelaskan apabila perda itu direvisi maka perekonomian masyarakat berjalan dan penyebaran Covid-19 bisa ditanggulangi secara lebih baik.
Ditanya sanksinya seperti apa, Huda mencontohkan hal-hal yang wajar saja misalnya tidak pakai masker dilarang masuk pasar atau tidak cuci tangan dilarang masuk ruangan. “Sanksinya wajar tetapi bisa memaksa,” ungkapnya.
Dewan merasa prihatin saat terjadi kerumunan di Malioboro banyak warga tidak pakai masker dan tidak jaga jarak. “Tidak ada sanksi apa-apa. Kita hanya bisa ngelus dhada, tapi besok (setelah perda direvisi) kita bisa menegakkan sanksi. Cuci tangan dan pakai masker dulu tidak terpikirkan ada di dalam perda. Sekarang justru menjadi sangat penting,” tambahnya.
Sekali lagi dia menegaskan revisi perda ini sifatnya mendesak agar ekonomi bisa segera berjalan. “Kita tahu sekarang ekonomi masyarakat semakin sulit. Kalau tidak ada terobosan kebijakan kita khawatir masalah ini terlarut-larut, kita juga tidak ingin penyebaran Covid-19 di Yogyakarta tidak terkendali,” ucapnya.
Menjawab pertanyaan saat ini Pemda DIY menyiapkan standar operasional prosedur (SOP) New Normal apakah tidak tumpang tindih, menurut dia, SOP kemungkinan tidak ada sanksi.
“Lho ini kan kita koordinasi dengan Pemda. SOP ini bagaimana melakukan sesuatu misalnya di tempat wisata apa yang harus dilakukan. Sanksinya bagaimana? Di SOP New Normal itu mungkin nggak ada sanksi. Kekuatan sanksi tersebut berkurang kalau tidak ada peraturan di atasnya (perda),” terangnya.
Paling cepat kapan diberlakukan? Harapannya sebulan dua bulan ke depan seiring dengan persiapan tanggap darurat menuju New Normal pada Juli mendatang. “Teman-teman di lapangan sudah menyiapkan sambil bekerja menyusun protokol,” kata dia.
Lantas seperti apa turunan perda itu di kabupaten/kota, Huda menyatakan di tingkat provinsi rasanya cukup namun apabila kabupaten/kota berinisiatif melakukan revisi, bisa dilakukan. “Saya persilakan. Revisi perda ini tidak sulit hanya memasukkan protokol kesehatan saja,” tandasnya.
Saat berkunjung ke Kulonprogo, Wakil Ketua DPRD DIY Anton Prabu Semendawai juga menyatakan revisi perda hanya menambahkan beberapa pasal. Namun semua itu tergantung pembahasan di dewan. “Dalam perda tersebut ditambahkan aturan-aturan protokol kesehatan beserta sanksi,” jelasnya.
Termasuk sanksi terhadap pengelola destinasi wisata ataupun pusat perbelanjaan yang tidak menyediakan tempat cuci tangan. “Sanksi juga bisa dikenakan kepada individu yang tidak menerapkan protokol kesehatan. Penerapan sanksi kita bahas dengan eksekutif,” kata dia.
Anton sepakat revisi perda tersebut segera direalisasikan mengingat pada Sabtu dan Minggu silam terjadi kerumunan di Malioboro, banyak dari mereka tidak mematuhi protokol kesehatan. Petugas tidak bisa menindak karena tidak ada dasar hukumnya. (sol)