Serikat Pekerja Rokok DIY Menolak Rencana Penutupan Display Produk Rokok di Warung dan Swalayan
Rokok adalah produk legal yang dilindungi undang-undang, tidak sepantasnya diperlakukan seperti itu.
KORANBERNAS.ID, KULONPROGO – Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (PD FSP RTMM-SPSI) DIY, Waljid Budi Lestarianto, menyatakan pihaknya tegas menolak rencana penutupan display rokok di warung dan swalayan sebagai implementasi diterapkannya Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kulonprogo.
“Rencana penutupan display produk rokok menggunakan tirai di warung kelontong dan swalayan yang juga diamini oleh Pj Bupati Kulonprogo (Srie Nurkyatsiwi) adalah sesuatu yang berlebihan dan menyesatkan,” kata Waljid, Rabu (21/8/2024).
Seperti diketahui, Kepala Dinas Kesehatan Kulonprogo sekaligus Ketua Pelaksana Satgas KTR Kulonprogo, Sri Budi Utami, awal pekan ini mengatakan Satgas KTR menggelar konsolidasi bersama Pemerintah Kabupaten Kulonprogo terkait penutupan display rokok.
Mengatur tempat
Disebutkan, Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok bukan berarti melarang orang untuk merokok tetapi mengatur tempat-tempat yang bebas asap rokok maupun tempat yang diperkenankan untuk merokok.
Waljid menegaskan, selain menyesatkan rencana itu bertentangan atau justru tidak sesuai dengan PP 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang telah ditetapkan oleh Presiden.
“Sebaiknya sebelum mengambil keputusan di tingkat daerah, baik itu Perda KTR, Perbup maupun Surat Edaran, Pemkab Kulonprogo betul-betul memahami aturan yang ada di atasnya yaitu UU Kesehatan No 17 Tahun 2023 dan PP 28 Tahun 2024,” kata Waljid.
Dia merasa heran sekaligus terkejut organisasi yang dipimpinnya tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan tersebut. “Bahkan kami sebagai bagian dari pemangku kepentingan di bidang pertembakauan dalam hal ini Serikat Pekerja yang menaungi pekerja rokok, tidak pernah dilibatkan dalam penentuan kebijakan tersebut,” ungkapnya.
Dampak negatif
Menurut Waljid, kebijakan yang akan diterapkan di Kulonprogo itu bisa berdampak negatif. “Kami sangat kaget karena aturan itu dikhawatirkan akan berpotensi menyebabkan penurunan penjualan produk rokok di Kabupaten Kulonprogo,” tambahnya.
Jika itu terjadi, lanjut dia, dampak berikutnya adalah penurunan kesejahteraan pekerja pabrik rokok bahkan kemungkinan terburuk adalah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
“Seperti kita ketahui bahwa produk rokok adalah produk legal yang dilindungi undang-undang, maka tidak sepantasnya diperlakukan seperti itu,” tandasnya. (*)