Seniman Luar Angkasa Akan Membangun Wahana Mars di DIY

Seniman Luar Angkasa Akan Membangun Wahana Mars di DIY

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Era dekade terakhir Planet Mars bukan lagi merupakan planet sepi dan tidak memiliki kehidupan, Mars tidak bisa lagi dikatakan sebagai hiasan langit malam berwarna merah, paling tidak sudah beberapa Space Agency dan beberapa negara yang menemaninya antara lain Amerika, Uni Emirat Arab, Rusia, India, Uni Eropa, Jepang, Cina, dan segera menyusul negara lainnya.

Mereka sedang berpacu untuk mencapai Mars dengan Rusia dan Amerika yang sudah memimpin terlebih dahulu pada era 60an dengan berhasil melintasi atau bahkan telah mendaratkan peralatannya di planet yang dikenal orang bumi sebagai planet merah ini

Eksplorasi Mars sudah diawali dengan wahana yang melakukan terbang lintas Mars pertama dan berhasil adalah pada 14-15 Juli 1965, oleh MARINER 4 milik NASA, kemudian yang bisa sampai mendarat pertama kali di permukaan Mars adalah dua probe milik Uni Soviet dengan nama pendarat MARS 2 pada 27 November dan pendarat MARS 3 pada 2 Desember 1971.

Seterusnya sampai beberapa kegagalan misi pun sudah banyak dilakukan pada era 70an. Sekarang, pada era abad ke-21, beberapa Space Agency swasta juga turut meramaikan kompetisi ini, sebut saja SpaceX yang memimpin dan berlari sangat cepat menciptakan teknologi ruang angkasa untuk menaklukan Mars, disamping ada juga Lockheed Martin dan Boeing.

Begitu juga dengan alasan mengapa Mars dijadikan project utama setelah eksplorasi Bulan. Durasi hari di Planet Mars (atau sol) sangat mirip dengan Bumi. Hari berdasarkan Matahari di Mars tercatat selama 24 jam 39 menit 35,244 detik, sangat mirip dengan Bumi. Mars memiliki kemiringan sumbu sebesar 25,19°, sementara kemiringan sumbu Bumi 23,44°.

Musim di planet yang diambilkan nama dari dewa perang Romawi ini berlangsung hingga hampir dua kali lebih lama, karena satu tahun di Mars sama dengan 1,88 tahun di Bumi. Fakta lain adalah bahwa luas permukaan Planet Mars kurang lebih 28,4% Bumi, sedikit lebih rendah dari luas daratan di Bumi (yang meliputi 29,2% permukaan Bumi). Sedangkan jari-jari Mars tercatat setengah dari Bumi dan massanya sepersepuluh Bumi.

Lantas bagaimana untuk mempersiapkan ekspansi manusia ke Mars? dan faktor apa saja yang diperlukan untuk bisa layak menempatkan manusia di sana. Sudah ada beberapa pelatihan dan simulasi habitat yang khusus untuk diperuntukkan bagi persiapan manusia menuju Mars.

Sebut saja HI-SEAS di Mauna Loa - Hawaii oleh NASA, MDRS di Utah oleh Mars Society, MARS-500 di IBMP Moskow hasil kolaborasi antara Rusia-ESA-China, D-Mars di Ramon Crater oleh Israel, F-MARS di Pulau Devon - Kutub Utara oleh Mars Society, dan Concordia Station di Antartika - Kutub Selatan oleh Perancis dan Itali (ESA). Pusat-pusat pelatihan dan simulasi Mars ini mempunyai fokus dan tujuan yang berbeda-beda.

Kabar baiknya, di Indonesia tepatnya Yogyakarta akan dibangun wahana simulasi dan pelatihan hidup di planet Mars yang pertama. Ide ini berawal dari lembaga nirlaba bernama ISSS - Indonesia Space Science Society yang berdiri sejak tahun 2015. ISSS adalah sebuah platform terbuka yang dibangun untuk siapa saja yang tertarik dengan Space Science dan Space Exploration bisa bertemu dan saling berbagi informasi dari berbagai bidang keilmuan dan latar belakang.

Venzha Christ sebagai founder dan sekaligus pemantik ide awal untuk membangun pusat pelatihan hidup di Planet Mars ini juga terpilih untuk mengikuti pelatihan tersebut di MDRS - Mars Desert Research Station, yang didanai oleh MUSK Foundation - Elon Musk dari SpaceX, di Amerika pada tahun 2018 dan SHIRASE - Simulation of Human Isolation Research for Antarctica-based Space Engineering, oleh Field Assistant di Jepang pada tahun 2019.

Melalui kedua program inilah Venzha Christ kemudian mendapatkan pengalaman dan pengetahuan tentang bagaimana membangun pusat pelatihan dan simulasi ini.

Venzha juga mengatakan bahwa Simulasi Analog Mars ini akan diberi nama VMARS, kepanjangan dari: v.u.f.o.c Mars Analog Research Station. Seperti telah diketahui bahwa v.u.f.o.c adalah sebuah laboratorium multidisipliner di bawah naungan HONF Foundation dan ISSS, yang fokus pada pengembangan kolaborasi antara 'Space Science', 'Space Exploration', serta 'Space Art' atau 'Astronomical Art'.

"Rencananya program VMARS ini akan dimulai dibangun pada akhir tahun 2020 dan akan memulai proto program pada awal tahun 2021, yang kemudian program pertamanya pada pertengahan 2021. Sebelumnya VMARS ini direncanakan sudah mulai pembangunannya pada awal tahun ini tapi karena pandemi, jadi harus mundur untuk pelaksanaannya," papar Venzha kepada wartawan Selasa (29/9/2020).

Mengenai tempat dan lokasi pastinya, Ia masih merahasiakannya. Namun karena dalam program pelatihan ini ditujukan untuk hidup di Mars, pihaknya akan mencari tempat yang paling mirip degan kondisi tanah di Mars. Yang pasti tempatnya ada di DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta).

VMARS dipastikan akan tetap berkolaborasi dengan berbagai komunitas regional, nasional maupun internasional dalam ranah sains dan teknologi antariksa. Beberapa Lembaga dan Institusi yang akan terlibat antara lain berasal dari kalangan akademisi, praktisi astronomi, Universitas baik dalam maupun luar negeri, serta Institusi yang pernah menjalin kerja sama dengan v.u.f.o.c lab dan ISSS selama sepuluh tahun terakhir.

Sebut saja LAM (Laboratoire d'Astrophysique de Marseille), Field Assistant (Jepang), NARIT (Thailand), LAPAN (Indonesia), Mars Society (USA/Japan), Observatorium BOSSCHA (Indonesia), IMeRA Institute for Advance Study (Perancis), CEOU (Korea), IRAM (Perancis), SETI Institute (USA), ISAS (Jepang), SCASS (UAE), dan lain-lain.

VMARS akan mengadakan Soft-Launching-nya dengan sebuah karya instalasi interaktif yang dipamerkan di BAB - Bangkok Art Biennale 2020, Thailand, dan satu di Yogyakarta Indonesia, dengan judul : "MARS IS (NOT) A SIMULATION - a terraforming paradox after the mission" yang memaparkan tentang usaha dan kemungkinan untuk menjadikan Mars sebagai Bumi kedua atau tempat baru yang akan dibangun sebuah peradaban dengan banyaknya faktor kendala yang ekstrem.

"Karya ini pula diharapkan mendorong pemikiran kritis tentang kondisi alam di Planet Mars bagi rencana ekspansi manusia bumi untuk membuat koloni manusia. Selain itu juga mengajak audiens untuk membayangkan masa depan Mars melalui perkembangan teknologi terkini yang dimiliki manusia," lanjutnya.

Meskipun demikian Venzha tidak setuju membangun koloni manusia di Mars karena kondisi di sana tidak layak dihuni manusia, sebelum terraforming Mars benar-benar terjadi. Tetapi saya mendukung pembuatan laboratorium luar angkasa di Mars dan mengembalikan pengetahuannya untuk peradaban dan kehidupan di Planet Bumi yang lebih baik.

Venzha Christ mengungkapkan, suatu saat jika terraforming benar-benar terjadi di Planet Mars, maka di saat yang bersamaan entitas manusia akan lahir menjadi "manusia baru" bagi peradaban manusia di bumi.  Terraforming adalah usaha manusia dengan teknologinya untuk membentuk ekosistem dan lingkungan pendukung kehidupan. Meskipun demikian, sampai saat ini belum ditemukan cara untuk melakukan terraforming Mars. Semua teori masih berupa spekulasi.

Melalui VMARS ini Venzha dan ISSS akan menjadikan pemahaman baru tentang Mars atau planet lainnya yang memungkinkan untuk dihuni menjadi menarik dari pendekatan berbagai perspektif sains, teknologi, etika, dan juga seni.

Fokus VMARS pada riset "Radio Astronomy", mengenal radiasi benda langit, kreasi "Space Food" alternatif, inovasi teknologi "Space Farming", serta penelitian "Extra-Terrestrial Life" akan kami jadikan acuan untuk mengolah logika dan penalaran bagi generasi yang ada sekarang dan akan datang.

"Masa depan teknologi sains di Indonesia akan sangat tergantung dari proses dan peran yang kita semua lakukan pada saat ini. Transformasi ekonomi yang dikatakan harus dimulai pada 2020-2024 untuk memberikan landasan kokoh menuju Indonesia Maju 2045," lanjut Venzha.

"Dengan hadirnya VMARS ini di antaranya ialah untuk mendorong industri antariksa nasional, dan ekonomi kreatif di bidang sains antariksa di Indonesia," pungkasnya.(*)