Peserta Aksi Tetap Bermasker Sampaikan Aspirasi

Peserta Aksi Tetap Bermasker Sampaikan Aspirasi

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Aksi solidaritas kembali digelar di Yogyakarta dengan mengusung beberapa tema sekaligus, Selasa (20/10/2020). Mulai dari penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja, desakan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) hingga penyampaian aspirasi terkait setahun pemerintahan rezim Jokowi-Ma’ruf Amin. Meski diikuti ribuan orang, peserta aksi unjuk rasa damai itu tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Fadholi, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menyebutkan, protokol kesehatan menjadi hal yang wajib dan disepakati oleh para peserta aksi. Sehari sebelumnya, Senin (19/10/2020), mahasiswa UNY melakukan konsolidasi internal untuk mengikuti aksi unjuk rasa damai.

“Salah satu kesepakatannya, kita harus tetap mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker, semua peserta diminta tidak melakukan aksi anarki atau provokasi yang merugikan gerakan mahasiswa,” ujarnya.

Putra Revolusi, aktivis dari Aliansi Rakyat Bergerak ketika aksi di Bundaran UGM Yogyakarta menyerukan pemerintah segera mencabut UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang baru saja disahkan. Menurut dia, UU Omnibus Law yang disahkan parlemen 5 Oktober lalu kurang memberikan keberpihakan kepada masyarakat kecil.

“Beberapa poin penting yang ingin kami sampaikan, pertama adalah Omnibus Law harus digagalkan. Kedua, penangkapan dan penculikan serta intimidasi terhadap para aktivis, peserta unjuk rasa harus dihentikan,” ungkapnya.

Pemerintah juga diminta melakukan pemerataan kesejahteraan. Aliansi Rakyat Bergerak (ARB), menurut Putra Revolusi, mendesak dibentuk dewan rakyat demi mengatasi persoalan ketimpangan ekonomi.

“Kita tahu bersama bahwa hari ini, kekayaan Indonesia sangat luar biasa, tetapi terjadi ketimpangan antara kaya dan miskin. Kami mendesak dibentuk dewan rakyat yang nantinya menempatkan seluruh perwakilan yang ada secara merata,” kata dia.

Aksi solidaritas yang diikuti ribuan mahasiswa dan aktivis sosial dari berbagai perguruan tinggi tidak hanya diisi orasi dan mimbar bebas demokrasi, tetapi juga aksi teaterikal dan kesenian sebagai bentuk protes terhadap penindasan masyarakat miskin. (*)