Seniman Disabilitas dari 12 Negara Pameran di ISI Yogyakarta

Karya para seniman yang ditampilkan telah melalui proses kurasi.

Seniman Disabilitas dari 12 Negara Pameran di ISI Yogyakarta
JIDAB #2 di Galeri RJ Katamsi Kampus ISI Yogyakarta. (sariyati wijaya/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Perhelatan Jogja International Disability Arts Biennale (JIDAB) #2 di Galeri RJ Katamsi Kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dibuka Jumat (13/10/2023) sore.

Pameran yang berlangsung hingga 21 Oktober itu diikuti 54 seniman disabilitas dari 12 negara dengan 67 karya seni berupa seni rupa dua dimensi seperti lukisan, seni video dan seni instalasi.

Adapun 37 seniman berasal  dari Indonesia dan 17 selebihnya dari negara Australia (Kurt Bosecke dan Geoff Dossetor), Brazil (Maria Goret Chagas dan Ronaldo Cupertino da Silva), United Kingdom (Andrew Bolton, Booker Skelding, Cheryl Beer, Emma Freyne dan Helen Hall), Singapore (Ng Yiy ming Mimi), Nigeria (Olubunmi Oyesanya Ayaoge).

Kemudian, New Zealand (Kerrin Tilley) South Korea (Jin-hyun Song), Cairo Egypt (Reda Ahmed Fadl), Philippines (John Roland Feruelo), Croatia (Alen Kasumović mag.art) dan Uni Emirat Arab (Brook Yeshitila).

Penampilan grup band penyandang disabilitas. (sariyati wjaya/koranbernas.id)

“Yayasan Jogja Disability Arts (JDA) memiliki kegiatan rutin pameran seni rupa internasional disabilitas berkala dua tahunan (biennale) sejak tahun 2021. Perhelatan pertama  tahun 2021 pameran ini berjudul Rima Rupa dengan diikuti 10 negara. Kemudian tahun 2023 ini kita  memilih tema Interchange dengan 12 negara peserta,” kata Budi Irawanto, kurator pameran itu saat konferensi pers.

Turut hadir kurator lainnya Sukri Budi Darma dari Jogja Disability Arts, Dr Nano Warsono dari ISI Yogyakarta, Matthew Clay-Robinson (York University, AS), perwakilan seniman Wiji Rahayu dan T Kristian serta Direktur  JIDAB 2023, Rudy Gunawan.

Budi mengatakan JIDA adalah satu-satunya di dunia. Adapun yang melatar belakangi pameran ini karena adanya pertautan antara seni dan disabilitas yang memiliki banyak dimensi. Seni menjadi medium untuk merepresentasikan kondisi disabilitas.

“Tahun ini Jogja International Disability Art Biennale (JIDAB) memilih tema Interchange yang menggarisbawahi adanya proses kolaborasi artistik yang diwarnai oleh pertukaran gagasan melalui praktik kreatif di medan seni,” jelasnya.

Proses kolaborasi tak sekadar mempertemukan atau menyatukan dua gagasan maupun praktik kreatif yang berbeda, melainkan juga melahirkan keinsyafan baru tentang pentingnya memahami dan menaruh hormat pada pihak lain serta kesadaran ada hal yang jauh lebih ketimbang dilakukan sendirian.

ARTIKEL LAINNYA: Cara Membayar Pajak Online Lewat Tokopedia Sangat Mudah

Nano menambahkan karya para seniman yang ditampilkan telah melalui proses kurasi. "Kami memiliki jaringan dengan para seniman disabilitas yang kemudian karyanya kami kurasi bersama-sama, dipilih sebelum dipamerkan,” katanya.

Selain pameran, dilakukan juga kegiatan  program publik berupa seminar international, focus group discussion, workshop dan pemberian penghargaan.

Sukri Budi Dharma mengatakan pihaknya terus memberikan pendampingan kepada para seniman disabilitas untuk terus berkarya dan mendapat ruang. Termasuk adaya JIDAB 2023 yang menjadi ruang publik bagi seniman disabilitas untuk menampilkan karyanya.

“Hampir 60 sampai 70 persen seniman disabilitas bukan berasal dari  pendikan seni, bahkan 20 persen di antaranya tidak sekolah dan belajar otodidak. Mereka terus kita dampingi, teman-teman penyandang disabilitas sensorik, motorik, intelektual maupun disabilitas fisik,” katanya.

Salah seorang seniman Wiji Rahayu mengatakan dirinya menampilkan karya seni insalasi. “Saya gunakan pewarna alam untuk kain yang digunakan,” katanya.

Sedangkan Rudy Gunawan berharap perlunya banyak pihak mendukung para seniman disabilitas agar mereka bisa menampilkan karya seninya dan mengembangkan bakat seni yang dimiliki. “Dan kita ciptakan ruang melalui pameran JIDAB 2023,” katanya. (*)