Komunitas Sugenyi Mengolah Ramalan Gelap

Komunitas Sugenyi Mengolah Ramalan Gelap

KORANBERNAS.ID -- Komunitas Sugenyi tampil mengisi acara Sastra Bulan Purnama, Senin (19/8/2019), di Amphytheater Tembi Rumah Budaya Jalan Parangtritis Km 8,5 Tembi Sewon Bantul.

Dengan iringan petikan gitar, komunitas yang beranggotakan Yantoro, Rieta En, Luwi Darto dan seorang pemetik gitar itu mengolah cerpen karya Retno Darsi Iswandari berjudul Ramalan Gelap.

Penampilan mereka melengkapi acara peluncuran antologi cerpen Rumah Nin karya sepuluh cerpenis perempuan.

Cerpen-cerpen itu dibacakan untuk menghidupkan teks yang beku menjadi bisa didengar. Masing-masing cerpenis membacakak karyanya, tidak utuh tetapi cukup diambil penggalannya agar penonton tidak jenuh mendengarkan.

Dyah  Merta, seorang penulis yang tinggal di Yogyakarta  seperti sedang merindukan menjadi seorang pengantin saat dia membaca cerpen karyanya Pengantin. Cerpennya terasa hidup mungkin karena imajinasinya.

Rosana Hariyanti yang biasa dipanggil Ocha, seorang pengajar Jursan Bahasa Perancis di FIB Universitas Brawijaya membacakan cerpennya Rumah Nin.

Ocha seolah-olah memilih rumah yang kemudian ditinggali Nin. Padahal Nin tinggal di Yogyakarta dan Ocha sangat kenal dengan nama itu.

Tapi Nin dalam cerpen Ocha bukan Nin yang dia kenal. Mungkin, Nin itu adalah dirinya sendiri.

Dyah Merta. (istimewa)

Ada pembaca lain meski baru pertama membaca cerpen di Sastra Bulan Purnama, mungkin karena sudah terbiasa mengajar, dia seperti sudah terbiasa membaca karya sastra.

Nurul Indarti, dosen FEB UGM itu membacakan cerpen karya Endah Raharjo berjudul Pohon Kenanga di Halaman Belakang Rumah.

Menakjubkan, Nurul bisa menghadirkan suasana dramatik. Membacanya lancar. Intonasinya jelas dan bisa membedakan karakter tokoh yang satu dan lainnya, sehingga masing-masing tokoh nada suaranya berbeda.

Yanti Sastro, seorang pengajar dari Undip Semarang, mengawali membaca cerpennya dengan tembang. Seolah-olah dia sedang membangun suasana dan begitu masuk membacakan cerpennya Yanti seperti menyihir orang untuk mendengarkan.

Ninuk dan Rani membacakan satu cerpen karya Ninuk. Keduanya seperti sedang berdialog saat membaca cerpen Pohon Trembesi Ibu itu.

Lain lagi Endah Sr. Dia merekam cerpennya diiringi musik. Lalu dia tampil dengan gerak-gerak bangau putih seperti sedang menari, sementara dia terus bergerak suara dan musik menyertai pembacaan cerpen.

Endah memang mempunyai teknis tersendiri. “Supaya afdol, saya juga akan membaca cerpen saya, hanya pendek, satu alinea saja,” kata Endah.

Ninuk Indarti. (istimewa)

Sedangkan Ida Fitri seperti sedang merindukan laki-laki dalam cerpennya Lelaki dari Negeri Bianglala.

Mestinya yang merindukan laki-laki Dyah Merta, dalam imajinasi pengantinnya.

Jarik yang dikenakannya seperti bianglala penuh warna. Mestinya Ida dan Dyah diminta membaca bersama, agar klop antara lelaki dan pengantin keduanya merindukan bianglala.

Malam itu Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid, juga tampil membaca cerpen.

Di luar dugaan, suaranya mantap saat membaca cerpen Yeni Mada berjudul Rabu Kaba. (sol)