Sembilan Pamong Termasuk Dukuh Dilaporkan ke Bawaslu Bantul

Pelapor didampingi 15 anggota aliansi dan kuasa hukum Musthafa SH.

Sembilan Pamong Termasuk Dukuh Dilaporkan ke Bawaslu Bantul

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Perwakilan Aliansi Masyarakat Peduli Bantul (AMPB), Endik Widodo SIP (43), melaporkan beberapa oknum pamong dan dukuh di Kalurahan Jatimulyo Kapanewon Dlingo ke Bawaslu Bantul, Selasa (19/11/2024) sore, atas dugaan pelanggaran netralitas pilkada.

Pelapor didampingi 15 anggota aliansi dan kuasa hukum Musthafa SH menyampaikan tindakan oknum yang diduga mendukung pasangan calon (paslon) tertentu itu melanggar aturan netralitas pamong atau perangkat kalurahan dalam proses Pilkada Bantul.

Endik melampirkan bukti foto yang diserahkan ke Bawaslu. Tampak sembilan orang terdiri pamong dan dukuh berkumpul dengan paslon tertentu dengan posisi berdiri dan foto bersama, dengan kode  jari yang mengindikasikan mendukung paslon tersebut.

“Alhamdulillah aliansi masyarakat peduli Bantul telah melaporkan dugaan pelanggaran pilkada yang dilakukan oleh beberapa oknum dukuh dan perangkat di Jatimulyo Dlingo. Kami berharap Bawaslu benar-benar tegas merespons laporan kami supaya tidak terjadi kegaduhan di masyarakat,” ucapnya.

Nilai demokrasi

Musthafa SH menyampaikan jika tindakan oknum dukuh tersebut terbukti maka benar-benar telah telah mencederai nilai-nilai demokrasi dan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap regulasi pilkada dan etika penyelenggaraan pemerintahan desa.

Patut diduga tindakan itu melanggar sejumlah pasal undang-undang terkait netralitas pejabat publik khususnya perangkat desa.  Yakni UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah Pasal 71 Ayat (1) Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI/Polri, kepala desa, dan perangkat desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.

"Jika terbukti melanggar, tindakan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 188, yang menyatakan ancaman pidana penjara paling lama 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 6 juta,” tegasnya.

Menurut dia, beberapa oknum tersebut juga melanggar UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 29 Huruf g dan h disebutkan kepala desa dan perangkat desa dilarang melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga negara atau golongan tertentu, serta dilarang menyalahgunakan wewenang dan jabatannya.

Asas netralitas

“Dukungan kepada paslon tertentu dapat dianggap sebagai tindakan diskriminatif dan penyalahgunaan wewenang yang bertentangan dengan asas netralitas” tambah Musthafa.

Oknum tersebut juga melanggar UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Pasal 280 Ayat (2) disebutkan Pelaksana atau tim kampanye dilarang melibatkan aparat desa, perangkat desa, atau pejabat lainnya dalam kegiatan kampanye.

Berdasarkan ketentuan UU ini, pelanggaran bisa berdampak pada sanksi administrasi maupun diskualifikasi bagi pasangan calon yang diuntungkan.

Musthafa menegaskan pentingnya penegakan hukum oleh Bawaslu untuk menjaga netralitas dan keadilan dalam proses pilkada. Dirinya berpesan pentingnya netralitas mengingat aparatur desa memiliki pengaruh besar di tingkat akar rumput sehingga netralitas mereka sangat krusial.

Selain itu, juga perlu sanksi tegas. Jika terbukti, Bawaslu harus memberikan rekomendasi sanksi kepada oknum tersebut serta menginvestigasi keterlibatan pihak lain termasuk paslon yang mendapatkan keuntungan. (*)