Saat Pandemi Penggunaan Alat Kontrasepsi Turun Drastis

Saat Pandemi Penggunaan Alat Kontrasepsi Turun Drastis

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Keberlangsungan pelayanan kesehatan masyarakat termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi menjadi salah satu bidang yang terdampak akibat pandemi virus Corona atau Covid-19 di Indonesia.

Merujuk data BKKBN tahun 2020 setidaknya terjadi penurunan drastis penggunaan berbagai alat kontrasepsi pada bulan Maret dibanding Februari, sebesar 35 sampai 47 persen.

Selain dari faktor akseptor, penurunan itu juga dari provider penyelenggara pelayanan KB, terdiri dokter dan bidan.

Hal itu disampaikan Kepala Kantor Perwakilan BKKBN DIY Dr Ukik Kusuma Kurniawan SKM MPS MA dalam sambutan tertulis dibacakan Rohdiana Soemariati MSc pada Desiminasi Hasil Penelitian tentang Peran Provider dalam Pelayanan KB di Masa Pandemi Covid-19 dan Strategi Menghadapi New Normal (Tatanan Baru), Selasa (3/11/2020), di Kantor BKKBN DIY.

Kegiatan tersebut diselenggarakan dengan menerapkan protokol kesehatan memakai masker, mencuci tangan serta menjaga jarak. 

Nenurut Ukik, selain kurangnya kesadaran akseptor untuk ber-KB secara mandiri, selama pandemi mereka juga merasa khawatir mengakses pelayanan KB  di bidan atau dokter.

Dari sisi provider, terdapat keterbatasan Alat Pelindung Diri (APD) untuk mencegah penularan virus. Beberapa klinik akhirnya memilih tutup.

Pada era tatanan baru ini pasangan usia subur (PUS) harus tetap mendapatkan pelayanan KB yang nyaman dan aman guna mencegah meningkatnya angka kehamilan tidak dikehendaki. “Perlu diketahui bagaimana provider harus memberikan pelayanan aman dan nyaman,” kata dia.

Penelitian itu, menurut Drs Aji Nugroko dari Bagian Kerja Sama  sekaligus selaku  penyelenggara, dilakukan tim yang terdiri dari Ir Sugiarti MKes, peneliti BJKBN DIY (peran provider dalam  pelayanan KB di masa pandemi Covid-19), Istri Safitri SST MPH, Dosen STIKES Akbidyo (Pelayanan KB menghadapi era Tatanan Baru), Dr Fitriani Mediastuti (draf modul pelayanan KB untuk provider), dengan reviewer dr Nurul Kholimah (dosen UNY) serta Dra Joeananti Chriswandari, komunikator dari BKKBN DIY.

Penguatan

Penelitian dilakukan di empat kabupaten dan satu kota se-DIY. Rencana semula 80 responden ternyata jumlahnya justru menjadi 86. Hasilnya, tidak semua klinik dan bidan tutup. Ada yang melayani sepenuh hati, tidak mempermasalahkan berapa biaya yang disediakan akseptor. Memang ada yang menurun tetapi ada juga yang meningkat jumlahnya.

Untuk bisa mencapai hasil baik kuantitatif maupun kualitatif, perlu penguatan provider.

Hasil penelitian ini setelah disempurnakan nantinya dijadikan panduan BKKBN DIY  melaksanakan pelayanan KB pada era tatanan baru guna mencegah naiknya angka kehamilan tidak dikehendaki. Kehamilan bila tidak dikendalikan serius bisa mengarah terjadinya baby boom. (*)