Ricuh Paska Pemilihan, Alim: Dulu Kami Sepakat Menyerahkan Mandat ke Tokoh di Surabaya
Alim Sugiantoro menegaskan, pihak-pihak yang bertikai di Kelenteng Kwan Sing Bio lah yang meminta bantuan tokoh-tokoh di Surabaya didamaikan
KORANBERNAS.ID, TUBAN—Tokoh Tionghoa Tuban, Alim Sugiantoro memberikan klarifikasi terkait ricuh yang terjadi di Kelenteng Kwan Sing Bio di Tuban, Senin (9/6/2025). Konflik ini terpicu dari kegiatan pemilihan pengurus baru Minggu (8/6/2025) yang dinilai illegal, karena melanggar kesepakatan bersama. Jauh sebelumnya, kelompok-kelompok yang berkonflik di kelenteng terbesar se Asia Tenggara itu, bersepakat untuk menyerahkan persoalan kepada 3 tokoh di Surabaya.
Ketiga tokoh tersebut, adalah Soedomo Mergonoto, Paulus Willy Afandy dan Alim Markus. Penyerahan mandat ini dilakukan secara tertulis, dengan kesadaran bersama, bahwa perlu penengah untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi. Kepada ketiga tokoh inilah, pihak-pihak yang berselisih di Tuban berharap bisa didamaikan, sehingga membawa ketenteraman ke depan.
“Jadi perlu ditegaskan, kami di Tuban lah yang meminta bantuan ketiga tokoh tersebut untuk didamaikan. Sepanjang belum ada titik temu dan berdamai, mandat masih di tangan mereka bertiga,” kata Alim dalam keterangan via WhatsApp.
Alim merasa perlu meluruskan informasi yang berkembang, terutama terkait kericuhan yang terjadi Senin (9/6/2025). Kericuhan terjadi, paska pemilihan pengurus yang dilakukan Minggu (8/6/2025), yang menetapkan Go Tjong Ping sebagai ketua.
Karena illegal, sudah sewajarnya tokoh di Surabaya yang menerima mandat menyatakan hasil pemilihan itu tidak sah. Alim Sugiantoro yang sebelumnya menjabat Ketua Penilik Tempat Ibadah Tri Dharma (TTID) Kwan Sing Bio Tuban, menjelaskan bahwa penutupan pintu gerbang kelenteng berkaitan erat dengan penolakan terhadap pemilihan pengurus dan penilik yang dimotori Tjong Ping sehari sebelumnya.
“Dua dari tiga tokoh di Surabaya yakni Soedomo Mergonoto dan Paulus Willy jelas menolak atau tidak menyetujui pemilihan itu. Karena tidak mendapat persetujuan dari pemegang mandat, maka mereka juga menolak hasil pemilihan. Dan hasil pemilihan tidak bisa dianggap mewakili semua pihak,” tandasnya.
Alim selanjutnya menunjuk hasil rapat tanggal 5 Juni 2025 di kantor Soedomo. Surat keputusan rapat tersebut juga ditujukan kepada Tjong Ping. Sayangnya, Tjong Ping tidak hadir dalam pertemuan. Padahal, rapat juga dihadiri sejumlah tokoh lain seperti Alim Markus, pepeng Putra Wirawan dan Gunawan Herlambang.
Dalam pertemuan, para tokoh yang hadir menyetujui penundaan pengembalian pengelolaan kelenteng kepada umat di Tuban. Pertimbangannya, karena poin-poin dalam akta kesepakatan bersama, persisnya pada nomor 8 yang dibuat di hadapan notaris Joyce Sudarto belum terlaksana.
Mengacu pertimbangan tersebut, mereka juga sepakat untuk tidak menyetujui pelaksanaan pelantikan pengurus dan penilik kelenteng.
‘’Termasuk ikut tanda tangan Pepeng Putra Wirawan yang ikut, tidak setuju pemilihan tersebut,’’ tulis mantan Ketua Penilik TITD Kwan Sing Bio Tuban itu.
Ricuh
Terkait kericuhan yang terjadi Senin silam, Alim mengatakan karena Tjong Ping nekat memaksakan kehendak untuk masuk ke kelenteng dengan dalih terpilih dalam pemilihan sehari sebelumnya. Padahal, pemegang mandat yakni para tokoh di Surabaya sudah menyatakan kalau pemilihan itu illegal dan hasilnya tidak sah.
“Tjong Ping bahkan ngomong dirinya siap mati asal kelenteng tidak diambil alih oleh orang Surabaya. Ini omongan yang ngawur. Justru kami yang menyerahkan mandat dan meminta didamaikan,” tegas Alim.
Akibat ricuh ini, Tjong Ping sendiri sempat membuat surat pernyataan yang intinya dirinya tidak akan mengunjungi kelenteng selama 30 hari.
“Semua agar keadaan yang terjadi bisa kondusif,” kata Tjong Ping dalam suratnya.
Jangan Terulang
Alim Sugiantoro sendiri, mengaku kaget dan heran dengan pernyataan Tjong Ping. Selain bersifat provokatif dengan mengatakan kelenteng diambil alih orang Surabaya, Tjong Ping jelas sudah mencoba memaksakan kehendak dengan menggelar pemilihan dan menerobos masuk ke kelenteng.
Alim berharap, kejadian serupa tidak akan terjadi lagi di masa-masa yang akan datang. Sebaliknya, ia berharap ke depan pertikaian yang terjadi bisa dicarikan solusi terbaik dengan menjunjung tinggi hak-hak semua pihak demi kepentingan umat.
"Saya akan berusaha maksimal mencari jalan keluar terbaik. Sementara belum ada titik temu, kami tetap sepakat menyerahkan mandat ke tokoh-tokoh di Surabaya untuk pengelolaan kelenteng,” pungkasnya. (*)