Rehabilitasi Pecandu Narkoba pada Warga Binaan Pemasyarakatan

Rehabilitasi Pecandu Narkoba pada Warga Binaan Pemasyarakatan

PANDANGAN secara global mengenai pecandu narkotika dalam perkembangannya bukanlah lagi diartikan sebagai pelaku kriminal, melainkan sebagai orang yang menderita penyakit kecanduan, sehingga perlu dilakukan rehabilitasi. Melalui Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, tindakan bagi pelaku, produsen, impor dan ekspor ilegal, serta peredaran gelap narkotika adalah dengan hukuman berat, namun sangat humanis terhadap para pecandu, penyalah guna dan korban penyalahgunaan narkotika.

Meningkatnya kasus tindak pidana dan penyalahgunaan narkotika salah satunya di lembaga pemasyarakatan tidak terlepas dari persoalan permintaan (demand) dan kesediaan pasokan (supply) narkotika secara agresif dan terus menerus yang terjadi di lingkungan masyarakat umum. Selain itu masalah kesehatan yang timbul harus dicegah dan ditangani selama WBP berada di lembaga pemasyarakatan. Kemudian tingginya risiko penyalahgunaan kembali selama masa penahanan atau setelah bebas dan risiko kematian akibat penyakit antara lain seperti HIV, TBC dan hepatitis serta overdosis narkotika, menyebabkan layanan rehabilitasi bagi penyalah guna narkotika harus tersedia di lembaga pemasyarakatan. Kondisi tersebut mendorong Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam rangka memberikan pelayanan dan penanganan terhadap WBP kasus narkotika yang secara spesifik memiliki kekhususan dalam pembinaannya.

Dalam rangka menjalankan strategi pengurangan kebutuhan zat narkotika (demand reduction) dan meningkatkan kualitas hidup WBP agar dapat diterima kembali dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat, diperlukan peningkatan layanan rehabilitasi narkotika. Rehabilitasi narkotika merupakan bagian dari proses pembinaan dan perawatan kesehatan. Hal ini sejalan dengan fungsi pemidanaan yang bukan lagi sebagai penjeraan, namun sebagai upaya rehabilitasi dan reintegrasi sosial narapidana, agar dapat kembali ke dalam masyarakat secara sehat. Layanan rehabilitasi narkotika tersebut mencakup layanan rehabilitasi medis, layanan rehabilitasi sosial dan layanan pascarehabilitasi dalam rangka pemulihan fisik dan mental pada kondisi sebelumnya, bagi penyalah guna dan atau pecandu narkotika untuk pulih, produktif, dan berfungsi sosial dimasyarakat.

Pelaksanaan rehabilitasi narkotika ini sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 12 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan layanan rehabilitasi narkotika bagi tahanan dan WBP di UPT Pemasyarakatan mengamanatkan, agar pecandu, penyalah guna dan korban penyalahgunaan narkotika, mendapatkan layanan rehabilitasi narkotika pada Rumah Tahanan Negara, Lembaga Penempatan Anak Sementara, Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak dan Balai Pemasyarakatan. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Bersama 7 Kementerian/Lembaga tentang penanganan pecandu narkotika dan korban penyalah guna narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi. Pasal 5 dan 7 Peraturan Bersama tersebut menyebutkan, bahwa pencandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika memperoleh rehabilitasi di Rutan atau Lapas

Lapas Narkotika Kelas llA Yogyakarta

Upaya dalam menjalankan strategi pengurangan kebutuhan zat narkoba serta meningkatkan kualitas hidup pada WBP yang termasuk dalam kriteria pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika, diperlukan implementasi sentuhan layanan rehabilitasi. Rehabilitasi narkotika bagi WBP di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan merupakan bagian dari proses pembinaan dan perawatan kesehatan. Oleh karena itu, layanan rehabilitasi narkotika harus terintegrasi dengan layanan pembinaan dan layanan kesehatan yang tersedia di UPT Pemasyarakatan.

Layanan rehabilitasi narkotika tersebut mencakup layanan rehabilitasi medis, layanan rehabilitasi sosial, dan layanan pascarehabilitasi. Namun sampai saat ini belum semua UPT Pemasyarakatan mampu menyelenggarakan layanan rehabilitasi narkotika. Hal ini salah satunya terkait dengan belum memadainya kapasitas sumber daya manusia yang ada di Lapas. Lapas merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana. Berdasarkan hal tersebut maka Lapas Narkotika Kelas llA Yogyakarta menjalin kerja sama dengan Ikatan Konselor Adiksi Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (IKAI DIY) dalam menjalankan layanan rehabilitasi pada Tahun 2022. Adapun tahapan rehabilitasi yang dijalankan meliputi:

  1. Informasi Awal.

Setiap WBP yang masuk ke dalam lapas wajib diberikan informasi mengenai pengenalan lingkungan, informasi penyalahgunaan narkotika, informasi layanaan kesehatan dasar, dan layanan rehabilitasi yang tersedia di Lapas.

 

  1. Skrining

Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi jenis zat yang digunakan serta tingkat risiko penyalahgunaan narkotika. Formulir yang digunakan adalah ASSIST dan dilakukan juga pemeriksaan tes urin narkotika kepada WBP.

  1. Asesmen

Kegiatan ini merupakan pengumpulan informasi untuk mendapatkan gambaran klinis dan masalah yang lebih mendalam dari WBP secara komprehensif, baik pada saat memulai, selama menjalani, hingga selesai mengikuti layanan rehabilitasi. Asesmen rehabilitasi dilakukan minimal sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada saat awal rehabilitasi dan pada akhir layanan rehabilitasi dengan menggunakan formulir ASI.

  1. Pemberian layanan rehabilitasi

Layanan rehabilitasi mencakup beberapa layanan yaitu layanan rehabilitasi medis, layanan rehabilitasi sosial, dan layanan pascarehabilitasi. Layanan rehabilitasi medis dengan diberikan terapi simptomatik, intervensi psikososial, layanan pendukung rehabilitasi medis dengan penanganan penyakit penyerta, dan melakukan rujukan apabila diperlukan. Layanan rehabilitasi sosial dengan metode terapi komunitas (TC) berbasis pemasyarakatan dan intervensi psikososial.

Layanan pascarehabilitasi sebagai rangkaian kegiatan rehabilitasi berkesinambungan yang terintegrasi dan tidak terpisahkan dari rehabilitasi medis dan sosial, dalam upaya pemulihan ketergantungan narkotika. Pelaksanaan layanan rehabilitasi di lapas dilanjutkan dengan pascarehabilitasi di Balai Pemasyarakaan (Bapas). Bapas merupakan unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan dan pendampingan. Sehingga harapan WBP mengikuti pascarehabilitasi dapat pulih, produktif dan berfungsi sosial.

Setelah WBP selesai mengikuti proses rehabilitasi dan pascarehabilitasi, maka pemantauan pelaksanaan layanan rehabilitasi narkotika di UPT Pemasyarakatan dilaksanakan secara berjenjang oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pada Kantor Wilayah dan oleh Kantor Wilayah kepada UPT Pemasyarakatan. *

Tri Sulistya Hadi Wibowo, S.Psi

Konselor Adiksi Ahli Muda BNNK Bantul