Ratusan Ton Sampah di Yogyakarta Menanti Solusi

Masalah ini harus menjadi prioritas utama bagi kepala daerah terpilih.

Ratusan Ton Sampah di Yogyakarta Menanti Solusi
Mimbar Suara Warga di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Penanganan sampah menjadi isu sentral Mimbar Suara Warga yang diselenggarakan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, Selasa (19/11/2024). Setiap hari, ratusan ton sampah di Kota Yogyakarta menanti solusi agar segera tertangani.

Forum ini mempertemukan tiga pasangan calon (paslon) walikota Yogyakarta dengan komunitas akar rumput guna mendiskusikan masalah krusial yang dihadapi Kota Yogyakarta, termasuk pengelolaan sampah yang mendesak.

Ketua Panitia Dra Endah Setyowati MSi MA menegaskan perlunya dialog konstruktif untuk menyelaraskan visi para calon dengan aspirasi masyarakat. "Penanganan sampah membutuhkan perubahan paradigma, keterlibatan aktif warga dan dukungan kebijakan yang berpihak pada solusi kongkret," kata Endah.

Forum dialog ini memberikan kesempatan bagi para calon untuk menyampaikan visi mereka secara mendalam, sekaligus mendengarkan aspirasi masyarakat. Dengan penyerahan policy brief yang berisi kajian strategis dari berbagai komunitas, acara ini diharapkan mampu mendorong terwujudnya kebijakan pengelolaan sampah yang lebih terarah dan programatik.

Prioritas utama

“Masalah ini harus menjadi prioritas utama bagi kepala daerah terpilih. Kita membutuhkan langkah nyata untuk menciptakan kota yang lebih bersih dan sehat,” kata Endah.

Ketiga paslon yakni Drs Heroe Poerwadi MA - Sri Widya Supena, Dr H Hasto Wardoyo Sp Og (K) - Wawan Hermawan SE MM serta Drs Muhammad Afnan Hadikusumo - Singgih Raharjo SH M Ed menawarkan berbagai strategi untuk mengatasi masalah sampah yang kini menjadi perhatian serius warga Kota Yogyakarta.

Heroe Poerwadi menyoroti perlunya menyelesaikan masalah di tingkat hilir terlebih dahulu.  "Kalau hilirnya tidak berjalan, pengelolaan di hulu juga akan terganggu," ujarnya.

Heroe mengusulkan pemberian insentif bagi warga yang mampu mengelola sampah secara mandiri untuk mendorong partisipasi masyarakat.

150 ton per hari

Saat ini, Kota Yogyakarta hanya memiliki tiga mesin insinerator dengan kapasitas total 150 ton per hari, sementara produksi sampah mencapai 300 ton. "Masih ada 110 ton sampah yang belum teratasi. Kita perlu tambahan mesin dan lokasi pengelolaan baru," tambah Heroe.

Selain itu, dia juga mengusulkan alokasi prioritas pada APBD 2025 untuk mendukung pengelolaan sampah secara sistematis.

Hasto Wardoyo menggarisbawahi pentingnya tata kelola yang baik dan kolaborasi semua pihak dalam mengatasi masalah sampah. "Kita tidak bisa terus menyalahkan masyarakat atas produksi sampah. Pemerintah, industri dan masyarakat harus bergotong royong," kata Hasto.

Dia menyoroti insinerator yang belum beroperasi secara maksimal meskipun sudah tersedia. Edukasi masyarakat harus menjadi pilar utama, dengan mencontoh keberhasilan Singapura yang meningkatkan kesadaran warganya melalui langkah-langkah kecil.

Sektor swasta

"Investasinya tidak terlalu besar. Dengan tambahan dana operasional, kita bisa memanfaatkan insinerator yang ada," ujarnya.

Sedangkan Afnan Hadikusumo menekankan perlunya harmoni antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat menyelesaikan masalah sampah.

“Ketiga elemen ini harus saling mendukung. Pemerintah menyediakan infrastruktur, swasta mendukung pembiayaan dan masyarakat mengurangi jumlah sampah melalui pemilahan," jelasnya.

Afnan juga menekankan pentingnya program pemilahan sampah di tingkat rumah tangga untuk mengurangi beban pemerintah. "Jika semua pihak saling bekerja sama, masalah sampah bisa tertangani lebih baik," ujarnya.

Masalah sampah di Kota Yogyakarta memang membutuhkan solusi nyata. Saat ini, produksi sampah yang tidak tertangani mencapai 110 ton per hari, sementara alokasi anggaran dianggap masih minim dibandingkan dengan daerah lain seperti Jakarta atau Surabaya. (*)