Puan : Memperkuat Ekonomi Kerakyatan Perlu Azas Gotong Royong

Puan : Memperkuat Ekonomi Kerakyatan Perlu Azas Gotong Royong

KORANBERNAS.ID, JAKARTA--Dengan penduduk lebih kurang 265 juta jiwa, perekonomian Indonesia memang boleh dibilang menuju ekonomi kerakyatan. Ini ditandai dengan terus menggeliat dan bergairahnya para pelaku ekonomi mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Sektor ini memegang peranan penting dengan menyumbang 60,43 persen dari total PDB Indonesia. Mereka juga merupakan jalan keluar masyarakat dari masalah tingginya angka pengangguran dengan menyerap 96 persen jumlah tenaga kerja.

“Jika dilihat dari besarannya, UMKM kita jumlahnya ada sekitar 65 juta unit. Kontras bila kita bandingkan dengan usaha besar yang tidak sampai 10 ribuan,” kata pengamat ekonomi kerakyatan, Mirah Kusumaningrum, dalam rilisnya, Sabtu (30/4/2022).

Menurut Mirah, para founding father telah merumuskan dengan sebaik-baiknya persoalan keadilan sosial khususnya dalam bidang ekonomi, dengan menelurkan gagasan UUD 45 khususnya pada pasal 33. Pasal itu menyebutkan, bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama yang berazas kekeluargaan.

Negara sebagai penyusun usaha bersama dalam bidang perekonomian, haruslah bersikap aktif melahirkan segala regulasi yang mendorong berbagai level usaha, baik usaha level bawah, menengah maupun atas. Ini semata untuk bersama-sama dengan azas kekeluargaan menciptakan ekosistem ekonomi yang menyejahterakan tiap warga negaranya.

Azas kekeluargaan dalam perekonomian negara yang dimaksud di sini adalah bahwa segala regulasi yang dibuat oleh pemerintah, dipastikan tidak menjadi alat yang bisa digunakan oleh satu pihak untuk menindas pihak lainnya dalam rantai ekonomi makro.

“Dengan demikian, maka akan tercipta ekosistem pasar yang sehat sebagai suatu instrumen. Memang dibutuhkan campur tangan negara untuk beberapa hal khususnya yang menyangkut pihak yang lemah atau terlemahkan,” katanya.

Regulasi negara, katanya, harus bersifat inklusif menjembatani berbagai golongan usaha baik yang lemah maupun yang kuat. Tapi juga secara tegas afirmatif mengambil peran keberpihakannya dengan usaha kecil dan menengah seperti UMKM ataupun koperasi.

“Walaupun para konseptor ekonomi pendiri negara kita telah merujuk koperasi sebagai soko guru ekonomi bangsa, akan tetapi pada kenyataannya nasib koperasi di Tanah Air masih jauh api dari panggang. Ironisnya, yang sering kita dengar malah sebaliknya. Banyak koperasi yang miss management dan bermasalah, baik dengan anggotanya sendiri maupun dengan pihak ketiga di luar mereka,” lanjutnya.

Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, berjalan tidaknya sistem ekonomi yang berpihak ke semua usaha dari berbagai skala, tergantung political will dari pemerintah. Ia melihat di banyak negara maju, sistem koperasi ini malah bisa menjadi usaha konglomerasi besar.

“Bisa dilihat koperasi petani susu Fonterra di New Zealand yang mendunia dengan aneka produk turunan susu seperti keju, yoghurt dan lain sebagainya. Juga koperasi REWE asal Jerman yang didirikan pada tahun 1927 dan telah beroperasi di 20 negara di Eropa dan memiliki omset hingga 800 triliun,” katanya.

Keberpihakan kepada ekonomi kerakyatan yang nyata, kata Puan, bisa diwujudkan dalam regulasi seperti di sektor perbankan. Bentuknya adalah kemudahan akses permodalan bagi usaha kecil dan menengah dengan bunga yang rendah dan meminimalisir kolateral yang diagunkan.

Keberpihakan pada usaha kecil, menurutnya, pada aktualisasinya sebenarnya adalah juga keberpihakan pada usaha menengah dan usaha besar. Sebab pada hakekatnya, usaha kecil bisa jadi merupakan bagian dari rantai pasokan yang dibutuhkan oleh usaha menengah dan besar dalam memenuhi kebutuhan bahan baku usaha mereka.

Di sinilah kita bisa melihat bahwa tidaklah mungkin suatu usaha besar hidup sendirian.

“Asas gotong royong sangatlah diperlukan guna mendukung ekonomi kerakyatan,” lanjutnya.

Terkait dengan pengembangan ekonomi kerakyatan ini, Puan menyampaikan permasalahan perlunya saling empati dan menjunjung tinggi asas gotong royong, dalam pemulihan ekonomi bangsa. Ikut serta dalam membangun dan membesarkan usaha kecil itu, artinya praktis juga membesarkan usaha besar.

Tantangan berikutnya, yakni globalisasi ekonomi. Untuk itu, sangat dibutuhkan pemerintah yang aktif untuk terus menerus membina usaha kecil agar bisa berkompetisi secara sehat di ajang dunia. Peranan pemerintah tersebut bisa berupa regulasi maupun pendampingan, untuk meningkatkan wawasan usaha kecil tentang kualitas produk, manajemen, pasar, era digital dan permodalan. (*)